Erick Wajibkan BUMN Utamakan Produk Lokal, Siapa Untung?

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
20 December 2019 15:34
Erick Wajibkan BUMN Utamakan Produk Lokal, Siapa Untung?
Foto: Menteri BUMN Erick Thohir (CNBC Indonesia/Monica Wareza)
Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) resmi merilis peraturan menteri BUMN Nomor PER-08/MBU/12/2019 tentang pedoman umum pelaksanaan pengadaan barang dan jasa BUMN.

Aturan tersebut mewajibkan pengguna barang dan jasa untuk mengutamakan penggunaan produksi dalam negeri, rancang bangun, dan perekayasaan nasional, serta perluasan kesempatan bagi usaha kecil, sepanjang kualitas, harga, dan tujuannya dapat dipertanggungjawabkan.



Pengguna barang dan jasa dapat memberikan preferensi penggunaan produksi dalam negeri dengan tetap mengindahkan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku.



Terkait dengan penggunaan produksi dalam negeri di Pasal 8 disebutkan, direksi BUMN membentuk Tim Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) guna memonitor dan memastikan penggunaan komponen dalam negeri dalam pengadaan barang dan jasa.

Peraturan tersebut diharapkan mampu memberi dampak positif untuk industri tanah air. Salah satu industri yang diuntungkan adalah industri baja. Di periode yang kedua ini Presiden Joko Widodo (Jokowi) masih akan melanjutkan agenda strategisnya yaitu pembangunan infrastruktur.

Ketika infrastruktur masih masif dibangun, maka kebutuhan akan baja terdongkrak. Pasalnya untuk membangun berbagai infrastruktur strategis mulai dari rel kereta, konstruksi bangunan dan perumahan serta agrikultur, baja merupakan bahan dasarnya.
Industri Baja RI 'Untung' Karena Permen BUMN Terbaru, Yakin?Sumber : Indonesian Iron & Steel Industry Association (IISIA)

Prioritas Jokowi untuk melanjutkan infrastruktur di periode keduanya tercermin dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2020. Pemerintahan Jokowi menganggarkan dana sebesar Rp 423,3 triliun untuk infrastruktur. Jumlahnya naik 5,9% dibanding anggaran tahun 2019.



Sasaran target untuk pembangunan infrastruktur di tahun 2020 antara lain pembangunan konektivitas 486 km, pembangunan 3 unit bandara baru, bendungan 49 unit, pembangunan dan rehabilitasi jembatan sepanjang 19.014 m, tak ketinggalan pembangunan rel kereta dan rumah.

Sejauh ini BUMN karya banyak ditugaskan untuk berbagai proyek pembangunan infrastruktur. Jika BUMN masih mendominasi di berbagai proyek infrastruktur maka kebutuhan baja akan banyak diserap dalam proyek strategis ini.

Dengan adanya permen tersebut artinya industri baja tanah air juga akan diuntungkan dan ikut terdorong. Kalau membahas baja, sebenarnya konsumsi baja tanah air masih relatif rendah dibanding negara tetangga lho.
Menurut data Asosiasi Industri Baja tanah air (IISIA), konsumsi baja dalam negeri tahun lalu mencapai 15,1 juta ton. Jumlah tersebut 17,1% dari tahun 2014 yang hanya 12,9 juta ton.

Data lain menurut World Steel Association, konsumsi produk baja final per kapita Indonesia berada di angka 56 kg di tahun 2018, sedangkan tetangganya seperti Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand dan Vietnam bisa mencapai 101-504 kg.

Ke depan hingga 2024 IISIA memperkirakan konsumsi baja tanah ari dapat mencapai 22,7 juta ton. Proyek pembangunan ibu kota baru di tanah Borneo juga turut mendongkrak kebutuhan baja dalam negeri.

Mengacu pada data World Steel Association, pada 2017 Indonesia merupakan negara net importir baja. Di tahun tersebut Indonesia secara bersih mengimpor 11 juta ton baja dengan total net impor sebesar 8,7 juta ton. Artinya RI lebih banyak impor baja ketimbang ekspor.

Artinya peningkatan kapasitas untuk memenuhi kebutuhan baja tanah air terutama untuk mendukung program pembangunan infrastruktur menjadi salah satu agenda prioritas. Peningkatan kapasitas tentunya membutuhkan belanja modal yang tak sedikit.

Mengutip Fastmarkets, saat ini perusahaan baja Korea Selatan, Posco juga menyatakan minatnya untuk berinvestasi tambahan US$ 4 miliar ke PT Krakatau Posco, sebuah perusahaan patungan PT Krakatau Steel, untuk meningkatkan kapasitas pembuatan baja menjadi 10 juta ton per tahun pada tahun 2025.

Juga akan ada kapasitas tambahan tahun depan untuk 3,5 juta ton per tahun billet baja, slab, rebar dan batang kawat dari PT Dexin Steel Indonesia sebuah pabrik baja yang didukung Tiongkok di provinsi Sulawesi Tengah, yang dapat meningkatkan volume ekspor baja Indonesia.

"[PT Dexin Steel Indonesia] akan lebih kompetitif sebagai eksportir daripada menjual ke pasar domestik Indonesia karena biaya pengiriman dari Sulawesi ke Jawa sekitar $ 25-30 per ton. Biaya itu lebih tinggi daripada biaya pengiriman ke Malaysia dan Rusia yang hanya US$ 15 – US$ 25 per ton." Kata salah satu produsen baja di Indonesia, melansir Fastmarkets

Sinosteel Corp perusahaan baja milik negara China juga sedang menjajaki investasi senilai US$ 2,7 miliar dolar untuk membangun pabrik baja di Tarakan, Kalimantan Utara.

“Proyek ini berlokasi strategis karena dapat memasok pengembangan infrastruktur baru di pulau yang sama, ke Jawa di barat dan juga bagian lain dari negara di timur sementara juga menjadi kompetitif sebagai eksportir karena kedekatannya dengan negara-negara berkembang lainnya di Asia Tenggara, ”kata seorang sumber, seperti yang diwartakan Fastmarkets.

Melihat fakta di atas, maka industri baja tanah air juga perlu didorong untuk tumbuh dan berinovasi terutama agar menerapkan strategi cost leadership. Sehingga suplai baja untuk kebutuhan dalam negeri bisa dipasok sendiri tanpa harus kebanjiran impor yang akan mematikan industri baja tanah air.

Tantangan ini perlu disikapi benar oleh para pemangku kepentingan serta pengusaha. Hal yang diharapkan tentu di tengah masifnya pembangunan infrastruktur seperti sekarang ini, industri baja lokal dapat turut serta berpartisipasi dan memiliki daya saing tinggi sehingga tidak perlu takut akan berbagai gempuran yang ada.


TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular