Internasional
Ini Kisah Konflik Hampir 7 Dekade AS-Iran
Tirta Citradi, CNBC Indonesia
07 January 2020 06:15

Jakarta, CNBC Indonesia - Hubungan Amerika Serikat (AS) dengan Iran memanas setelah Pimpinan Militer tertinggi Iran Qasem Soleimani dikabarkan tewas dalam serangan udara yang diluncurkan oleh AS. Hubungan AS-Iran memang tak pernah berjalan mulus sejak dulu.
Jumat (3/1/2020) jadi hari bersejarah baru bagi hubungan AS-Iran. Orang nomor dua di Iran yaitu Qasem Soleimani selaku pimpinan militer tertinggi Quds Force dikabarkan tewas dalam serangan drone yang diluncurkan AS.
Bersama Soleimani, wakil komandan Popular Mobilization Force (PMF) Abu Mahdi al-Muhandis juga dikabarkan tewas akibat serangan tersebut di sekitar Bandara Internasional Baghdad.
Siang setelah kabar tersebut berembus, Pentagon mengeluarkan sebuah keterangan resmi yang mengatakan serangan tersebut merupakan arahan Presiden AS Donald Trump.
Sepanjang musim semi dan musim panas, Iran terus meluncurkan serangan pada berbagai kapal tanker pengangkut minyak yang melewati kawasan Teluk Persia.
Bahkan AS juga menuding Iran berada di balik serangan terhadap fasilitas kilang minyak Saudi Aramco di Abqaiq dan Khurais yang membuat pasokan minyak dunia terpangkas hingga 5% pada September lalu.
"Atas arahan Presiden, militer AS telah mengambil tindakan defensif yang diperlukan untuk melindungi personil AS di luar negeri dengan membunuh Qasem Soleimani," tulis Pentagon dalam keterangan resminya. "Jenderal Soleimani secara aktif mengembangkan rencana untuk menyerang para diplomat dan personel militer AS di Irak dan seluruh kawasan regional," jelas Pentagon.
Langkah tersebut diambil oleh Trump tanpa persetujuan kongres. Konfrontasi kembali terjadi setelah serangan yang terjadi pada Desember di pangkalan militer yang berbasis di Irak menewaskan warga negara AS.
Atas sikap tersebut, AS menyalahkan pasukan Irak yang dibekingi Iran dan menyerang balik pangkalan kelompok tersebut di Iraq. Sebagai balasannya, kelompok tersebut mendatangi kedutaan besar AS di Baghdad.
Hubungan AS dan Iran memang rumit. Melalui dinamika naik turun yang diwarnai dengan gejolak dan tensi politik yang tinggi selama hampir 70 tahun. Di masa kepemimpinan Trump, hubungan AS-Iran mulai mengendur.
Pada lawatan pertamanya ke Arab Saudi Mei 2017, Presiden Donald Trump menyampaikan pidato sepanjang 30 menitnya dan mengklaim Iran sebagai negara yang bertanggungjawab atas munculnya ekstrimis di berbagai wilayah terutama di Riyadh.
Setahun setelah lawatannya tersebut, Trump ogah menandatangani perjanjian nuklir dengan Iran alias mundur. Sanksi ekonomi pun kembali dikenakan.
Trump berkeyakinan bahwa perjanjian tersebut tak akan berdampak apa-apa. Perjanjian tersebut tak mampu membatasi program misil balistik nuklir Iran maupun agresi yang diluncurkan ke wilayah sekitarnya.
Pada April 2019, AS untuk pertama kalinya melabeli pasukan militer sebuah negara yaitu Islamic Revolutionary Guard dengan sebutan "organisasi teroris". Sebulan setelahnya, Iran mengumumkan pihaknya akan melonggarkan beberapa pembatasan yang diberlakukan pada program nuklirnya.
Jumat (3/1/2020) jadi hari bersejarah baru bagi hubungan AS-Iran. Orang nomor dua di Iran yaitu Qasem Soleimani selaku pimpinan militer tertinggi Quds Force dikabarkan tewas dalam serangan drone yang diluncurkan AS.
Bersama Soleimani, wakil komandan Popular Mobilization Force (PMF) Abu Mahdi al-Muhandis juga dikabarkan tewas akibat serangan tersebut di sekitar Bandara Internasional Baghdad.
Bahkan AS juga menuding Iran berada di balik serangan terhadap fasilitas kilang minyak Saudi Aramco di Abqaiq dan Khurais yang membuat pasokan minyak dunia terpangkas hingga 5% pada September lalu.
"Atas arahan Presiden, militer AS telah mengambil tindakan defensif yang diperlukan untuk melindungi personil AS di luar negeri dengan membunuh Qasem Soleimani," tulis Pentagon dalam keterangan resminya. "Jenderal Soleimani secara aktif mengembangkan rencana untuk menyerang para diplomat dan personel militer AS di Irak dan seluruh kawasan regional," jelas Pentagon.
Langkah tersebut diambil oleh Trump tanpa persetujuan kongres. Konfrontasi kembali terjadi setelah serangan yang terjadi pada Desember di pangkalan militer yang berbasis di Irak menewaskan warga negara AS.
Atas sikap tersebut, AS menyalahkan pasukan Irak yang dibekingi Iran dan menyerang balik pangkalan kelompok tersebut di Iraq. Sebagai balasannya, kelompok tersebut mendatangi kedutaan besar AS di Baghdad.
Hubungan AS dan Iran memang rumit. Melalui dinamika naik turun yang diwarnai dengan gejolak dan tensi politik yang tinggi selama hampir 70 tahun. Di masa kepemimpinan Trump, hubungan AS-Iran mulai mengendur.
Pada lawatan pertamanya ke Arab Saudi Mei 2017, Presiden Donald Trump menyampaikan pidato sepanjang 30 menitnya dan mengklaim Iran sebagai negara yang bertanggungjawab atas munculnya ekstrimis di berbagai wilayah terutama di Riyadh.
Setahun setelah lawatannya tersebut, Trump ogah menandatangani perjanjian nuklir dengan Iran alias mundur. Sanksi ekonomi pun kembali dikenakan.
Trump berkeyakinan bahwa perjanjian tersebut tak akan berdampak apa-apa. Perjanjian tersebut tak mampu membatasi program misil balistik nuklir Iran maupun agresi yang diluncurkan ke wilayah sekitarnya.
Pada April 2019, AS untuk pertama kalinya melabeli pasukan militer sebuah negara yaitu Islamic Revolutionary Guard dengan sebutan "organisasi teroris". Sebulan setelahnya, Iran mengumumkan pihaknya akan melonggarkan beberapa pembatasan yang diberlakukan pada program nuklirnya.
Next Page
Dulu Pernah Romantis
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular