
Derasnya Impor Baja ke RI Jadi 'Bola Panas' di DPR
Ferry Sandi, CNBC Indonesia
19 December 2019 17:41

Jakarta, CNBC Indonesia - Tekanan berat yang melanda industri baja menjadi perhatian DPR-RI. Industri baja nasional menghadapi derasnya impor baja, selain masalah kemampuan industri baja, juga ada persoalan regulasi yang dianggap 'mengganggu' industri.
Anggota Komisi VI DPR RI Andre Rosiade secara gamblang mendorong dicabutnya dua Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) yang dianggap menjadi penghalang industri baja dalam negeri untuk berkembang.
Dua aturan itu adalah Permenperin Nomor 32 Tahun 2019, tentang Pertimbangan Teknis Impor Besi atau Baja Paduan dan Produk Turunannya serta Permenperin 35 tahun 2019 tentang Penerbitan Pertimbangan Teknis untuk Pengecualian dari Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk Produk Besi/Baja dan Kabel secara Wajib.
Awalnya, dua Permenperin itu akan mulai berlaku awal 2020 mendatang. Namun itu ditunda setelah Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi VI DPR RI dengan Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Indrasari Wisnu Wardhana dan Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian, Harjanto, Senin, (16/12/2019).
"Dalam rapat itu kami berhasil meminta Permenperin nomor 32 dan 35 tahun 2019 tidak diberlakukan dulu atau dibekukan. Sampai kita lakukan evaluasi dan raker (rapat kerja) dengan menperin untuk mencabutnya di masa sidang Januari ini," kata Andre kepada CNBC Indonesia, Kamis (19/12/2019).
"Jangan sampai industri baja nasional kita dan Krakatau Steel hancur karena serbuan baja dan besi Tiongkok yang terindikasi melakukan dumping," lanjutnya.
Upaya menahan laju impor diyakini salah satunya dengan mencabut dua Permenperin di atas. Apalagi, angka impor yang tinggi dianggap bisa makin mengganggu industri besi dan baja dalam negeri. Impor besi dan baja pada tahun 2018 meningkat 28,31% dari tahun sebelumnya.
"Jangan sampe kita kecolongan lagi seperti Permendag 22 tahun 2018 yang akibatkan impor baja kita 2018 mencapai 10, 25 miliar dolar dan juga 2019 hampir 7,9 miliar dolar," kata politisi Partai Gerindra ini.
Sebagai tindak lanjut, Komisi VI DPR juga mendorong adanya panitia kerja (Panja) jika memang diperlukan. "Kalo memang ngeyel gitu lho. kalo pro impor ya kita dorong dibentuk," kata Andre.
Namun sebelumnya, Komisi VI akan lebih dulu memanggil orang-orang yang dianggap terlibat dalam industri besi dan baja. Rapat jadwalnya akan dilaksanakan Januari mendatang, setelah liburan akhir tahun.
"Kita panggil dulu segera. Dalam rapat berikutnya raker dengan Menperin ya supaya Permenperin itu dicabutin kan ini dibekukan sekarang," paparnya.
Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Industri Besi dan Baja Nasional (The Indonesian Iron and Steel Industry Association/IISIA) Silmy Karim mengungkapkan utilisasi produksi baja nasional sangat rendah yakni hanya 43% akibat impor baja. Kondisi ini pun ikut memicu 7 pabrik baja Indonesia harus tutup.
"Kalau ini [utilisasi] bisa ditingkatkan maka akan baik," kata Silmy Karim kepada CNBC Indonesia, Kamis (12/12/2019).
(hoi/hoi) Next Article Teror Baja Impor China-Vietnam, 7 Pabrik RI Setop Produksi
Anggota Komisi VI DPR RI Andre Rosiade secara gamblang mendorong dicabutnya dua Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) yang dianggap menjadi penghalang industri baja dalam negeri untuk berkembang.
Dua aturan itu adalah Permenperin Nomor 32 Tahun 2019, tentang Pertimbangan Teknis Impor Besi atau Baja Paduan dan Produk Turunannya serta Permenperin 35 tahun 2019 tentang Penerbitan Pertimbangan Teknis untuk Pengecualian dari Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk Produk Besi/Baja dan Kabel secara Wajib.
"Dalam rapat itu kami berhasil meminta Permenperin nomor 32 dan 35 tahun 2019 tidak diberlakukan dulu atau dibekukan. Sampai kita lakukan evaluasi dan raker (rapat kerja) dengan menperin untuk mencabutnya di masa sidang Januari ini," kata Andre kepada CNBC Indonesia, Kamis (19/12/2019).
"Jangan sampai industri baja nasional kita dan Krakatau Steel hancur karena serbuan baja dan besi Tiongkok yang terindikasi melakukan dumping," lanjutnya.
Upaya menahan laju impor diyakini salah satunya dengan mencabut dua Permenperin di atas. Apalagi, angka impor yang tinggi dianggap bisa makin mengganggu industri besi dan baja dalam negeri. Impor besi dan baja pada tahun 2018 meningkat 28,31% dari tahun sebelumnya.
"Jangan sampe kita kecolongan lagi seperti Permendag 22 tahun 2018 yang akibatkan impor baja kita 2018 mencapai 10, 25 miliar dolar dan juga 2019 hampir 7,9 miliar dolar," kata politisi Partai Gerindra ini.
Sebagai tindak lanjut, Komisi VI DPR juga mendorong adanya panitia kerja (Panja) jika memang diperlukan. "Kalo memang ngeyel gitu lho. kalo pro impor ya kita dorong dibentuk," kata Andre.
Namun sebelumnya, Komisi VI akan lebih dulu memanggil orang-orang yang dianggap terlibat dalam industri besi dan baja. Rapat jadwalnya akan dilaksanakan Januari mendatang, setelah liburan akhir tahun.
"Kita panggil dulu segera. Dalam rapat berikutnya raker dengan Menperin ya supaya Permenperin itu dicabutin kan ini dibekukan sekarang," paparnya.
Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Industri Besi dan Baja Nasional (The Indonesian Iron and Steel Industry Association/IISIA) Silmy Karim mengungkapkan utilisasi produksi baja nasional sangat rendah yakni hanya 43% akibat impor baja. Kondisi ini pun ikut memicu 7 pabrik baja Indonesia harus tutup.
"Kalau ini [utilisasi] bisa ditingkatkan maka akan baik," kata Silmy Karim kepada CNBC Indonesia, Kamis (12/12/2019).
(hoi/hoi) Next Article Teror Baja Impor China-Vietnam, 7 Pabrik RI Setop Produksi
Most Popular