RI Buka Perdagangan Bebas dengan Australia, Sudah Siap?

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
06 February 2020 19:26
Perjanjian perdagangan bebas antara Indonesia dengan Australia sudah resmi dilakukan.
Foto: Bongkar Muat Pelabuhan Sunda Kelapa (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Jakarta, CNBC Indonesia - Perjanjian perdagangan bebas antara Indonesia dengan Australia sudah resmi dilakukan. Pasalnya di hari yang bersamaan, Australia juga sudah melakukan ratifikasi peraturan yang sama, yakni regulasi tentang persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Australia atau Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA).

"Kita sudah mempunyai akses pasar ke Australia. Di Australia juga sudah selesai [melakukan ratifikasi]. Kita akan antisipasi langkah-langkah selanjutnya yaitu menggerakan pelaku usaha untuk masuk pasar Australia," kata Menteri Perdagangan, Agus Suparmanto, usai menghadiri rapat paripurna Undang-Undang IA-CEPA di DPR, Kamis (6/2/2020).

Pada 9-10 Februari 2020 mendatang, Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan melakukan kunjungan kenegaraan ke Australia. Dalam kunjungan tersebut, kata Agus, Jokowi akan membahas berbagai hal, salah satunya adalah mengenai perjanjian dagang yang sudah diresmikan melalui IA-CEPA ini.

"Kunjungan Pak Presiden akhir minggu ini di Australia akan membawa misi dagang. Dan kita akan meningkatkan [ekspor ke Australia] yang telah berjalan. [...] Kunjungan ke Australia akan membawa dampak yang luas," tuturnya.
Agus menjelaskan, dalam melakukan koordinasi dengan para pengusaha, pemerintah dibantu oleh Kamar Dagang dan Industri (Kadin) untuk mengkaji kembali komoditas apa saja yang bisa diekspor ke Australia.

Adapun beberapa komoditas yang kemungkinan akan optimalkan adalah komoditas-komoditas yang saat ini sudah sering diekspor ke beberapa negara lainnya. Di antaranya crude palm oil (CPO), suku cadang, dan otomotif.

"Misalnya otomatis CPO, otomotif, dan tekstil juga. Tapi kita akan evaluasi dan mengantisipasi. Dengan adanya perjanjian ini, jangan sampai kita nggak siap. Setelah perjanjian ini, mungkin asosiasi dari Kadin untuk bisa mereview lagi, komoditas-komoditas apa yang bisa dioptimalkan untuk diekspor ke Australia," tuturnya.

[Gambas:Video CNBC]


"Mudah-mudahan dalam waktu dekat ini tidak hanya akses pasar saja, melainkan pelaku usaha untuk bisa melakukan business to business ke Australia. Karena ini sangat terbuka," kata Agus melanjutkan.

Untuk diketahui, Australia merupakan negara tujuan ekspor non migas ke-17 dan negara sumber impor nonmigas ke-8 bagi Indonesia. Total perdagangan Indonesia-Australia pada 2018 sebesar US$ 8,6 miliar.

Secara rinci, nilai ekspor Indonesia ke Australia tercatat mencapai US$ 2,8 miliar dan impor sebesar US$ 5,8 miliar. Sehingga Indonesia masih defisit US$ 3 miliar. Namun demikian, dari 10 besar komoditas impor Indonesia dari Australia mayoritas merupakan bahan baku atau bahan penolong industri, seperti gandum, batu bara, bijih besi, alumunium, seng, gula mentah, serta susu dan krim.

Produk ekspor utama Indonesia ke Australia pada 2018 di antaranya minyak bumi senilai US$ 636,7 juta; kayu dan furnitur senilai US$ 214,9 juta; panel LCD, LED; dan panel display lainnya senilai US$ 100,7 juta; alas kaki senilai US$ 96,9 juta; serta ban senilai US$ 61,7 juta.

Sedangkan, produk impor utama Indonesia dari Australia adalah gandum senilai US$ 639,6 juta; batu bara senilai US$ 632 juta; hewan hidup jenis lembu senilai US$ 573,9 juta; gula mentah atau tebu lainnya senilai US$ 314,7 juta; dan bijih besi dan bijih lainnya senilai US$ 209,3 juta.

Adapun investasi Australia di Indonesia pada 2018 mencapai US$ 597,4 juta dengan 635 proyek terdiri lebih dari 400 perusahaan Australia yang beroperasi di berbagai sektor. Sektor tersebut antara lain pertambangan, pertanian, infrastruktur, keuangan, kesehatan, makanan, minuman, dan transportasi.
(wed/wed) Next Article Airlangga: RCEP Blok Perdagangan Terbesar, Lebih dari Eropa

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular