Selain Perang Dunia 3, Ini Tiga Risiko Lain Bagi Ekonomi 2020

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
08 January 2020 07:43
Ini Risiko Laten dalam Perekonomian AS dan China
Foto: Cover Headline/ E-Commerce/ Edward Ricardo

Risiko ketiga berada di AS, yakni kian membengkaknya kredit rumah tangga. Dalam laporan The Fed New York per September 2019, utang agregat rumah tangga AS tercatat naik US$92 miliar pada kuartal III-2019, menjadi US$ 13,95 triliun. Ini merupakan kenaikan selama 20 kuartal berturut-turut.

Dalam lima tahun terakhir, ada penambahan sebesar US$ 1,3 triliun. Angka itu melampaui rekor tertinggi yang dicetak pada kuartal ketiga 2008 senilai US$ 12,7 triliun. Kredit konsumtif non KPR membengkak hingga US$ 64 miliar, mengalahkan kenaikan KPR sebesar US$ 31 miliar.

Dari situ, laporan berjudul “Household Debt and Credit” mencatat nilai utang berbasis kartu kredit mencapai US$1 triliun, juga melampaui level tertingginya pada tahun 2008. Perlu dicatat, pada 2007-2008 AS mengalami krisis keuangan akibat pecahnya gelembung subprime mortgage loan.

Secara bersamaan, tingkat tunggakan kartu kredit mencapai level tertinggi 4 tahun, yakni US$ 667 miliar, atau 4,8% dari total kredit rumah tangga di AS. Sebanyak 63,6% (US$ 424 miliar) berstatus bahaya (menunggak hingga 90 bulan). Sementara itu, suku bunga kartu kredit menyentuh level tertinggi sepanjang masa, sehingga memperberat beban pengangsur.

PAGI-SelainPerangTeluk2,IniTiga Risiko Lain Bagi Ekonomi 2020Foto: Sumber: The Fed New York

Jika persoalan kredit rumah tangga tersebut kian membengkak hingga pecah akibat tekanan ekonomi AS, maka dampaknya akan menular ke sistem keuangan global. Harap dicatat konsumsi rumah tangga menyumbang 60% produk domestik Negara Sam tersebut.

Risiko keempat terletak di China, yakni tingkat utang korporasi swasta Negeri Panda tersebut. Akhir tahun lalu, dua perusahaan pemeringkat global Fitch Ratings dan Moody’s menyebutkan bahwa tingkat utang korporasi di China mulai berada di level yang mengkhawatirkan.

Menurut Fitch, perusahaan swasta di China mencatatkan gagal bayar utang korporasi dengan laju yang cepat. Meski masih sejalan dengan arah sistem keuangan dan perekonomian, Ekonom Kepala Moody’s Mark Zandi menilai utang mereka berada di posisi risiko yang besar.

“Saya akan menunjuk utang korporasi China sebagai ancaman terbesar,” tuturnya sebagaimana dikutip CNBC International, Selasa (17/12/2019). “Kami melihat ada kenaikan signifikan pembiayaan berbasis leverage, memberikan utang untuk perusahaan yang sudah memikul kewajiban tinggi sehingga rentan ketika ekonomi melambat.”

Dalam 11 bulan pertama 2019, 4,9% utang korporasi swasta di China mengalami gagal bayar (default). Angka ini mengalami tren kenaikan dibandingkan posisi 2014 yang hanya sebesar 0,6%. Di sisi lain, 80% utang berdenominasi asing dilakukan oleh swasta, yang lebih rentan dibandingkan dengan BUMN.

Persoalan utang tinggi di kalangan pelaku usaha China ini sebenarnya sudah terdeteksi sejak tahun 2017 tetapi upaya untuk mengurangi risikonya terkendala oleh perang dagang yang dilancarkan AS.

TIM RISET CNBC INDONESIA (ags)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular