Miris! Belanja Negara Jauh dari Kata Produktif

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
07 January 2020 13:37
Belanja Kementerian/Lembaga (K/L) masih jauh dari kata produktif karena masih dialokasikan untuk belanja konsumtif.
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Belanja Kementerian dan Lembaga (K/L) 2019 tumbuh dibanding tahun sebelumnya. Namun, masih banyak anggaran yang dialokasikan untuk belanja pegawai dan belanja barang sementara porsi belanja produktif malah berkurang.

Berdasarkan laporan realisasi APBN 2019, belanja K/L mencapai Rp 876 triliun atau 102,4% dari target. Jumlah tersebut juga lebih besar ketimbang tahun 2018 yaitu Rp 846.6 triliun atau tumbuh 3,5%.

Namun apakah belanja pemerintah pusat terutama K/L ini sudah produktif? Mari tilik satu per satu.

K/L mengalokasikan anggaran untuk belanja beberapa hal seperti belanja pegawai, belanja barang, belanja modal dan bantuan sosial. Pertama dari pos belanja pegawai. Pos ini merupakan belanja K/L untuk gaji, tunjangan dan peningkatan kualitas pelayanan publik.

Sejak Presiden Joko Widodo menjabat, anggaran ini terus tumbuh. Pada awal 2015 anggaran K/L untuk pos ini sebesar Rp 186,5 triliun. Pada 2019 anggaran ini mencapai Rp 248,9 triliun. Artinya pos ini tumbuh 7,5% per tahun (CAGR).



Pos yang kedua adalah belanja barang. Pos ini menunjukkan belanja K/L untuk membeli berbagai barang untuk kebutuhan operasional seperti peralatan kantor, perjalanan dinas, sewa konsultan dan sebagainya. Pos ini juga mengalami pertumbuhan 9,3% per tahun (CAGR).



Untuk pos yang ketiga merupakan pos belanja modal. Pos ini menunjukkan alokasi belanja K/L untuk berbagai proyek strategis nasional di bidang infrastruktur misalnya seperti pembangunan jalan dan jembatan. Pada 2015 belanja modal tercatat mencapai Rp 215,4 triliun.

Setelah itu belanja modal mengalami fluktuasi sebelum akhirnya pada 2019 jumlahnya hanya Rp 180,9 triliun. Artinya dengan fluktuasi yang ada pertumbuhan rata-rata per tahun untuk pos ini -4,3% (CAGR).



Untuk pos yang terakhir yaitu pos bantuan sosial. Pos ini dialokasikan antara lain untuk peningkatan manfaat PKH, pemberian bahan pangan non-tunai hingga penanganan bencana. Pos ini juga mengalami pertumbuhan 3,9% per tahun (CAGR).



Artinya belanja K/L masih belum bisa dikatakan produktif, karena belanja masih banyak dialokasikan untuk yang sifatnya konsumtif seperti belanja pegawai dan belanja barang. Porsi keduanya dari tahun ke tahun lebih dari 60% dari total anggaran belanja K/L.

Bukan berarti belanja pegawai dan belanja barang tak memiliki kontribusi positif untuk ekonomi. Ketika pegawai diikutsertakan dalam pelatihan sehingga dapat meningkatkan kemampuan dan produktivitas naik memang berkontribusi positif.

Memang ada harapan dengan belanja tersebut terjadi trickle down effect. Misal seorang abdi negara yang melakukan perjalanan dinas dapat menggerakkan sektor transportasi, restoran, dan perhotelan. Namun dampak langsungnya masih lebih kecil dibanding belanja modal.

Menurut kajian Bank Indonesia (BI), setiap 1% tambahan pengeluaran pemerintah berbasis konsumsi akan meningkatkan output perekonomian sebesar 0,03% dalam jangka panjang.  

Sementara untuk pengeluaran berbasis investasi seperti belanja modal, setiap peningkatan 1% akan menambah output ekonomi 0,2% dalam jangka panjang. Jadi dampak belanja negara akan lebih besar dirasakan oleh rakyat jika pemerintah lebih rajin berinvestasi, bukan cuma mengonsumsi. 

TIM RISET CNBC INDONESIA


(twg/twg) Next Article 10 Kementerian/Lembaga Dengan Anggaran Jumbo

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular