
Sederet Ancaman Bagi BUMN Semen: Overkapasitas Hingga Corona
Muhammad Choirul Anwar, CNBC Indonesia
19 February 2020 10:37

Jakarta, CNBC Indonesia - Komisi VI DPR RI menggelar rapat dengar pendapat (RDP) dengan sejumlah badan usaha milik negara (BUMN) semen. RDP ini dimanfaatkan sebagai ajang curhat mengenai kondisi industri semen nasional.
Direktur Utama Semen Indonesia Group Hendi Priyo Santoso menjelaskan bahwa terjadi perubahan drastis dalam beberapa tahun terakhir di industri semen. Dia mengutip data dari Asosiasi Semen Indonesia yang memotret perubahan tersebut.
"Dari tujuh pemain di 2015 menjadi 19 perusahaan di tahun 2020 ini. Yang patut dicatat adalah total kapasitas nasional terpasang, sebentar lagi di akhir tahun sudah mencapai 120 juta ton," ujarnya di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (18/2/20).
Sedangkan pasar sendiri hanya bisa menyerap hasil produksi sebesar 69,8 juta ton per tahun. Angka itu sekitar 50%-60% saja dari total produksi. Dengan begitu, terjadi kelebihan kapasitas produksi yang sangat signifikan.
"Over kapasitas terjadi sejak tahun 2016 dan diperkirakan akan terus berlanjut, proyeksi kami ke depan pun akan lebih agresif dan tetap terjadi over capasity," keluhnya.
Pabrik-pabrik semen asing mulai merebah di Indonesia. Di antaranya bahkan pemain-pemain yang masuk jajaran besar dunia.
"Ada pemain yang dari top 10 dunia, ada HiedelbergCement, ada Conch, kemudian ada perusahaan semen dari Taiwan, Thailand, dan beragam," sebutnya.
Yang lebih mencemaskan, pendirian pabrik baru terus dilakukan. Hal tersebut bakal menambah kapasitas produksi industri semen di Indonesia, namun tak dibarengi dengan peningkatan market.
"Di akhir tahun ini ada penambahan kapasitas 9 juta ton pabrik baru oleh investor asing. Ini akan mempersulit dan makin membuat persaingan tidak sehat di dalam industri kita," imbuhnya.
Karenanya, dia ingin agar tak ada lagi pembangunan pabrik semen baru dan revisi aturan impor semen.
"Wakil rakyat yang kami hormati, yang kami hadapi adalah kondisi over supply akibat over capasity daripada kapasitas terpasang. Karena industrinya tidak dibatasi," ujarnya.
Dia memberikan perbandingan kebijakan pemerintah Indonesia dengan di negara lain. Dia menyebut, sejumlah negara lain memang juga mengalami kapasitas produksi semen berlebih.
"Aspirasi kami adalah seperti yang kami alami di Vietnam, sebuah rezim komunis saja itu sudah punya aturan tidak buka izin pabrik baru selama kondisi nasionalnya masih dalam tahapan over capasity. Dia akan buka pasarnya kalau over capasity nya tinggal 5%," bebernya.
"Di kami sekarang over capasity nasionalnya masih 45% tapi pasarnya belum ditutup, izin pabrik baru masih saja terjadi," keluhnya.
Karena itu, dia meminta dukungan legislatif untuk menerapkan moratorium pendirian pabrik baru oleh BKPM dan pemda. Selain itu, dia juga meminta agar Permendag Nomor 7 Tahun 2017 tentang impor semen direvisi.
"Dengan over capacity, kami sudah lebih dari cukup memenuhi kebutuhan nasional," tegasnya.
Ia juga meminta izin galian C yang selama ini di bawah wewenang pemda, bisa dikoordinasikan dengan Kementerian ESDM. Selama ini, izin tersebut jadi biang kerok yang mendorong pabrik-pabrik semen baru terus bermunculan.
"Karena selama ini tidak ada koordinasi regulasi untuk izin galian C. Galian C ini pertambangan untuk bahan baku biasanya kita menambang bahan baku tanah liat maupun batu kapur. Jadi strategi yang dipakai oleh pemain-pemain baru yang invasi pasar Indonesia adalah mereka direct kepada pemda," imbuhnya.
Terakhir, dia mengeluhkan tantangan lain berupa kondisi global. Perang dagang antara Amerika Serikat dan China serta merebaknya virus corona dinilai berdampak pada industri semen Indonesia. Sehingga pasar semen naik dalam negeri maupun ekspor semakin melemah.
(miq/miq) Next Article Klarifikasi Semen Garuda Soal Pemberitaan CNBC Indonesia
Direktur Utama Semen Indonesia Group Hendi Priyo Santoso menjelaskan bahwa terjadi perubahan drastis dalam beberapa tahun terakhir di industri semen. Dia mengutip data dari Asosiasi Semen Indonesia yang memotret perubahan tersebut.
"Dari tujuh pemain di 2015 menjadi 19 perusahaan di tahun 2020 ini. Yang patut dicatat adalah total kapasitas nasional terpasang, sebentar lagi di akhir tahun sudah mencapai 120 juta ton," ujarnya di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (18/2/20).
"Over kapasitas terjadi sejak tahun 2016 dan diperkirakan akan terus berlanjut, proyeksi kami ke depan pun akan lebih agresif dan tetap terjadi over capasity," keluhnya.
Pabrik-pabrik semen asing mulai merebah di Indonesia. Di antaranya bahkan pemain-pemain yang masuk jajaran besar dunia.
"Ada pemain yang dari top 10 dunia, ada HiedelbergCement, ada Conch, kemudian ada perusahaan semen dari Taiwan, Thailand, dan beragam," sebutnya.
Yang lebih mencemaskan, pendirian pabrik baru terus dilakukan. Hal tersebut bakal menambah kapasitas produksi industri semen di Indonesia, namun tak dibarengi dengan peningkatan market.
"Di akhir tahun ini ada penambahan kapasitas 9 juta ton pabrik baru oleh investor asing. Ini akan mempersulit dan makin membuat persaingan tidak sehat di dalam industri kita," imbuhnya.
Karenanya, dia ingin agar tak ada lagi pembangunan pabrik semen baru dan revisi aturan impor semen.
"Wakil rakyat yang kami hormati, yang kami hadapi adalah kondisi over supply akibat over capasity daripada kapasitas terpasang. Karena industrinya tidak dibatasi," ujarnya.
Dia memberikan perbandingan kebijakan pemerintah Indonesia dengan di negara lain. Dia menyebut, sejumlah negara lain memang juga mengalami kapasitas produksi semen berlebih.
"Aspirasi kami adalah seperti yang kami alami di Vietnam, sebuah rezim komunis saja itu sudah punya aturan tidak buka izin pabrik baru selama kondisi nasionalnya masih dalam tahapan over capasity. Dia akan buka pasarnya kalau over capasity nya tinggal 5%," bebernya.
"Di kami sekarang over capasity nasionalnya masih 45% tapi pasarnya belum ditutup, izin pabrik baru masih saja terjadi," keluhnya.
Karena itu, dia meminta dukungan legislatif untuk menerapkan moratorium pendirian pabrik baru oleh BKPM dan pemda. Selain itu, dia juga meminta agar Permendag Nomor 7 Tahun 2017 tentang impor semen direvisi.
"Dengan over capacity, kami sudah lebih dari cukup memenuhi kebutuhan nasional," tegasnya.
Ia juga meminta izin galian C yang selama ini di bawah wewenang pemda, bisa dikoordinasikan dengan Kementerian ESDM. Selama ini, izin tersebut jadi biang kerok yang mendorong pabrik-pabrik semen baru terus bermunculan.
"Karena selama ini tidak ada koordinasi regulasi untuk izin galian C. Galian C ini pertambangan untuk bahan baku biasanya kita menambang bahan baku tanah liat maupun batu kapur. Jadi strategi yang dipakai oleh pemain-pemain baru yang invasi pasar Indonesia adalah mereka direct kepada pemda," imbuhnya.
Terakhir, dia mengeluhkan tantangan lain berupa kondisi global. Perang dagang antara Amerika Serikat dan China serta merebaknya virus corona dinilai berdampak pada industri semen Indonesia. Sehingga pasar semen naik dalam negeri maupun ekspor semakin melemah.
(miq/miq) Next Article Klarifikasi Semen Garuda Soal Pemberitaan CNBC Indonesia
Most Popular