Akhir Tahun 2019, Apa Kabar Progres 35 Ribu MW?

Anisatul Umah, CNBC Indonesia
20 December 2019 13:19
Sampai akhir 2019, sebanyak 1000 MW proyejk 35.000 MW beroperasi.
Foto: Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Jatigede 2 x 55 MW (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Jakarta, CNBC Indonesia - Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Utama PT PLN (Persero) Sripeni Inten Cahyani mengatakan sekitar tahun 2020 - 2021 proyek pembangunan pembangkit listrik 35.000 MW sudah konstruksi sebesar 23.000 MW atau sekitar 65%.

"Selesaikan 23.000 MW atau 65% dari 35.000 MW pembangkit yang saat ini pipelinenya konstruksi," ungkapnya dalam Diskusi Kesiapan PLN dalam Melistriki Industri Smelter di Kantor Ditjen Ketenagalistrikan, Jumat, (20/12/2019).

Lebih lanjut dirinya mengatakan akhir tahun 2019 sekitar 1.000 MW Commercial Operation Date (COD). "Sampai tahun 2028 di dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2019-2028 akan menambah 50 GW kita akan tambah dengan bauran fuel mixnya dengan naikin energi baru terbarukan (ebt)," imbuhnya.

Sebelumnya Sripeni mengatakan beberapa kendala yang dihadapi dalam membangun pembangkit Megaproyek 35.000 Megawatt salah satunya adalah pembebasan lahan.





Kendati demikian, Sripeni mengaku telah menemukan solusinya terkait pembebahasan lahan. Di mana PLN melakukan kontrak kerja sama kerja atau MoU dengan Kementerian Kementerian Agraria dan Tata Ruang Republik Indonesia (ATR) atau BPN.

"Di mana para Kanwil dari BPN ini yang akan melakukan penyelesaian lahan. Ini sumber yang cukup panjang, kami juga belum tahu apakah ini bisa efektif atau tidak. Tapi akan kami lakukan terobosan ini," tuturnya saat melakukan rapat kerja dengan Komisi VII DPR, Senin (25/11/2019).

Selain itu, lanjut Sripeni adalah kurangnya sumber daya manusia (SDM) pada kontraktor-kontraktor yang mengerjakan megaproyek 35.000 MW tersebut.

Seringkali, kata Sripeni menceritakan, bahwa ketika melakukan perjanjian kerja di atas kertas, kontraktor menyanggupi untuk mengerjakan. Tapi kenyataan di lapangan, tidak seperti yang dijanjikan.

"Jadi kadang-kadang di atas kertas kontraktor menyanggupi kemampuan tenaga kerja. Tapi di lapangan terseok-seok dan kemudian berguguran. Selain itu juga kadang kurangnya keuangan dari kontraktor. Ini bagi PLN juga menjadi masukan," kata dia. (*)
(gus) Next Article Proyek 35 Ribu MW Beroperasi Rp 101 T, Ini Progresnya

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular