Faisal Basri Bingung Soal Amarah Jokowi ke Mafia Migas

Efrem Limsan Siregar, CNBC Indonesia
18 December 2019 21:19
Menurut Faisal Basri, amarah Jokowi ke mafia migas rada telat dan salah sambung. Bukan itu lagi yang harus dibenahi.
Foto: Ekonom senior, Faisal Basri saat berdiskusi dalam acara CNBC Indonesia Economic Outlook 2019. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia- Ekonom Senior Indef dan mantan Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas Faisal Basri buka suara soal amarah Presiden Joko Widodo belakangan terkait kilang dan mafia migas.

Faisal yang mengungkap soal modus operandi mafia migas di tubuh Petral periode 2014-2015 lalu tidak menampik soal keberadaan para pemburu rente yang merugikan negara tersebut.



Tetapi, ia menekankan soal pembangunan kilang dan CAD tak serta merta bisa disalahkan ke mafia migas saja sebagai biang kerok.

Menurutnya, impor migas yang kerap disebut sebagai penyebab transaksi berjalan negara terus-terusan defisit tak bisa dihindari Indonesia sampai kapanpun selama konsumsi masih tinggi dan produksi terus merosot.

[Gambas:Video CNBC]



"Intinya gini, Pak Jokowi marah-marah ada mafia migas yang doyan impor migas. Terlepas ada atau tidaknya, impor akan naik terus. Kenapa? Jumlah mobil dan sepeda motor naik, produksi minyak turun. Kalau tidak impor dari mana? Gak ada urusannya dengan mafia," kata Faisal Basri di Jakarta, Rabu (18/12/2019).

Faisal juga menyoroti pernyataan Jokowi yang meminta agar kilang segera dibangun. Menurut Faisal, pembangunan kilang harus terintegrasi dengan petrokimia agar menarik. Sebab, margin keuntungan kilang sangat tipis hanya 2-3% saja. "Kalau jual BBM saja untungnya sedikit, untung banyak kalau produksi petrokimia begitu," jelasnya.



Impor migas, kata dia, juga sebenarnya turun karena ada kebijakan seperti B20 dan B30. Tapi perlu diperhatikan bahwa yang turun itu hanyalah solar atau diesel, sementara pemakaian BBM lainnya seperti premium terutama masih ketergantungan dari impor.

CAD terjadi karena ada penurunan signifikan dari sumber pendapatan utama, salah satunya adalah ekspor komoditas. Salah satu andalan RI adalah ekspor sawit yang kini tengah bermasalah, dan dipakai di dalam negeri. "CPO yang biasanya ekspor sekarang dipakai di dalam negeri, ekspornya turun. Kalau digabung kan nol, ga ada efeknya."

Urusan seperti ini, jelasnya, harus ada konduktor yang tegas. Bukan cuma fokus soal menekan impor, tapi juga sumber ekspor Indonesia yang harus ditingkatkan agar tidak defisit.

"Presiden ngomong kita bingung, Menko kita bingung, menterinya juga bingung, tiba-tiba ada bibit lobster juga. Belum dua bulan aja sudah start dari nol lagi," sindir Faisal.


(gus/gus) Next Article Faisal Basri Sebut 6 Menteri dengan 'Dosa' Terbanyak

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular