
Rencana Royalti Batu Bara Dihapus, Manfaat atau Mudarat?
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
30 January 2020 11:24

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah membuka wacana untuk menghapus pungutan royalti batu bara. Langkah ini ditempuh untuk merangsang pelaku usaha melakukan hilirisasi.
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan penghapusan royalti batu bara kemungkinan bakal tertuang dalam Undang-Undang Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja. UU segala ada ini memang bertujuan untuk menarik investasi sebanyak-banyaknya.
"Kalau orang punya tambang mau masuk hilirisasi, tetapi ditambah DMO (Domestic Market Obligation, kewajiban pemenuhan kebutuhan dalam negeri) ditambah royalti nggak akan bangun-bangun. Ini yang harus dipotong dengan Omnibus Law," kata Airlangga kepada CNBC Indonesia, awal pekan ini.
Royalti adalah iuran produksi pemegang kuasa usaha pertambangan atas hasil kesempatan eksplorasi/eksploitasi. Berdasarkan PP No 81/2019 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara yang Berlaku pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, berikut besaran tarif royalti batu bara saat ini:
1. Tambang terbuka (open pit)
- Tingkat kalori kurang dari atau sama dengan 4.700 Kkal/kg: 3% dari harga jual per ton.
- Tingkat kalori lebih dari 4.700 hingga 5.700 Kkal/kg: 5% dari harga jual per ton.
- Tingkat kalori lebih dari atau sama dengan 5.700 Kkal/kg: 7% dari harga jual per ton.
2. Tambang bawah tanah (underground)
- Tingkat kalori kurang dari atau sama dengan 4.700 Kkal/kg: 2% dari harga jual per ton.
- Tingkat kalori lebih dari 4.700 hingga 5.700 Kkal/kg: 4% dari harga jual per ton.
- Tingkat kalori lebih dari atau sama dengan 5.700 Kkal/kg: 6% dari harga jual per ton.
Setoran royalti yang harus dibayarkan ke pemerintah suka tidak suka menjadi beban bagi dunia usaha. Bisa jadi karena beban itu dunia usaha tidak punya ruang untuk membangun fasilitas hilirisasi.
Ambil contoh setoran royalti di sejumlah emiten batu bara. Pertama PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG).
Dalam sembilan bulan pertama 2019, perseroan membayar royalti kepada pemerintah total 13,5% dari hasil produksi secara tunai. Nilainya US$ 150,24 juta.
Kedua PT Adaro Energy Tbk (ADRO). Selama periode Januari-September 2019, pembayaran royalti tercatat US$ 245,92 juta.
Ketiga adalah PT Indika Energy Tbk (INDY). Pada Januari-September 2019, pembayaran royalti kepada pemerintah berjumlah US$ 204,28 juta.
Pembayaran royalti yang lumayan besar itu akan membatasi kemampuan perusahaan untuk melakukan ekspansi. Termasuk dalam rangka hilirisasi batu bara.
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan penghapusan royalti batu bara kemungkinan bakal tertuang dalam Undang-Undang Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja. UU segala ada ini memang bertujuan untuk menarik investasi sebanyak-banyaknya.
"Kalau orang punya tambang mau masuk hilirisasi, tetapi ditambah DMO (Domestic Market Obligation, kewajiban pemenuhan kebutuhan dalam negeri) ditambah royalti nggak akan bangun-bangun. Ini yang harus dipotong dengan Omnibus Law," kata Airlangga kepada CNBC Indonesia, awal pekan ini.
Royalti adalah iuran produksi pemegang kuasa usaha pertambangan atas hasil kesempatan eksplorasi/eksploitasi. Berdasarkan PP No 81/2019 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara yang Berlaku pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, berikut besaran tarif royalti batu bara saat ini:
1. Tambang terbuka (open pit)
- Tingkat kalori kurang dari atau sama dengan 4.700 Kkal/kg: 3% dari harga jual per ton.
- Tingkat kalori lebih dari 4.700 hingga 5.700 Kkal/kg: 5% dari harga jual per ton.
- Tingkat kalori lebih dari atau sama dengan 5.700 Kkal/kg: 7% dari harga jual per ton.
2. Tambang bawah tanah (underground)
- Tingkat kalori kurang dari atau sama dengan 4.700 Kkal/kg: 2% dari harga jual per ton.
- Tingkat kalori lebih dari 4.700 hingga 5.700 Kkal/kg: 4% dari harga jual per ton.
- Tingkat kalori lebih dari atau sama dengan 5.700 Kkal/kg: 6% dari harga jual per ton.
Setoran royalti yang harus dibayarkan ke pemerintah suka tidak suka menjadi beban bagi dunia usaha. Bisa jadi karena beban itu dunia usaha tidak punya ruang untuk membangun fasilitas hilirisasi.
Ambil contoh setoran royalti di sejumlah emiten batu bara. Pertama PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG).
Dalam sembilan bulan pertama 2019, perseroan membayar royalti kepada pemerintah total 13,5% dari hasil produksi secara tunai. Nilainya US$ 150,24 juta.
Kedua PT Adaro Energy Tbk (ADRO). Selama periode Januari-September 2019, pembayaran royalti tercatat US$ 245,92 juta.
Ketiga adalah PT Indika Energy Tbk (INDY). Pada Januari-September 2019, pembayaran royalti kepada pemerintah berjumlah US$ 204,28 juta.
Pembayaran royalti yang lumayan besar itu akan membatasi kemampuan perusahaan untuk melakukan ekspansi. Termasuk dalam rangka hilirisasi batu bara.
Next Page
Penerimaan Negara Tergerus
Pages
Most Popular