Heran, RI Punya BBG Murah Tapi Masih Hobi Pakai BBM!

Hidayat Setiaji & Anisatul Umah, CNBC Indonesia
18 December 2019 11:36
BBG bisa jadi solusi paling cepat atasi CAD, tapi kebijakan konversinya timbul tenggelam
Foto: Infografis/Mobil Listrik dan BBG Bisa Jalan Bareng Kok.../Arie Pratama
Karawang, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo sering menyinggung soal defisit transaksi berjalan yang susah dituntaskan beberapa tahun terakhir.

Berbagai strategi pun dilancarkan untuk menekan defisit atau CAD ini, mulai dari kebijakan biodiesel yang sudah berjalan sejak 2018 dan tumpukan rencana lainnya. Ke depan, pemerintah punya setumpuk rencana mulai dari bioavtur, mobil listrik, gasifikasi batu bara, dan optimalisasi energi baru terbarukan.

Rencana-rencana tersebut, sayangnya butuh waktu sampai jadi terealisasi. Salah satu solusi yang ada di depan mata dan sudah berjalan yang bisa dikencangkan sebenarnya adalah optimalisasi gas.

Penggunaan gas sebagai BBG maupun Jargas bisa jadi kunci untuk menekan impor jika pemerintah serius.



Apalagi cadangan migas Indonesia ke depan kaya dengan kandungan gas bumi. Selain berbasis LNG, dalam upaya diversifikasi energi yang juga jadi concern untuk ketahanan nasional, pemanfaatan BBG dengan basis Compressed Natural Gas (CNG) juga bisa disandingkan dengan utilisasi kendaraan listrik.

Jadi, listrik dan BBG bisa saling mendukung, saling melengkapi demi kepentingan yang lebih besar. Pun infrastruktur untuk BBG bisa dikejar kesiapannya karena pemerintah juga sudah merencanakan pembangunan jaringan gas bumi untuk rumah tangga di 58 kota di Indonesia sesuai catatan.

[Gambas:Video CNBC]



Upaya penggenjotan gas ini, akhirnya kemarin ada kabar lagi.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengajak masyarakat untuk beralih dari penggunaan bahan bakar minyak (BBM) ke penggunaan bahan bakar gas (BBG). Selain lebih murah, penggunaan BBG juga bisa menekan defisit neraca dagang di sektor migas meski belum signifikan.

Terkait hal ini, Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Ego Syahrial menerangkan pemerintah mematok harga BBG Rp 4.500 per liter setara premium (LEP). Jauh lebih murah dibandingkan premium yang saat ini dijual dengan harga Rp 6.450 per liter.

"Contohnya gini ajalah kita sekarang menggunakan bahan bakar subsidi solar alokasinya berapa hampir 15 juta kl itu diesel. Kita pakai premium rata-rata yang subsidi sekitar 15 juta kl. Jika 10% aja bisa dihemat dengan harga segitu bisa bayangin dampaknya," terang Ego saat peresmian SPBG, di kawasan KIIC Jl Permata Raya, Puseurjaya, Kecamatan Teluk Jambe, Kabupaten Karawang, Selasa (17/12/2019).

Meski demikian, tidak mudah untuk mendorong penggunaan BBG. Butuh upaya dan kemauan dari semua pihak, baik kesadaran dari masyarakat untuk beralih maupun pemerintah."Tugas kita mengajak masyarakat beralih," imbuhnya.

Ego mengapresiasi pengoperasian SPBG di Karawang, kemarin, (17/12/2019). SPBG ini merupakan kerja sama Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi dengan NEDO Jepang melalui MoU tentang "Demonstration Project for the Spread of Compressed Natural Gas Vehichels and Refueling Infrastructure including Support of Development of Sustainable Environment" yang ditandatangani 11 Desember 2017 dengan jangka waktu kerja sama hingga tahun 2021.

Ego meyakinkan pasokan gas dalam negeri sangat melimpah, berapapun tabung compressed natural gas (CNG) yang akan dibuat pasokan tidak akan kurang, karena kebutuhan gasnya sangat kecil.

Heran, RI Punya BBG Murah Tapi Masih Hobi Pakai BBM!Foto: Infografis/Mobil Listrik dan BBG Bisa Jalan Bareng Kok.../Arie Pratama



(gus/gus) Next Article Gandeng Jepang, RI Masih Gencar Bangun SPBG

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular