RI Mabuk Garam Impor, Menperin Mengaku Terpaksa Impor
Efrem Siregar, CNBC Indonesia
13 January 2020 13:03

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang mengatakan, impor garam terpaksa dilakukan karena industri dalam negeri membutuhkan. Garam yang dibutuhkan untuk industri mempunyai syarat atau ketentuan yang tinggi.
"Selama pasokan garam dan gula untuk industri yang mempunyai requirement (persyaratan) tinggi untuk produk produknya mau tidak mau terpaksa kita harus impor, karena kita tidak boleh mematikan industri itu sendiri hanya karena tidak mempunyai bahan baku," kata Menperin Agus Gumiwang di kantornya, Senin (13/1).
Ia bilang impor garam mau tidak mau harus dilakukan bersama komoditas lain karena kebutuhan untuk industri nyata, termasuk impor gula.
"Tetapi ada kesadaran, ada political will dari kami impor garam dan gula semakin lama semakin berkurang," katanya.
Namun, kenyataannya tak semudah diucapkan oleh Agus. Pada 2019, pemertintah sudah memberikan izin impor garam sebanyak 2,75 juta ton. Sedangkan pada tahun ini mencapai 2,92 juta ton atau alokasi impornya naik 6%.
Agus mengatakan selama ini produksi garam lokal masih terkendala soal kualitas dan kapasitas produksi. Untuk soal kualitas, untuk garam konsumsi, kadar NaCl harus sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) yaitu mengandung kadar NaCl diatas 94,7% dan untuk garam industri, kadar NaCl harus di atas 97%.
"Misalnya untuk garam sendiri nilai ekonomis ladang garam paling sedikit nilai ekonomis seusai keinginan industri NaCL minim 98 98%, itu requirement pihak industri," katanya.
Agus mengatakan pemerintah pada dasarnya ingin Indonesia tak lagi mengimpor garam, tapi butuh proses untuk pembenahan produksi garam rakyat yang mendominasi produksi garam lokal. Pada 2019, total produksi garam nasional sejumlah 2.089.824,25 ton yang terdiri dari 1.743.580,25 ton produksi garam rakyat dan 346.244 ton produksi BUMN PT Garam.
"Setelah kami pelajari dengan luas lahan 100 ha minimal dengan cara-cara untuk menghitung kimiawinya itu akan menghasilkan garam-garam yang kadar NaCL 98-99 persen sehingga bisa diserap industri dalam negeri sehingga tidak perlu lagi impor," katanya.
Catatan Badan Pusat Statistik (BPS), impor garam dalam kurun waktu lima tahun terakhir naik signifikan. Total volume impor garam pada 2014 misalnya, 'hanya' 2,268 juta ton lalu pada 2018 mencapai 2,839 juta ton.
Nilai impornya justru tak mengalami kenaikan, karena faktor perkembangan harga. Pada 2014 nilai impor garam mencapai US$ 104,346 juta, lalu pada 2018 sebesar US$ 90,615 juta atau sekitar Rp 1,2 triliun.
(hoi/hoi) Next Article Ini Alasan RI Belum Juga Bebas dari Cengkeraman Garam Impor!
"Selama pasokan garam dan gula untuk industri yang mempunyai requirement (persyaratan) tinggi untuk produk produknya mau tidak mau terpaksa kita harus impor, karena kita tidak boleh mematikan industri itu sendiri hanya karena tidak mempunyai bahan baku," kata Menperin Agus Gumiwang di kantornya, Senin (13/1).
Ia bilang impor garam mau tidak mau harus dilakukan bersama komoditas lain karena kebutuhan untuk industri nyata, termasuk impor gula.
Namun, kenyataannya tak semudah diucapkan oleh Agus. Pada 2019, pemertintah sudah memberikan izin impor garam sebanyak 2,75 juta ton. Sedangkan pada tahun ini mencapai 2,92 juta ton atau alokasi impornya naik 6%.
Agus mengatakan selama ini produksi garam lokal masih terkendala soal kualitas dan kapasitas produksi. Untuk soal kualitas, untuk garam konsumsi, kadar NaCl harus sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) yaitu mengandung kadar NaCl diatas 94,7% dan untuk garam industri, kadar NaCl harus di atas 97%.
"Misalnya untuk garam sendiri nilai ekonomis ladang garam paling sedikit nilai ekonomis seusai keinginan industri NaCL minim 98 98%, itu requirement pihak industri," katanya.
Agus mengatakan pemerintah pada dasarnya ingin Indonesia tak lagi mengimpor garam, tapi butuh proses untuk pembenahan produksi garam rakyat yang mendominasi produksi garam lokal. Pada 2019, total produksi garam nasional sejumlah 2.089.824,25 ton yang terdiri dari 1.743.580,25 ton produksi garam rakyat dan 346.244 ton produksi BUMN PT Garam.
"Setelah kami pelajari dengan luas lahan 100 ha minimal dengan cara-cara untuk menghitung kimiawinya itu akan menghasilkan garam-garam yang kadar NaCL 98-99 persen sehingga bisa diserap industri dalam negeri sehingga tidak perlu lagi impor," katanya.
Catatan Badan Pusat Statistik (BPS), impor garam dalam kurun waktu lima tahun terakhir naik signifikan. Total volume impor garam pada 2014 misalnya, 'hanya' 2,268 juta ton lalu pada 2018 mencapai 2,839 juta ton.
Nilai impornya justru tak mengalami kenaikan, karena faktor perkembangan harga. Pada 2014 nilai impor garam mencapai US$ 104,346 juta, lalu pada 2018 sebesar US$ 90,615 juta atau sekitar Rp 1,2 triliun.
(hoi/hoi) Next Article Ini Alasan RI Belum Juga Bebas dari Cengkeraman Garam Impor!
Most Popular