Rencana Royalti Batu Bara Dihapus, Manfaat atau Mudarat?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
30 January 2020 11:24
Penerimaan Negara Tergerus
Ilustrasi Batu Bara (CNBC Indonesia/Wahyu Daniel)
Namun, penghapusan royalti harus dipikirkan masak-masak. Sebab, langkah ini mengandung setidaknya dua risiko besar.

Pertama, Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat (3) mengamanatkan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Artinya, pemerintah sebagai penyelenggara negara berhak dan wajib memanfaatkan berbagai sumber daya alam untuk kesejahteraan seluruh masyarakat, bukan sekadar menguntungkan pengusaha.

Kedua, pemerintah akan kehilangan salah satu sumber Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Pada 2018, PNBP dari royalti batu bara bernilai Rp 21,85 triliun.




Belum lagi pemerintah juga berencana memangkas tarif Pajak Penghasilan (PPh) Badan dalam RUU Omnibus Law Perpajakan. Ini membuat ruang fiskal semakin sempit.

Ketika pemerintah mengobral insentif yang membuat penerimaan negara berisiko turun, maka solusinya adalah mencari pembiayaan dari pasar yaitu penerbitan obligasi. Kebutuhan pembiayaan pemerintah meningkat, dan bakal bersaing dengan sektor swasta. Tercipta apa yang disebut crowding out effect.

Persaingan ini membuat kupon obligasi meninggi. Akibatnya, beban bunga yang harus dibayar pemerintah pun bertambah.

Pemerintah perlu mempertimbangkan risiko-risiko tersebut. Setiap pilihan tentu memiliki sisi plus dan minus. Tinggal dipertimbangkan dan dipilih mana yang dirasa lebih mendatangkan manfaat ketimbang mudarat.



TIM RISET CNBC INDONESIA


(aji/gus)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular