
Pemerintah Belum Ada Rencana Ngutang Bangun Ibu Kota Baru
Muhammad Choirul Anwar, CNBC Indonesia
18 December 2019 19:19

Jakarta, CNBC Indonesia - Pembangunan ibu kota baru membutuhkan biaya fantastis hingga Rp 466 triliun. Dari total dana itu, hanya 19% yang bisa ditopang APBN. Namun, pemerintah menegaskan belum ada rencana pembiayaan dengan menambah utang negara.
"Sampai dengan saat ini kami tidak pernah bahas soal pinjaman," kata Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Heri Eko Purwanto, kepada CNBC Indonesia ketika dihubungi, Rabu (18/12/2019).
Dia menjelaskan, pemerintah lebih fokus untuk menggaet investasi swasta. Skema investasi yang ditawarkan beragam.
"Ditawarkan ke swasta, baik B to B atau skema KPBU (Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha) tanpa atau dengan dukungan pemerintah, maupun KPBU-AP," urainya.
Swasta yang terlibat, menurutnya tidak terbatas pada perusahaan nasional saja. Artinya investor asing juga bisa ikut bangun ibu kota baru
"Tidak ada yang memisahkan antara asing atau pun lokal," tegasnya.
Sebelumnya, lebih dari 80% rencana pendanaan bangun ibu kota baru bersumber dari swasta. Pemerintah punya sederet iming-iming untuk menggaet minat swasta untuk mau terlibat.
Sejumlah jaminan tertuang dalam dokumen Kementerian Perencanaan dan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas). Dikutip CNBC Indonesia pada Rabu (18/12/2019), dokumen itu menyebut, terdapat 3 skema jaminan yang bisa didapat investor proyek di ibu kota baru.
Pertama, yakni melalui skema build-operate-transfer (B-O-T) atau bangun-guna-serah. Dengan skema ini, perusahaan swasta bisa menghasilkan pendapatan dari pembangunan dan pengoperasian fasilitas publik. Hak pengoperasian itu baru akan diserahkan kepada pemerintah dalam jangka waktu tertentu setelah masa konsesi berakhir.
Kedua, yakni Direct Reimbursement Scheme atau Skema Penggantian Langsung. Dalam hal ini pemerintah akan membayar kepada sektor swasta melalui 2 mekanisme, yakni Viability Gap Fund (VGF) atau availability payment.
Ketiga, yakni skema jaminan risiko. "Insentif untuk menurunkan risiko yang akan ditanggung oleh private sektor: konstruksi, pendapatan, hukum dan risiko birokrasi," demikian penjelasan dalam dokumen tersebut.
(hoi/hoi) Next Article Pilih Orang-Orang Beken di Ibu Kota Baru, Ini Alasan Jokowi
"Sampai dengan saat ini kami tidak pernah bahas soal pinjaman," kata Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Heri Eko Purwanto, kepada CNBC Indonesia ketika dihubungi, Rabu (18/12/2019).
Dia menjelaskan, pemerintah lebih fokus untuk menggaet investasi swasta. Skema investasi yang ditawarkan beragam.
"Ditawarkan ke swasta, baik B to B atau skema KPBU (Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha) tanpa atau dengan dukungan pemerintah, maupun KPBU-AP," urainya.
Swasta yang terlibat, menurutnya tidak terbatas pada perusahaan nasional saja. Artinya investor asing juga bisa ikut bangun ibu kota baru
"Tidak ada yang memisahkan antara asing atau pun lokal," tegasnya.
Sebelumnya, lebih dari 80% rencana pendanaan bangun ibu kota baru bersumber dari swasta. Pemerintah punya sederet iming-iming untuk menggaet minat swasta untuk mau terlibat.
Sejumlah jaminan tertuang dalam dokumen Kementerian Perencanaan dan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas). Dikutip CNBC Indonesia pada Rabu (18/12/2019), dokumen itu menyebut, terdapat 3 skema jaminan yang bisa didapat investor proyek di ibu kota baru.
Pertama, yakni melalui skema build-operate-transfer (B-O-T) atau bangun-guna-serah. Dengan skema ini, perusahaan swasta bisa menghasilkan pendapatan dari pembangunan dan pengoperasian fasilitas publik. Hak pengoperasian itu baru akan diserahkan kepada pemerintah dalam jangka waktu tertentu setelah masa konsesi berakhir.
Kedua, yakni Direct Reimbursement Scheme atau Skema Penggantian Langsung. Dalam hal ini pemerintah akan membayar kepada sektor swasta melalui 2 mekanisme, yakni Viability Gap Fund (VGF) atau availability payment.
Ketiga, yakni skema jaminan risiko. "Insentif untuk menurunkan risiko yang akan ditanggung oleh private sektor: konstruksi, pendapatan, hukum dan risiko birokrasi," demikian penjelasan dalam dokumen tersebut.
(hoi/hoi) Next Article Pilih Orang-Orang Beken di Ibu Kota Baru, Ini Alasan Jokowi
Most Popular