
Internasional
Kala Pangeran Iran Muncul & Kritik Keras Ayatollah Khamenei
Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
17 January 2020 06:26

Jakarta, CNBC Indonesia - Konflik yang memuncak antara Amerika Serikat (AS) dengan Iran belakangan, menarik perhatian berbagai kalangan. Salah satunya adalah mantan Pangeran Iran Reza Pahlavi.
Pada Rabu (15/1/2020), ahli waris monarki yang digulingkan itu memperkirakan bahwa rezim ulama yang dipimpin Ayatollah Ali Khamenei akan runtuh dalam beberapa bulan lagi. Ia juga mendesak negara-negara Barat untuk tidak bernegosiasi dengan mereka.
"Hanya masalah waktu baginya untuk mencapai klimaks terakhir. Saya pikir kita berada dalam mode itu," kata Pahlavi pada sebuah konferensi pers di Washington sebagaimana dikutip CNBC International.
"Ini adalah minggu atau bulan sebelum keruntuhan total, tidak berbeda dengan tiga bulan terakhir pada 1978 sebelum revolusi," lanjutnya.
Lebih lanjut, dalam pidato di Institut Hudson ahli waris Peacock Throne itu juga menyampaikan dukungan untuk tekanan yang diberikan Presiden AS Donald Trump. Di mana presiden kontroversial itu, melakukan isolasi dan sanksi.
"Sudah lama mengakui bahwa ini bukan rezim normal dan (rezim itu) tidak akan mengubah perilakunya," kata Pahlavi.
"Rekan sebangsa saya mengerti bahwa rezim ini tidak dapat direformasi dan harus disingkirkan."
"Rakyat Iran berharap dunia menunjukkan lebih dari sekadar dukungan moral. Mereka berharap tidak akan ditindas atas nama diplomasi dan negosiasi."
Sebelumnya, tragedi jatuhnya pesawat Boeing 737-800 milik Ukraine International Airlines karena salah tembak rudal Iran membuat demonstrasi terjadi di Iran. Demo bahkan berlangsung berhari-hari di sejumlah kota, tak terkecuali Teheran.
Pesawat tersebut tertembak dua rudal Iran sesaat setelah take off. Pada saat pesawat tertembak, Iran tengah melancarkan serangan rudal ke pangkalan militer AS di Irak.
Warga yang marah meneriakkan ketidakpercayaan pada pemerintah. Bukan hanya itu mereka meminta Pemimpin Spiritual Iran Ayatollah Khamanei mundur dari jabatannya dan meninggalkan Iran.
Menanggapi hal ini, Presiden Iran Hassan Nourani meminta masyarakat Iran kembali bersatu. Ia mengatakan penembakan tersebut tak termaafkan dan meminta militer Iran meminta maaf ke publik.
Pada Rabu (15/1/2020), ahli waris monarki yang digulingkan itu memperkirakan bahwa rezim ulama yang dipimpin Ayatollah Ali Khamenei akan runtuh dalam beberapa bulan lagi. Ia juga mendesak negara-negara Barat untuk tidak bernegosiasi dengan mereka.
Lebih lanjut, dalam pidato di Institut Hudson ahli waris Peacock Throne itu juga menyampaikan dukungan untuk tekanan yang diberikan Presiden AS Donald Trump. Di mana presiden kontroversial itu, melakukan isolasi dan sanksi.
"Sudah lama mengakui bahwa ini bukan rezim normal dan (rezim itu) tidak akan mengubah perilakunya," kata Pahlavi.
"Rekan sebangsa saya mengerti bahwa rezim ini tidak dapat direformasi dan harus disingkirkan."
"Rakyat Iran berharap dunia menunjukkan lebih dari sekadar dukungan moral. Mereka berharap tidak akan ditindas atas nama diplomasi dan negosiasi."
Sebelumnya, tragedi jatuhnya pesawat Boeing 737-800 milik Ukraine International Airlines karena salah tembak rudal Iran membuat demonstrasi terjadi di Iran. Demo bahkan berlangsung berhari-hari di sejumlah kota, tak terkecuali Teheran.
Pesawat tersebut tertembak dua rudal Iran sesaat setelah take off. Pada saat pesawat tertembak, Iran tengah melancarkan serangan rudal ke pangkalan militer AS di Irak.
Warga yang marah meneriakkan ketidakpercayaan pada pemerintah. Bukan hanya itu mereka meminta Pemimpin Spiritual Iran Ayatollah Khamanei mundur dari jabatannya dan meninggalkan Iran.
Menanggapi hal ini, Presiden Iran Hassan Nourani meminta masyarakat Iran kembali bersatu. Ia mengatakan penembakan tersebut tak termaafkan dan meminta militer Iran meminta maaf ke publik.
Next Page
Siapa Sebenarnya Pahlavi?
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular