
Faisal Basri vs Murka Jokowi, Kilang Mangkrak Salah Siapa?
Gustidha Budiartie & Efrem Limsan Siregar, CNBC Indonesia
19 December 2019 12:39

Faisal Basri bingung bukan main soal pernyataan Presiden Jokowi tentang impor minyak, seakan-akan sang presiden tidak mengetahui inti masalah kenapa RI harus terus-terusan impor minyak.
Bukan cuma soal peran mafia migas di sini. Menurutnya, impor migas akan sulit dihindari selama konsumsi terus-terusan tumbuh seiring dengan penjualan kendaraan bermotor yang juga naik. Tetapi produksi migas RI memprihatinkan.
"Intinya gini, Pak Jokowi marah-marah ada mafia migas yang doyan impor migas. Terlepas ada atau tidaknya, impor akan naik terus. Kenapa? Jumlah mobil dan sepeda motor naik, produksi minyak turun. Kalau tidak impor dari mana? Gak ada urusannya dengan mafia," kata Faisal Basri di Jakarta, Rabu (18/12/2019).
Saat ini, konsumsi BBM RI bisa mencapai 1,3 juta hingga 1,4 barel sehari. Sementara rata-rata produksi dan lifting terus turun.
Lifting atau produksi minyak Indonesia tercatat terus turun. Dari rata-rata 829 ribu barel per hari di 2016 menjadi 745 ribu barel per hari di 2019. Lifting tertinggi tercatat di 2010 sebesar 953,9 ribu barel per hari.
Menurut catatan CNBC Indonesia, lifting bahkan turun sampai 21,4% dalam 10 tahun terakhir.
Jika hal ini tak segera disiasati, maka pada 2030 lifting minyak RI bisa sampai 300 ribu bpd. Padahal kebutuhan minyak tanah air terus mengalami peningkatan. Menurut data CEIC, konsumsi minyak Indonesia mencapai 1,4 juta bpd. Konsumsi minyak naik 26,2% mencapai 1,78 juta bpd.
Ini artinya, percuma Jokowi teriak-teriak soal CAD sampai kapanpun kalau produksi tak bisa menutup konsumsi.
Perlu sorotan juga di sektor hulu, pembenahan tata kelola dan daya tarik investasi agar eksplorasi terus marak dan produksi migas RI bisa mulai merangkak naik.
Selain itu, Faisal juga mengatakan masalah utama CAD adalah impor yang lebih tinggi ketimbang ekspor. Bukan cuma migas, tapi Jokowi juga perlu melihat komoditas lainnya.
Salah satu andalan RI adalah ekspor sawit yang kini tengah bermasalah, dan dipakai di dalam negeri. "CPO yang biasanya ekspor sekarang dipakai di dalam negeri, ekspornya turun. Kalau digabung kan nol, ga ada efeknya."
Urusan seperti ini, jelasnya, harus ada konduktor yang tegas. Bukan cuma fokus soal menekan impor, tapi juga sumber ekspor Indonesia yang harus ditingkatkan agar tidak defisit.
"Presiden ngomong kita bingung, Menko kita bingung, menterinya juga bingung, tiba-tiba ada bibit lobster juga. Belum dua bulan aja sudah start dari nol lagi," sindir Faisal.
Soal CAD dan defisit migas, mantan Menteri ESDM Ignasius Jonan juga pernah menjelaskan defisit migas tak hanya dialami Indonesia, negara-negara maju seperti Jepang, China juga alami defisit migas karena mereka terbatas sumber daya energinya. "Tapi apakah neraca perdagangan secara keseluruhan defisit? Tentu tidak kan?"
Ini, kata Jonan, karena negara-negara tersebut menggenjot ekspor sektor lainnya. Terutama sektor manufaktur yang berada di Kementerian Pertanian, Perdagangan, dan Perindustrian.
Migas, perlu ditekankan, bagaimanapun harus juga dilihat sebagai sumber energi bukan cuma sekedar komoditas. Sebagai sumber energi, keberadaan migas diperlukan untuk menggerakkan ekonomi negara.
(gus/gus)
Bukan cuma soal peran mafia migas di sini. Menurutnya, impor migas akan sulit dihindari selama konsumsi terus-terusan tumbuh seiring dengan penjualan kendaraan bermotor yang juga naik. Tetapi produksi migas RI memprihatinkan.
"Intinya gini, Pak Jokowi marah-marah ada mafia migas yang doyan impor migas. Terlepas ada atau tidaknya, impor akan naik terus. Kenapa? Jumlah mobil dan sepeda motor naik, produksi minyak turun. Kalau tidak impor dari mana? Gak ada urusannya dengan mafia," kata Faisal Basri di Jakarta, Rabu (18/12/2019).
Lifting atau produksi minyak Indonesia tercatat terus turun. Dari rata-rata 829 ribu barel per hari di 2016 menjadi 745 ribu barel per hari di 2019. Lifting tertinggi tercatat di 2010 sebesar 953,9 ribu barel per hari.
Menurut catatan CNBC Indonesia, lifting bahkan turun sampai 21,4% dalam 10 tahun terakhir.
Jika hal ini tak segera disiasati, maka pada 2030 lifting minyak RI bisa sampai 300 ribu bpd. Padahal kebutuhan minyak tanah air terus mengalami peningkatan. Menurut data CEIC, konsumsi minyak Indonesia mencapai 1,4 juta bpd. Konsumsi minyak naik 26,2% mencapai 1,78 juta bpd.
Ini artinya, percuma Jokowi teriak-teriak soal CAD sampai kapanpun kalau produksi tak bisa menutup konsumsi.
Perlu sorotan juga di sektor hulu, pembenahan tata kelola dan daya tarik investasi agar eksplorasi terus marak dan produksi migas RI bisa mulai merangkak naik.
Selain itu, Faisal juga mengatakan masalah utama CAD adalah impor yang lebih tinggi ketimbang ekspor. Bukan cuma migas, tapi Jokowi juga perlu melihat komoditas lainnya.
Salah satu andalan RI adalah ekspor sawit yang kini tengah bermasalah, dan dipakai di dalam negeri. "CPO yang biasanya ekspor sekarang dipakai di dalam negeri, ekspornya turun. Kalau digabung kan nol, ga ada efeknya."
Urusan seperti ini, jelasnya, harus ada konduktor yang tegas. Bukan cuma fokus soal menekan impor, tapi juga sumber ekspor Indonesia yang harus ditingkatkan agar tidak defisit.
"Presiden ngomong kita bingung, Menko kita bingung, menterinya juga bingung, tiba-tiba ada bibit lobster juga. Belum dua bulan aja sudah start dari nol lagi," sindir Faisal.
Soal CAD dan defisit migas, mantan Menteri ESDM Ignasius Jonan juga pernah menjelaskan defisit migas tak hanya dialami Indonesia, negara-negara maju seperti Jepang, China juga alami defisit migas karena mereka terbatas sumber daya energinya. "Tapi apakah neraca perdagangan secara keseluruhan defisit? Tentu tidak kan?"
Ini, kata Jonan, karena negara-negara tersebut menggenjot ekspor sektor lainnya. Terutama sektor manufaktur yang berada di Kementerian Pertanian, Perdagangan, dan Perindustrian.
Migas, perlu ditekankan, bagaimanapun harus juga dilihat sebagai sumber energi bukan cuma sekedar komoditas. Sebagai sumber energi, keberadaan migas diperlukan untuk menggerakkan ekonomi negara.
(gus/gus)
Next Page
Jangan Cuma Bangun Kilang BBM!
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular