
Internasional
Pengamat: Rezim Ayatollah di Iran Terancam Kolaps
Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
14 January 2020 12:11

Jakarta, CNBC Indonesia - Iran telah dilanda berbagai tekanan sejak hubungannya dengan Amerika Serikat (AS) memanas pekan lalu. Hubungan kedua negara menegang setelah pemerintahan Presiden AS Donald Trump melancarkan serangan yang menewaskan Jendral Qasem Soleimani di Bandara Internasional Baghdad pada 3 Januari.
Hal itu diperparah kejadian salah tembak yang dilakukan pihak Iran sehingga menjatuhkan pesawat Boeing milik maskapai Ukraina. Pada Jumat lalu Iran mengaku telah secara tidak sengaja menembak pesawat Boeing 737-800 milik Ukraine International Airlines saat melakukan serangan balasan ke AS.
Pesawat yang naas itu membawa 176 penumpang. Keseluruhan penumpang yang sebagian besar warga Kanada dan Iran tewas dalam kejadian.
Hal ini memicu demonstrasi besar di negara itu. Bukan hanya di Teheran tetapi sejumlah kota lainnya.
Berdasarkan semua kekacauan ini, beberapa pengamat berpendapat ini adalah fase paling rentan, yang dihadapi rezim Republik Islam Iran, sejak berdiri di 1979.
Bahkan, penasihat keamanan nasional mantan Presiden AS Barack Obama pada tahun 2009 dan 2010, Jenderal James Jones, menyebut risiko kejatuhan rezim tidak bisa diabaikan saat ini.
"Saya pikir jarum lebih bergerak ke arah itu pada tahun lalu," tegasnya saat berbicara dengan CNBC International, awal pekan ini di Qatar.
"(Tekanan) ke arah kemungkinan itu, daripada sebelumnya, dengan kombinasi sanksi, isolasi relatif rezim, dan kemudian beberapa keputusan bencana telah dibuat - dengan asumsi bahwa kami (AS) tidak akan merespons, yang ternyata merupakan keputusan yang sangat, sangat buruk."
Bukan hanya perang dengan AS dan kasus salah tembak yang menjadi ancaman. Sanksi ekonomi dari AS memperburuk wajah pemerintah.
Sebelumnya, setelah Iran menyerang dua pangkalan militer AS di Irak Rabu lalu, AS berjanji akan memberi sanksi pada Iran. Dikatakan Jones, sanksi ini membuat keresahan masyarakat di negara tersebut.
,
Pasalnya, ini bukan sanksi pertama. Sanksi ekonomi AS sudah berlaku setelah pemerintahan Trump menarik diri dari kesepakatan nuklir 2015, di 2018 lalu.
Sanksi ini telah memperparah keadaan ekonomi negara di mana inflasi telah melampaui 40%, menurut Pusat Statistik Iran. Bahkan, tingkat pengangguran disebut akan tinggi dan ekonomi diperkirakan berkontraksi lebih dari 8% pada tahun keuangan 2019/2020.
Sanksi baru Trump, menurut Jones, akan memperburuk kondisi ekonomi yang sudah buruk selama bertahun-tahun, yang pada akhirnya berdampak pada rezim Iran.
"Jadi, mempertimbangkan pembunuhan Soleimani, menembak pesawat sipil secara tidak sengaja ditambah dengan sejumlah kerusuhan - jarum menuju kemungkinan jatuhnya rezim harus menjadi sesuatu yang dipikirkan orang. Mungkin tidak benar secara politis untuk membicarakannya, tetapi Anda harus memikirkannya," jelasnya lagi.
(sef/sef) Next Article Pengamat: Serangan Iran ke AS Berbahaya & Bisa Lepas Kendali
Hal itu diperparah kejadian salah tembak yang dilakukan pihak Iran sehingga menjatuhkan pesawat Boeing milik maskapai Ukraina. Pada Jumat lalu Iran mengaku telah secara tidak sengaja menembak pesawat Boeing 737-800 milik Ukraine International Airlines saat melakukan serangan balasan ke AS.
Pesawat yang naas itu membawa 176 penumpang. Keseluruhan penumpang yang sebagian besar warga Kanada dan Iran tewas dalam kejadian.
Berdasarkan semua kekacauan ini, beberapa pengamat berpendapat ini adalah fase paling rentan, yang dihadapi rezim Republik Islam Iran, sejak berdiri di 1979.
Bahkan, penasihat keamanan nasional mantan Presiden AS Barack Obama pada tahun 2009 dan 2010, Jenderal James Jones, menyebut risiko kejatuhan rezim tidak bisa diabaikan saat ini.
"Saya pikir jarum lebih bergerak ke arah itu pada tahun lalu," tegasnya saat berbicara dengan CNBC International, awal pekan ini di Qatar.
"(Tekanan) ke arah kemungkinan itu, daripada sebelumnya, dengan kombinasi sanksi, isolasi relatif rezim, dan kemudian beberapa keputusan bencana telah dibuat - dengan asumsi bahwa kami (AS) tidak akan merespons, yang ternyata merupakan keputusan yang sangat, sangat buruk."
Bukan hanya perang dengan AS dan kasus salah tembak yang menjadi ancaman. Sanksi ekonomi dari AS memperburuk wajah pemerintah.
Sebelumnya, setelah Iran menyerang dua pangkalan militer AS di Irak Rabu lalu, AS berjanji akan memberi sanksi pada Iran. Dikatakan Jones, sanksi ini membuat keresahan masyarakat di negara tersebut.
,
Pasalnya, ini bukan sanksi pertama. Sanksi ekonomi AS sudah berlaku setelah pemerintahan Trump menarik diri dari kesepakatan nuklir 2015, di 2018 lalu.
Sanksi ini telah memperparah keadaan ekonomi negara di mana inflasi telah melampaui 40%, menurut Pusat Statistik Iran. Bahkan, tingkat pengangguran disebut akan tinggi dan ekonomi diperkirakan berkontraksi lebih dari 8% pada tahun keuangan 2019/2020.
Sanksi baru Trump, menurut Jones, akan memperburuk kondisi ekonomi yang sudah buruk selama bertahun-tahun, yang pada akhirnya berdampak pada rezim Iran.
"Jadi, mempertimbangkan pembunuhan Soleimani, menembak pesawat sipil secara tidak sengaja ditambah dengan sejumlah kerusuhan - jarum menuju kemungkinan jatuhnya rezim harus menjadi sesuatu yang dipikirkan orang. Mungkin tidak benar secara politis untuk membicarakannya, tetapi Anda harus memikirkannya," jelasnya lagi.
(sef/sef) Next Article Pengamat: Serangan Iran ke AS Berbahaya & Bisa Lepas Kendali
Most Popular