
PMI Sudah, Rupiah Tunggu Data Inflasi

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah di perdagangan pasar spot hari ini. Sepertinya investor menantikan rilis data inflasi yang diumumkan jelang siang nanti.
Pada Senin (3/5/2021), US$ 1 setara dengan Rp 14.400 kala pembukaan pasar spot. Sama persis dibandingkan posisi penutupan perdagangan akhir pekan lalu atau stagnan.
Namun beberapa menit kemudian rupiah masuk zona merah. Pada pukul 09:03 WIB, US$ 1 dihargai Rp 14.450 di mana rupiah melemah 0,07%.
Hari ini, ada dua data penting yang diumumkan. Pertama adalah aktivitas manufaktur yang dicerminkan dengan Purchasing Managers' Index (PMI). IHS Markit merilis data ini pada pukul 08:30 WIB.
Hasilnya impresif. Pada April 2021, skor PMI manufaktur Indonesia ada di 54,6. Naik dari bulan sebelumnya yaitu 53,2 dan mencapai titik tertinggi sepanjang sejarah pencatatan.
PMI menggunakan angka 50 sebagai titik mula. Angka di atas 50 menunjukkan dunia usaha tengah dalam fase ekspansi.
"Kunci dari perbaikan ini adalah pertumbuhan pemesanan baru (new orders) yang sangat pasar. Dunia usaha melakukan ekspansi yang signifikan, dan mencatat rekor tertinggi sejak survei dilakukan pada April 2011," sebut keterangan resmi IHS Markit, Senin (3/5/2021).
Dunia usaha, menurut IHS Markit, mengaku ada perbaikan permintaan. Tidak hanya dari dalam negeri, tetapi juga ekspor. Akhirnya permintaan ekspor tumbuh positif untuk kali pertama dalam 17 bulan.
Meski ada kenaikan produksi, dunia usaha mengungkapkan belum ada tambahan tenaga kerja baru pada April 2021, mayoritas responden menyebut jumlah pekerja masih sama. Akibatnya, terjadi penumpukan beban kerja dari karyawan yang ada.
Ke depan, dunia usaha yakin bahwa produksi masih bisa naik lagi. Keyakinan ini didorong oleh harapan bahwa pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) pasti ada ujungnya.
"Produksi manufaktur Indonesia terus meningkat seiring pertumbuhan pemesanan baru. Hal yang menggembirakan adalah ekspor bisa untuk untuk kali pertama sejak masa pandemi, ini adalah perkembangan positif.
"Namun yang agak mengecewakan, di tengah kuatnya permintaan, perusahaan masih ragu untuk menambah karyawan. Meski begitu, dengan adanya penumpukan beban kerja, perusahaan tetap yakin bahwa dalam bulan-bulan ke depan akan da penambahan jumlah tenaga kerja," papar Andrew Harker, Economics Director IHS Markit, seperti dikutip dari siaran tertulis.
