Round Up Sepekan

Langit Suriah Kembali Membara, Antara Putin-Assad-Erdogan

Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
22 February 2020 09:41
Langit Suriah Kembali Membara, Antara Putin-Assad-Erdogan
Foto: Penembakan Helikopter di Suriah. (AP Photo/Ghaith Alsayed)
Jakarta, CNBC Indonesia - Langit Suriah membara pada pekan ini. Perang!

Didukung angkatan udara Rusia dan milisi pro Iran, pasukan Suriah dikabarkan melakukan serangan ke Aleppo. Wilayah ini merupakan daerah di Suriah yang tengah dilanda konflik berkepanjangan selain Idlib.

Serangan diluncurkan di daratan Izza, atau sekitar 30 km Aleppo, di dekat perbatasan Turki. Pemerintah Presiden Suriah Bashar al-Assad mengatakan serangan dilakukan guna membasmi pemberontak anti pemerintah.



Sebagaimana dikutip dari Reuters, dalam siaran di televisi lokal, serangan tersebut membuat Suriah bisa mengambil kendali penih pada Aleppo, yang sebelumnya dijadikan markas kelompok anti Assad.

Meski begitu, dalam siaran langsungnya di televisi lokal, ia menegaskan konflik belum akan berakhir. "Ini (hanya) awal dari kekalahan (pasukan oposisi), cepat atau lambat," katanya sebagaimana dikutip Selasa (18/2/2020).

Saksi mata melaporkan serangan udara ini melukai sejumlah warga sipil. Dua rumah sakit pun dikabarkan tutup.

Dari data PBB, sebanyak 875 ribu warga Suriah, yang sebagian besar wanita dan anak-anak sudah meninggalkan Aleppo dan Idlib, sejak kondisi kembali memanas 1 Desember lalu.

Juru Bicara AS David Swanson mengatakan lebih dari 40 ribu orang terlantar dalam empat hari terakhir karena pertempuran sengit yang terjadi.



Sementara itu, bantuan militer yang diberikan Rusia kepada Suriah membuat Turki meradang. Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan bahkan mengecam keras Moskow.

Gencatan senjata yang sebelumnya dilakukan Oktober 2019 telah batal dengan serangan tersebut. Dalam krisis Suriah, Turki berada. dibelakang kelompok oposisi Assad.

Bahkan dalam pernyataannya ia mengatakan Russia sama saja membantu pemunahan massal di kawasan tersebut. Senada dengan Turki, AS pun mengecam Rusia atas perannya tersebut.

Meski demikian, Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mengatakan pemberontak terus menyerang pangkalan yang dijaga Rusia dan Suriah. "Tidak mungkin membiarkan ini tak terjawab," katanya.

Krisis di Suriah yang sudah terjadi sejak 2011 ini ditengarai adanya teori konspirasi yaitu rencana pembangunan pipa gas.

Mengutip ANSA, kantor berita Italia, ada rencana untuk membangun jaringan pipa gas alam cair (Liquefied Natural Gas/LNG) dari Qatar yang tersambung sampai ke Eropa. Pipa tersebut membentang melalui Arab Saudi, Kuwait, dan Irak.

Qatar adalah eksportir LNG terbesar di dunia. Pada 2018, ekspor LNG Qatar mencapai 104,8 miliar meter kubik. "Pipa sudah siap di Turki untuk menerima pasokan gas tersebut. Hanya saja ada penghalang yaitu Assad.

Pada 2009, Al-Assad menolak proposal dari Qatar karena menjaga kepentingan sekutunya, Rusia," sebut Felix Imonti, pengamat energi, seperti dikutip dari ANSA.

Rusia adalah pemasok gas utama di Benua Biru. Mengutip data Eurostat, sekitar 37% pasokan gas di Uni Eropa datang dari Negeri Beruang Merah.

NEXT >> Uni Eropa Kutuk Keras Serangan




Sebanyak 27 orang pemimpin di Uni Eropa mengutuk serangan yang dilakukan pemerintah Suriah di kota Idlib, di mana kelompok anti pemerintahan Bashar al-Assad berada. Mereka menganggap serangan yang didukung militer Rusia tersebut adalah bencana kemanusiaan.

"Serangan militer baru di Idlib oleh rezim Suriah dan para pendukungnya, menyebabkan penderitaan manusia yang sangat besar, tidak dapat diterima," kata Dewan Uni Eropa, yang mewakili 27 negara anggota pada Jumat (20/2/2020), dikutip dari AFP.

"Uni Eropa mendesak semua pihak dalam konflik untuk sepenuhnya menghormati kewajiban mereka di bawah hukum humaniter internasional dan hukum hak asasi manusia internasional dan untuk memungkinkan akses kemanusiaan tanpa hambatan dan mengarahkan ke semua yang membutuhkan."

Peringatan itu muncul selama KTT Uni Eropa yang ditujukan untuk menyusun anggaran Uni Eropa berlangsung. Presiden Prancis, Emmanuel Macron bahkan mengatakan peristiwa di barat laut Suriah yang terjadi beberapa waktu lalu tidak bisa diabaikan.

"Selama berminggu-minggu salah satu drama kemanusiaan terburuk telah berlangsung. Saya ingin mengutuk dalam istilah terkuat serangan militer yang dilakukan selama beberapa minggu oleh rezim Bashar al-Assad terhadap penduduk sipil Idlib," kata Macron.

Macron meminta Dewan Keamanan PBB, di mana Prancis adalah anggota tetap di sana, untuk bertanggung jawab. Apalagi Rusia dikatakan enggan melakukan gencatan senjata.

Pekerja bantuan di Suriah mendesak serangan dihentikan dan bantuan internasional datang. Terutama untuk hampir satu juta orang yang melarikan diri dari serangan Suriah di Idlib, yang menjadi gelombang terbesar warga sipil kehilangan tempat tinggal dalam konflik tersebut.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan bahwa sebanyak 900.000 warga Suriah, dengan lebih dari 500.000 di antaranya adalah anak-anak, mengungsi akibat perang antara militer Suriah dengan kelompok anti Assad sejak Desember 2019 lalu.

Angka tersebut 100.000 lebih dari yang dicatat PBB sebelumnya. PBB juga menjelaskan jika ada banyak bayi-bayi yang sekarat akibat kedinginan, serta kamp bantuan dan pengungsian yang sudah kepenuhan.

Konflik Suriah sebenarnya sudah terjadi sejak 2011. Bukan hanya melibatkan pro Assad dan anti Assad, tapi juga Rusia dan Turki di kubu yang berlawanan.





Pemerintah Turki dilaporkan akan membeli rudal Patriot milik Amerika Serikat (AS). Rudal ini akan dipakai di wilayah perang di Barat Laut Suriah, guna membendung pasukan Suriah yang disokong militer Rusia.

Pernyataan ini muncul setelah kematian dua tentara Turki dan lima tentara lainnya luka-luka akibat serangan udara pada Kamis. Menteri Pertahanan Turki, Hulusi Ankar, mengatakan tak menutup kemungkinan negerinya menerima rudal pertahanan AS, terutama untuk melindungi pasukan negeri itu.

"Kami tidak memiliki niat untuk berhadapan dengan Rusia," katanya saat diwawancarai CNN Turk, sebagaimana dikutip AFP, Jumat (21/2/2020).

"(Namun) ada ancaman serangan udara, rudal, ke negeri kita (Turki) ... Mungkin (Turki) akan didukung Patriot (rudal buatan AS)."

Ia mengatakan pembelian Patriot untuk menopang militer Turki mungkin saja dilakukan. Meski, negeri itu mendapat kecaman dari AS, karena sebelumnya sempat membeli sistem pertahanan Rusia S-400.

"Kami adalah mitra dalam program ini," katanya lagi merujuk program jet tempur lain AS F-35, di mana Turki pernah di dalamnya sebelum akhirnya dikeluarkan karena membeli senjata Rusia.

Sementara itu, ditulis Bloomberg, permintaan itu sebenarnya sudah diajukan Turki ke AS sejak pekan lalu. Namun belum ada komentar resmi dari Washington.

Ini diyakini terkait dengan kekecewaan AS pada negeri Presiden Erdogan yang telah membeli senjata S-400 Rusia. Sebelumnya Presiden AS Donald Trump sempat mengecam pembelian itu karena Turki mengingat negara itu bagian dari NATO.

Perang Suriah sudah terjadi sejak 2011 lalu. Awalnya perang ini melibatkan rezim Bashar al-Assad dan massa anti pemerintahannya, termasuk ISIS.

Namun Turki terlibat dan mendukung massa kontra Assad. Kelompok pemberontak yang menduduki daerah Suriah, didukung oleh Turki, melakukan operasi besar terhadap pasukan pemimpin Assad di provinsi barat laut Idlib Suriah.

Kemudian karena permintaan Assad, Rusia mengirim jet tempur Su-24 Fencer untuk melakukan serangan udara. Kementerian Pertahanan Turki menyalahkan pemerintah Suriah atas serangan udara yang menewaskan pasukannya namun Su-24 Rusia juga ikut bertanggung jawab.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan bahwa sebanyak 900.000 warga Suriah harus mengungsi akibat terjadinya perang antara militer Suriah dengan kelompok pemberontak anti Assad sejak Desember 2019 lalu.

Angka tersebut 100.000 lebih dari yang dicatat PBB sebelumnya. PBB juga menjelaskan jika ada banyak bayi-bayi yang sekarat akibat kedinginan, serta kamp bantuan dan pengungsian yang sudah kepenuhan.

Selain itu, ada pula dampak buruk terhadap perekonomian negara tersebut. Program Pangan Dunia PBB mengatakan, sekitar 6,5 juta orang di Suriah tidak dapat memenuhi kebutuhan makanan mereka. Mereka juga harus mengungsi ke Turki, namun hingga kini negara tersebut enggan menerima lantaran sudah ada sekitar 3,7 juta warga Suriah di wilayahnya.


[Gambas:Video CNBC]







(dru) Next Article Putin Murka, Rusia Tak Bisa Tampil di Olimpiade & Piala Dunia

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular