
Di Hari Penuh Cinta, Rupiah Malah Terlemah di Asia
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
14 February 2020 10:18

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali melemah di kurs tengah Bank Indonesia (BI). Rupiah juga terdepresiasi di perdagangan pasar spot.
Pada Jumat (14/2/2020), kurs tengah BI atau kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar rate/Jisdor berada di Rp 13.707. Rupiah melemah 0,2% dibandingkan posisi hari sebelumnya.
Ini membuat rupiah melemah dua hari beruntun di kurs tengah BI. Kemarin, rupiah melemah 0,15%.
Sementara di pasar spot, rupiah juga terus merah. Pada pukul 10:00 WIB, US$ 1 setara dengan Rp 13.700 di mana rupiah melemah 0,18%.
Kala pembukaan pasar, rupiah sudah melemah tetapi tipis saja di 0,04%. Seiring perjalanan, depresiasi rupiah semakin dalam dan dolar AS berhasil menembus kisaran Rp 13.700.
Rupiah memang tidak sendiri, karena mayoritas mata uang utama Asia pun berkubang di zona merah. Namun pelaku pasar perlu waspada, karena pelemahan rupiah adalah yang paling dalam di Asia.
Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning pada pukul 10:08 WIB:
Penyebaran virus Corona masih menjadi fokus utama pelaku pasar. Mengutip data satelit pemetaan ArcGis per pukul 09:33 WIB, jumlah kasus virus Corona di seluruh dunia mencapai 64.429 di mana 63.848 terjadi di China.
Jumlah korban jiwa pun bertambah menjadi 1.491 orang. Tiga di antaranya berada di luar China.
Kasus dan korban jiwa akibat virus Corona melonjak akibat China mengubah metode penghitungan. Sebelumnya China hanya mengakui kasus virus Corona setelah tes Ribonucleic Acid (RNA) yang hasilnya baru didapat dalam hitungan hari. Sekarang, hasil dari pemindaian Computerized Tomography (CT) yang hasilnya bisa lebih cepat diterima sudah diakui.
"Perubahan metode ini menjadi perhatian, ada kecemasan China menyembunyikan sesuatu. Akibatnya, pasar cenderung menghindari risiko," kata Masafumi Yamamoto, Chief Currency Strategit di Mizuho Securities yang berbasis di Tokyo, seperti diberitakan Reuters.
Aktivitas masyarakat yang terganggu akibat penyebaran virus Corona membuat perekonomian China hampir pasti melambat. Reuters melakukan jajak pendapat terhadap 40 ekonom yang hasilnya pertumbuhan ekonomi China kuartal I-2019 diperkirakan sebesar 4,5%. Jauh melambat dibandingkan kuartal sebelumnya yaitu 6%.
Untuk pertumbuhan ekonomi sepanjang 2020, proyeksinya adalah 5,5%. Juga jauh melambat dibandingkan realisasi 2019 yang sebesar 6,1%.
"Kami tidak memperkirakan ada pemulihan yang cepat, meski penyebaran virus berkurang bahkan hilang. Setelah serangan Corona, mungkin ekonomi China butuh waktu sekitar empat kuartal untuk bangkit," kata Iris Pang, Ekonom ING, seperti diwartakan Reuters.
Dana Moneter Internasional (IMF) bahkan memperkirakan dampak ekonomi virus Corona lebih parah ketimbang SARS yang menyerang hampir dua dekade lalu. Tidak hanya kepada perekonomian China, virus Corona juga bisa menghantam dunia
"Jelas lebih berdampak. China dulu hanya menyumbang 8% dari ekonomi global, sementara hari ini menghasilkan 28%," kata Kristalina Georgieva, Direktur Pelaksana IMF, seperti dikutip dari CNBC International.
Pendapat senada juga keluar dari sejumlah institusi lain. Riset IHS Markit menyebutkan, virus SARS membuat Produk Domestik Bruto (PDB) China berkurang 1%. Sedangkan virus Corona diperkirakan memangkas pertumbuhan ekonomi China sebesar 1,1 poin persentase pada tahun ini.
IHS Markit memperkirakan ekonomi China tumbuh 5,8% pada 2020. Penurunan 1,1 poin persentase berarti pertumbuhan ekonomi China menjadi hanya 4,7%.
Pada 2019, ekonomi China tumbuh 6,1% dan menjadi yang paling lemah setidaknya sejak 1992. Kalau benar pertumbuhan ekonomi 2020 di bawah 5%, berarti akan menjadi rekor baru.
Seperti halnya IMF, HIS Markit juga melihat dampak virus Corona terhadap perekonomian dunia lebih terasa dibandingkan SARS. Ini karena peran China di percaturan ekonomi global yang semakin besar.
"Pada 2002, China menyumbang 4,2% dari PDB dunia. Sekarang menjadi 16,3%. China juga merupakan importir terbesar kedua di dunia dengan porsi 10,4% dari total impor dunia," tulis riset IHS Markit.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(aji/aji) Next Article Februari Sudah Jatuh 4% Lebih, Rupiah Belum Bangkit Juga
Pada Jumat (14/2/2020), kurs tengah BI atau kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar rate/Jisdor berada di Rp 13.707. Rupiah melemah 0,2% dibandingkan posisi hari sebelumnya.
Ini membuat rupiah melemah dua hari beruntun di kurs tengah BI. Kemarin, rupiah melemah 0,15%.
Kala pembukaan pasar, rupiah sudah melemah tetapi tipis saja di 0,04%. Seiring perjalanan, depresiasi rupiah semakin dalam dan dolar AS berhasil menembus kisaran Rp 13.700.
Rupiah memang tidak sendiri, karena mayoritas mata uang utama Asia pun berkubang di zona merah. Namun pelaku pasar perlu waspada, karena pelemahan rupiah adalah yang paling dalam di Asia.
Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning pada pukul 10:08 WIB:
Penyebaran virus Corona masih menjadi fokus utama pelaku pasar. Mengutip data satelit pemetaan ArcGis per pukul 09:33 WIB, jumlah kasus virus Corona di seluruh dunia mencapai 64.429 di mana 63.848 terjadi di China.
Jumlah korban jiwa pun bertambah menjadi 1.491 orang. Tiga di antaranya berada di luar China.
Kasus dan korban jiwa akibat virus Corona melonjak akibat China mengubah metode penghitungan. Sebelumnya China hanya mengakui kasus virus Corona setelah tes Ribonucleic Acid (RNA) yang hasilnya baru didapat dalam hitungan hari. Sekarang, hasil dari pemindaian Computerized Tomography (CT) yang hasilnya bisa lebih cepat diterima sudah diakui.
"Perubahan metode ini menjadi perhatian, ada kecemasan China menyembunyikan sesuatu. Akibatnya, pasar cenderung menghindari risiko," kata Masafumi Yamamoto, Chief Currency Strategit di Mizuho Securities yang berbasis di Tokyo, seperti diberitakan Reuters.
Aktivitas masyarakat yang terganggu akibat penyebaran virus Corona membuat perekonomian China hampir pasti melambat. Reuters melakukan jajak pendapat terhadap 40 ekonom yang hasilnya pertumbuhan ekonomi China kuartal I-2019 diperkirakan sebesar 4,5%. Jauh melambat dibandingkan kuartal sebelumnya yaitu 6%.
Untuk pertumbuhan ekonomi sepanjang 2020, proyeksinya adalah 5,5%. Juga jauh melambat dibandingkan realisasi 2019 yang sebesar 6,1%.
"Kami tidak memperkirakan ada pemulihan yang cepat, meski penyebaran virus berkurang bahkan hilang. Setelah serangan Corona, mungkin ekonomi China butuh waktu sekitar empat kuartal untuk bangkit," kata Iris Pang, Ekonom ING, seperti diwartakan Reuters.
Dana Moneter Internasional (IMF) bahkan memperkirakan dampak ekonomi virus Corona lebih parah ketimbang SARS yang menyerang hampir dua dekade lalu. Tidak hanya kepada perekonomian China, virus Corona juga bisa menghantam dunia
"Jelas lebih berdampak. China dulu hanya menyumbang 8% dari ekonomi global, sementara hari ini menghasilkan 28%," kata Kristalina Georgieva, Direktur Pelaksana IMF, seperti dikutip dari CNBC International.
Pendapat senada juga keluar dari sejumlah institusi lain. Riset IHS Markit menyebutkan, virus SARS membuat Produk Domestik Bruto (PDB) China berkurang 1%. Sedangkan virus Corona diperkirakan memangkas pertumbuhan ekonomi China sebesar 1,1 poin persentase pada tahun ini.
IHS Markit memperkirakan ekonomi China tumbuh 5,8% pada 2020. Penurunan 1,1 poin persentase berarti pertumbuhan ekonomi China menjadi hanya 4,7%.
Pada 2019, ekonomi China tumbuh 6,1% dan menjadi yang paling lemah setidaknya sejak 1992. Kalau benar pertumbuhan ekonomi 2020 di bawah 5%, berarti akan menjadi rekor baru.
Seperti halnya IMF, HIS Markit juga melihat dampak virus Corona terhadap perekonomian dunia lebih terasa dibandingkan SARS. Ini karena peran China di percaturan ekonomi global yang semakin besar.
"Pada 2002, China menyumbang 4,2% dari PDB dunia. Sekarang menjadi 16,3%. China juga merupakan importir terbesar kedua di dunia dengan porsi 10,4% dari total impor dunia," tulis riset IHS Markit.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(aji/aji) Next Article Februari Sudah Jatuh 4% Lebih, Rupiah Belum Bangkit Juga
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular