Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja Demi Pengusaha, Pak Luhut?

Ferry Sandi, CNBC Indonesia
24 December 2019 19:19
Simak penjelasan Luhut di kantor Kemenko Marves, Senin (23/12/2019) malam.
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC IndonesiaMenteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Jenderal TNI (Purn) Luhut Binsar Pandjaitan membantah tudingan ekonom Faisal Basri yang menyebut omnibus law cipta lapangan kerja terlalu pro pengusaha. Menurut dia, tudingan Faisal tidak benar.

"Kita aja yang udah bego selama ini. Yah karena kita punya ukuranlah. Parameter gimana parameter itu negara-negara tetangga kita seperti itulah plus minus," kata Luhut di kantor Kemenko Marves, Jakarta, Senin (23/12/2019) malam.

Ia juga menekankan pemerintah berupaya menjaga keseimbangan antara dua sisi sekaligus, baik kepentingan pengusaha maupun kepentingan buruh.

"Gak ada kita yang pengen terlalu agresif itu juga gak ada. Kita juga kan gak mau jual negara kita juga. Jadi kita buat itu yang wajar," kata Luhut.

Sebelumnya, ekonom senior INDEF Faisal Basri menilai omnibus law Cipta Lapangan Kerja perlu dikaji secara komprehensif. Apalagi, menurut Faisal, gaung suara buruh nyaris tak terdengar dalam membahas RUU tersebut.

Saat ini, tim Satgas Omnibus Law yang diketuai Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Rosan Perkasa Roeslani hanya beranggotakan kalangan pengusaha, akademisi, jajaran pemerintah dan praktisi.

"Tidak ada kepentingan buruh yang terwakili dalam proses pembuatan ini," kata Faisal pekan lalu dalam sebuah diskusi.



Salah satu poin yang mencolok berkaitan penghitungan pengupahan tenaga kerja. Jam kerja dan pengupahan buruh mengalami perubahan menjadi fleksibel. Di samping itu, besaran upah dihitung berdasarkan basis jam kerja dan harian.

"Kesepakatan kerja dan tentu hak pekerja dijamin dan terkait jenis pengupahannya untuk berbasis jam kerja dan harian. Jadi kita akan memberikan fleksibilitas, termasuk definisi jam kerja," kata Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Jumat (20/12/2019).

Namun, rencana itu langsung diprotes kalangan buruh. Ketua Departemen Komunikasi dan Media KSPI, Kahar S Cahyono mengatakan buruh membutuhkan kepastian kerja dan kepastian pendapatan. Dengan demikian, buruh bisa merencanakan kehidupannya, kapan bekerja, beristirahat, dan bermasyarakat.

"Jam kerja yang saat ini diatur, yakni 8 jam sehari atau 40 jam seminggu masih relevan. Termasuk aturan mengenai hak istirahat dan hak cuti," katanya.

[Gambas:Video CNBC]


(miq/miq) Next Article Airlangga Pede UU Omnibus Law Kelar dalam 3 Bulan

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular