
Pak Jokowi, Batu Bara Bisa Bantu Target Energi Hijau RI Lho!

Sekilas mungkin terdengar ironis, karena energi fosil (batu bara) bahu-membahu dengan energi nonfosil dalam satu kategori ‘energi ramah lingkungan’ alias EBT. Pasalnya, industri batu bara sering dilekatkan dengan fenomena kerusakan lingkungan sejak dari produksi, pengangkutan, hingga pemakaian. Namun, hilirisasi justru bisa menjadi solusi persoalan itu.
Sebagaimana diketahui, energi baru adalah rekayasa produk energi fosil yang dikelompokkan dalam satu kategori dengan energi nonfosil sebagai EBT. Jika energi baru itu—baik batu bara tergaskan atau tercairkan—dikembangkan, maka target EBT sebesar 23% dari bauran energi primer nasional pun bisa terbantu untuk dicapai.
Indonesia sangat potensial mengembangkan batu bara ter-gaskan karena 85% batu baranya memiliki kadar kalori menengah-rendah. Riset Institut Teknologi Bandung (ITB) berjudul “Study of Indonesia Low Rank Coal Utilization on Modified Fixed Bed Gasification for Combined Cycle Power Plant” (2015) menunjukkan batu bara Indonesia cocok dikembangkan menjadi gas sintetik (synthetic gas/syngas) guna memutar Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU).
Sejauh ini, PT Bumi Resources Tbk (BUMI) dan PT Bukit Asam Tbk (PTBA) sudah memaparkan rencananya menggarap gasifikasi batu bara. Langkah hilirisasi batu bara ini bakal meningkatkan nilai tambah batu bara Indonesia, dan sekaligus mengubah keluarannya menjadi produk yang ramah lingkungan (memiliki emisi karbon rendah karena sudah berbentuk gas).
Direktur Utama BUMI Saptari Hoedaja mengatakan nilai investasi proyek gasifikasi batu bara menjadi dimethyl ether (DME) tersebut diprediksi mencapai US$ 1,6 miliar atau sekitar Rp 22,4 triliun (asumsi kurs Rp 14.000/US$). Studi kelayakan (feasibility study) saat ini masih dijalankan.
Di sisi lain, Menteri Kemaritiman dan Investasi Luhut B. Pandjaitan menyebutkan bahwa PTBA menyiapkan investasi US$ 3 miliar untuk proyek serupa. Saat ini, perusahaan pelat merah ini sudah memasuki fase kedua pengembangan.
Namun bagaimana dengan perusahaan batu bara lain? Sejauh ini belum ada kabar. Nyaris 99% dari produsen batu bara Indonesia belum memiliki fasilitas gasifikasi tersebut, menjadikan dua perusahaan berstatus terbuka (Tbk) tersebut menjadi pelopor.
Di luar pembangunan fasilitas gasifikasi, pelaku usaha batu bara juga memiliki peluang lain pemanfaatan batu bara dengan konsep hijau (ramah lingkungan) dan menghasilkan produk bernilai tambah tinggi, yakni Underground Coal Gasification (UCG).
Dalam riset berjudul “Underground Coal Gasification A Safe, Secure and Clean Unconventional Gas Technology For Development in Indonesia” (2012), Ragil Prabowo menyebutkan bahwa 85% sumber daya batu bara Indonesia tidak masuk dalam hitungan cadangan terbukti karena kalorinya rendah dan letaknya jauh di bawah tanah.
Per 2019, Kementerian ESDM mencatat sumber daya batu bara di Indonesia mencapai 113 miliar ton, tetapi dari angka tersebut, yang berujung menjadi cadangan terbukti (yang feasible untuk diekploitasi) hanyalah 33 miliar ton (29,2% dari sumber daya yang ada).
“UCG adalah proses ekstraksi satu langkah (seperti penambangan batu bara) dengan proses konversi. Dia menghasilkan syngas yang bisa diproses untuk bahan bakar pembangkit listrik, disel, pupuk, hidrogen, dan bahan baku kimia,” papar dia. (ags/ags)