
Serius Jepang Mau Resesi?
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
17 February 2020 16:02

Salah satu negara yang digadang-gadang bakal mengalami tekanan adalah Jepang. Maklum, China adalah negara yang memainkan peran penting dalam perekonomian Negeri Matahari Terbit.
Bank Dunia mencatat ekspor menyumbang 18,45% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Jepang. Hampir seperlima. Apabila seperlima dari PDB bermasalah, maka bisa kacau semuanya.
Lebih sedih lagi, China adalah salah satu negara mitra dagang utama Jepang. Data UN Comtrade menyebut bahwa ekspor Jepang ke China adalah US$ 134,68 miliar. Angka ini hanya kalah dari Amerika Serikat (AS).
Perlambatan ekonomi di China berarti ada penurunan permintaan barang-barang dari negara lain, termasuk Jepang. Oleh karena itu, ekspor Jepang hampir pasti tertekan dan bisa mempengaruhi PDB secara keseluruhan.
Selain ekspor barang, dampak virus corona terhadap perekonomian Jepang juga akan datang dari sektor pariwisata. Sepanjang 2019, jumlah kunjungan wisatawan asing (wisman) ke Jepang adalah 31,88 juta. Dari jumlah tersebut, wisman asal China menyumbang 9,59 juta kunjungan.
Data Kementerian Pertanahan, Infrastruktur, Transportasi, dan Pariwisata Jepang menyebutkan, seorang pelancong individu asal China yang berwisata ke Jepang rata-rata mengeluarkan JPY 134.103 (Rp 16,69 juta dengan kurs saat ini) per kunjungan. Jika Jepang sampai menerapkan kebijakan seperti Indonesia, yaitu melarang penerbangan dari dan ke China termasuk transit, maka Negeri Sakura akan kehilangan 9,59 juta kunjungan wisman. Dikalikan dengan JPY 134.103 devisa per kunjungan, hasilnya adalah Jepang terancam tekor JPY 1.286.625.619.827 atau sekira Rp 160,09 triliun.
Oleh karena itu, risiko Jepang untuk masuk ke jurang resesi memang ada. Bahkan cukup besar.
Mengutip riset Japan Center for Economic Research (JCER), indikator proyeksi resesi di Jepang pada periode Desember 2019 adalah 54,8%. Turun dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 68,6%.
Namun, JCER memberi catatan bahwa alarm penanda resesi bakal segera tiba sudah berbunyi ketika indikator berada di atas 67 selama dua bulan beruntun. Sayangnya, indikator ini sempat berbulan-bulan di atas 67.
Jadi, apakah Jepang bakal resesi? Hanya waktu yang bisa memberikan jawaban. Namun kalau melihat kondisi sekarang, naga-naganya resesi bukan sesuatu yang jauh.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji)
Bank Dunia mencatat ekspor menyumbang 18,45% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Jepang. Hampir seperlima. Apabila seperlima dari PDB bermasalah, maka bisa kacau semuanya.
Lebih sedih lagi, China adalah salah satu negara mitra dagang utama Jepang. Data UN Comtrade menyebut bahwa ekspor Jepang ke China adalah US$ 134,68 miliar. Angka ini hanya kalah dari Amerika Serikat (AS).
Perlambatan ekonomi di China berarti ada penurunan permintaan barang-barang dari negara lain, termasuk Jepang. Oleh karena itu, ekspor Jepang hampir pasti tertekan dan bisa mempengaruhi PDB secara keseluruhan.
Selain ekspor barang, dampak virus corona terhadap perekonomian Jepang juga akan datang dari sektor pariwisata. Sepanjang 2019, jumlah kunjungan wisatawan asing (wisman) ke Jepang adalah 31,88 juta. Dari jumlah tersebut, wisman asal China menyumbang 9,59 juta kunjungan.
Data Kementerian Pertanahan, Infrastruktur, Transportasi, dan Pariwisata Jepang menyebutkan, seorang pelancong individu asal China yang berwisata ke Jepang rata-rata mengeluarkan JPY 134.103 (Rp 16,69 juta dengan kurs saat ini) per kunjungan. Jika Jepang sampai menerapkan kebijakan seperti Indonesia, yaitu melarang penerbangan dari dan ke China termasuk transit, maka Negeri Sakura akan kehilangan 9,59 juta kunjungan wisman. Dikalikan dengan JPY 134.103 devisa per kunjungan, hasilnya adalah Jepang terancam tekor JPY 1.286.625.619.827 atau sekira Rp 160,09 triliun.
Oleh karena itu, risiko Jepang untuk masuk ke jurang resesi memang ada. Bahkan cukup besar.
Mengutip riset Japan Center for Economic Research (JCER), indikator proyeksi resesi di Jepang pada periode Desember 2019 adalah 54,8%. Turun dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 68,6%.
Namun, JCER memberi catatan bahwa alarm penanda resesi bakal segera tiba sudah berbunyi ketika indikator berada di atas 67 selama dua bulan beruntun. Sayangnya, indikator ini sempat berbulan-bulan di atas 67.
Jadi, apakah Jepang bakal resesi? Hanya waktu yang bisa memberikan jawaban. Namun kalau melihat kondisi sekarang, naga-naganya resesi bukan sesuatu yang jauh.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular