Nasib Sedih Buruh 2020: Diserbu Pekerja Asing & Upah per Jam

Ferry Sandi, CNBC Indonesia
29 December 2019 13:30
Nasib Sedih Buruh 2020: Diserbu Pekerja Asing & Upah per Jam
Foto: Demo buruh di di kantor Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), Jalan Gatot Soebroto, Jakarta, Kamis (31/10/2019). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Menjelang tahun baru 2020, kebijakan seputar nasib dan hidup buruh sedang digodok pemerintah. Mulai dari rencana upah per jam, sampai terbukanya keran pekerja asing.

Buruh harus lebih bersiap dalam menghadapi persaingan antar pekerja. Pasalnya, pemerintah akan mempermudah perizinan TKA (tenaga kerja asing) untuk masuk ke dalam negeri. Yakni melalui RUU Omnibus Law soal Cipta Lapangan Kerja.

Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah mengatakan masih mendengarkan masukan dari kalangan pengusaha dan buruh untuk membuat aturan yang dimaksud. Ia menegaskan tetap ada batasan.

"Prinsip TKA kan ada beberapa persyaratan, siapa yang boleh, siapa yang bisa mendapatkan, itu ada ketentuannya," ucap Ida di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin (23/12/2019).

[Gambas:Video CNBC]



Ia beralasan bahwa tujuan RUU Cipta Lapangan Kerja melalui adalah masuknya investasi sehingga bisa menghasilkan lapangan kerja.

"Kemenaker ada beberapa inventarisir isu ketenagakerjaan. Kapan disampaikan? Nanti akan kami sampaikan pada deadline yang diberikan Pak Menko. Sabar dulu, kami masih mendengar dan menginventarisir," kata Ida.



Pemerintah rencananya akan menyerahkan RUU Cipta Lapangan Kerja lewat omnibus law kepada DPR RI pada Januari 2020. Hal ini menimbulkan kecemasan pada sebagian kalangan manakala aturan itu akan menimbulkan persaingan kepada tenaga kerja lokal.

Namun, dugaan ini dibantah Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia. Menurutnya, tenaga kerja lokal tetap diprioritaskan. Pemakaian TKA tetap mengacu pada UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan dan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan.

"UU Ketenagakerjaan kita menyebut bahwa TKA yang boleh masuk yang memiliki skill tinggi. Ada jabatan tertentu. Kita sudah atur, hanya persyaratannya [izin masuk TKA] dipermudah. Contoh kalau mendapat visa sekian lama mungkin diperpendek," kata Bahlil saat jumpa pers akhir tahun, Jakarta, Jumat (27/12/2019).

Untuk TKA di konstruksi misalnya, dalam Kepmenaker 228/2019 tentang Jabatan Tertentu yang Dapat Diduduki oleh Tenaga Kerja Asing, ditentukan terdapat 181 jabatan yang bisa diisi oleh Tenaga Kerja Asing, mulai dari Manajer, Ahli Geofisika, Ahli Geokimia, Ahli Tehnik hingga Arsitek, Tenaga Survei dan Topografer.

Usulan kemudahan TKA masuk ke Indonesia juga sebelumnya disampaikan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dalam paparan akhir tahun di kantor Kemenko Perekonomian, Jumat pekan lalu (20/12/2019).

"Nantinya, TKA itu nantinya bisa masuk tanpa melewati proses panjang. Selama ini TKA kerap kesulitan mendapatkan izin Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) dengan UU Imigrasi," katanya.




Bukan hanya serangan dalam bersaing menghadapi pekerja asing, buruh juga harus dilema menghadapi wacana aturan lainnya. Yakni sistem pengupahan yang tidak lagi hitungan bulan, namun dirubah menjadi per jam. Sistem pengupahan yang berlaku di Indonesia saat ini adalah upah bulanan.

Airlangga menuturkan jika pembahasan mengenai hal ini sudah dikomunikasikan dengan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo). Melalui komunikasi ini juga dibicarakan pengaturan tenaga kerja asing.

"Kesepakatan kerja dan tentu hak pekerja dijamin dan terkait jenis pengupahannya untuk berbasis jam kerja dan harian," ujar Airlangga.

Memang, komposisi tim yang membahas Omnibus Law juga menjadi sorotan. Mayoritas diisi kalangan pengusaha yang menimbulkan anggapan adanya kedekatan penguasa dan pengusaha.

Ekonom senior INDEF Faisal Basri menganggap Omnibus Law bisa menjadi bias yang menguntungkan dunia usaha. Kepentingan buruh dan daerah hampir tidak ada, menurutnya. Jika begitu, Faisal memandang ini bisa menimbulkan gejolak.



"Tidak ada kepentingan buruh yang terwakili dalam proses pembuatan ini. Tidak ada kepentingan daerah, tadi dalam rapat daerah disampaikan," ujar Faisal.

Terkait hal ini, para serikat buruh angkat bicara terkait rencana ini. Melalui sistem pengupahan berbasis per jam, menurutnya pekerja tidak mendapatkan kepastian. "Buruh menolak omnibus law. Termasuk di dalamnya yang mengatur fleksibilitas jam kerja," kata Ketua Departemen Komunikasi dan Media KSPI, Kahar S Cahyono kepada CNBC Indonesia, Senin (23/12/2019).

Serikat buruh menyampaikan jika pihaknya membutuhkan kepastian kerja dan pendapatan kerja. Sehingga buruh bisa menentukan rencana kehidupannya, waktu untuk bekerja, beristirahat, dan bermasyarakat.

"Jam kerja yang saat ini diatur yakni 8 jam sehari atau 40 jam seminggu masih relevan. Termasuk aturan mengenai hak istirahat dan hak cuti," katanya.

Akan tetapi konsep pengupahan per jam di Indonesia masih menjadi barang asing. Berbeda dengan negara-negara maju seperti Amerika Serikat (AS) pengupahan per jam adalah barang yang lazim dan menjadi indikator utama.

Berkaca ke Negeri Paman Sam, pada November 2019, upah pekerja non-pertanian adalah US$ 28,29 per jam. Naik 0,2% dibandingkan bulan sebelumnya dan 3,1% secara YoY. Data ini begitu diperhatikan Bank Sentral AS (The Federal Reserve/The Fed).

Ketika pertumbuhan upah melambat, artinya aktivitas produksi tengah lesu. Berkurangnya output menandakan pertumbuhan ekonomi tengah melambat. Kondisi ini menjadi salah satu pertimbangan dalam menentukan kebijakan moneter.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular