Buruh Tak Hepi & Ancam Demo Soal Omnibus Law, Ada Apa?

Arif Budiansyah, CNBC Indonesia
18 January 2020 16:43
Rancangan Omnibus Law dinilai kalangan buruh menjadikan pasar lapangan kerja semakin liberal.
Foto: Konferensi Pers KSPI (CNBC Indonesia/Arif Budiansyah)
Jakarta, CNBC Indonesia - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) berencana mengerahkan 25 ribuan anggotanya sebagai aksi menolak Omnibus Law di Gedung DPR, pada hari Senin, 20 Januari 2020. Rancangan Omnibus Law dinilai kalangan buruh menjadikan pasar lapangan kerja semakin liberal.

Muhamad Rusdi, selaku Ketua Harian KSPI menyatakan pemerintah gagal meningkatkan lapangan kerja dengan menerbitkan Omnibus Law.

"Omnibus Law Cipta Lapangan ini membuat hubungan kerja atau pasar kerja menjadi semakin fleksibel atau liberal, saat ini status pegawai tetap secara perlahan-lahan akan dikurangi terus menerus dan digantikan dengan hubungan kerja yang bersifat kontrak kemudian outsourcing dan pemagangan," kata Rusdi di konferensi pers KSPI yang diadakan di LBH Jakarta, (18/1/2020).

Lebih lanjut, Rusdi mengibaratkan kalau nantinya Omnibus Law disahkan. Maka para lulusan SMK/SMA maupun kuliah akan terjerat dengan sistem pemagangan yang dibayar hanya dengan upah bukan gaji yang konkrit.

"Kalau selama ini kita sudah memahami bahwa outsourcing atau pemagangan merugikan kaum buruh karena outsorcing itu buruh tidak dapat pesangon tidak dapat jamsos yang layak maka dengan Omnibus Law ini pemagangan akan merajalela," tegas Rusdi

"Para lulusan SMA, SMK dann kuliah, dianggap tidak punya kompetensi mereka magang dulu nanti bisa enam bulan setahun dua tahun bisa diperpanjang terus menerus seperti outsourcing. kalau ini terjadi bukan hanya nasib buruh yang hilang kesejahteraan tapi juga nasib anak bangsa ini makin tidak jelas," tambahnya.

Selain banyak poin-poin Omnibus Law yang ditolak oleh KSPI. Kenaikan iuran BPJS kesehatan pun termasuk hal yang sukar diterima.

Dalam konferensi pers KSPI, Iswan Abdullah, Direktur Eksekutif Jamkes Watch, mengatakan kalau pemerintah menaikan iuran BPJS kesehatan seakan-akan ingin mengejar keuntungan.

"Lucunya, kini pemerintah seakan-akan Membuat BPJS menjadi badan usaha yang berorientasi profit. Jika BPJS kesehatan mendapat kenaikan 100%, pertanyaannya lari kemana keuntungan yang diprediksikan triliunan itu," ungkap Iswan

Kenaikan BPJS kesehatan menjadi sorotan KSPI karena disinyalir dapat memangkas daya beli masyarakat, bermigrasinya orang dari kelas 1 dan 2 ke kelas 3, hingga banyaknya orang-orang yang tidak bisa membayar iuran tersebut.

Selain itu, ia juga menjelaskan kalau KSPI pernah berdiskusi dengan pihak terkait tentang tidak dinaikannya iuran BPJS kesehatan untuk kelas 3 yang berpotensi merugikan buruh.

"Kami pernah berdiskusi katanya pada tanggal 1 Januari, kelas tiga tidak bakal dinaikkan. Tapi nyatanya iuran malah dinaikkan," ungkap Iswan.

"Jadi pada intinya, Senin besok, kami menolak omnibus law cipta lapangan kerja dan menolak kenaika iuran bpjs kesehatan," tambahnya.

Memecah Kebuntuan
Sementara itu, pemerintah sedang memfinalisasi terobosan payung hukum Rancangan Undang-Undang (RUU) bernama omnibus law cipta lapangan kerja. Rencananya pekan depan akan diajukan ke DPR dan ditargetkan bisa tuntas dibahas selama tiga bulan.

Upaya melahirkan omnibus law untuk memecahkan kebuntuan berbagai persoalan yang selama ini menghambat, di sisi lain kebutuhan penciptaan lapangan kerja menjadi kebutuhan di tengah pengangguran yang masih tinggi.

Dalam paparan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, yang diterima CNBC Indonesia, Jumat (17/1) terdapat berbagai persoalan antara lain 7 Juta orang masih menganggur di Indonesia.

Di sisi lain setiap tahun, angkatan kerja baru justru terus bertambah sebanyak 2 Juta orang. Sedangkan jumlah Pekerja Informal mendominasi, yaitu = 74,1 juta pekerja (57,26 %) di tahun 2019, Pekerja Formal = 55,3 Juta (42,74%).

Dominasi Pekerja Informal disebabkan perkembangan ekonomi digital yang memacu wiraswasta secara online dan mandiri, serta karakteristik kaum milenial yang cenderung memilih jam kerja fleksibel.

Untuk itu pemerintah, memacu pertumbuhan ekonomi 6% atau lebih per tahun, untuk membuka lapangan kerja baru guna menampung 2 Juta Pekerja baru dan 7 Juta Pengangguran yang ada.

Sedangkan di sisi lain pertumbuhan ekonomi memerlukan investasi baru sebesar Rp 4.800 Triliun (setiap 1% pertumbuhan ekonomi, memerlukan Rp 800 Triliun).
(hps/hps) Next Article Buruh Teriak, Upah Minimun Sektoral Kini Menghilang

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular