Sri Mulyani-Puan Sepakat Kebut Omnibus Law di 2020!

Ca, CNBC Indonesia
17 December 2019 12:23
Demikian hasil rapat konsultasi keduanya kemarin.
Foto: Menteri Keuangan Sri Mulyani (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC IndonesiaMenteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menghadiri pertemuan konsultasi dengan pimpinan alat kelengkapan dewan DPR RI di Ruang Rapat Pansus B, Gedung Nusantara II Lama, Kompleks Parlemen, Senayan, Senin (16/12/2019). Pertemuan membahas RUU Prolegnas Prioritas Tahun 2020 yang terkait dengan keuangan dan perkembangan makro fiskal dan keuangan negara.

Dalam konferensi pers bersama dengan Ketua DPR RI Puan Maharani, Sri Mulyani mengaku baru meminta permohonan DPR RI untuk bisa membahas dengan cepat peraturan super priortas. Ternyata peraturan super prioritas yang dimaksud Sri Mulyani adalah omnibus law perpajakan.

"Khusus Kemenkeu, karena kami diminta oleh Presiden [Joko Widodo] untuk menjalankan salah satu omnibus law yang penting, yang disebut super prioritas, yaitu omnibus law perpajakan," ujarnya.

Oleh karena itu, Sri Mulyani melakukan konsultasi dan menyampaikan rancangan tersebut, yang nantinya akan disampaikan secara resmi oleh Presiden Joko Widodo, melalui surat presiden.

"Insya Allah bisa selesai pada minggu ini [surpres diserahkan]," katanya.

Lebih lanjut, Sri Mulyani mengatakan omnibus law perpajakan tersebut hanya terdiri dari 28 pasal, dengan harus mengamandemen 7 undang-undang.

"Tujuh undang-undang itu, Undang PPh, PPN, KUP [Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan], Kepabeanan, UU Cukai, UU Pajak, dan Retribusi daerah, dan Undang-undang pemerintah daerah," ujarnya..

Dari ke-28 pasal tersebut, Sri Mulyani memerinci, itu terdiri dari 6 klaster. Beberapa di antaranya adalah meningkatkan investasi melalui penurunan tarif Pajak PPh dan PPh untuk bunga.

Selain itu juga ada mengenai sistem teritorial bagaimana penghasilan dari dividen luar negeri akan bebas pajak untuk para investor di Indonesia dan untuk WNA yang merupakan subjek pajak dalam negeri.

Dalam omnibus law perpajakan itu, pemerintah juga akan membedakan subjek pajak orang pribadi, yang membedakan Warga Negara Asing dan Warga Negara Indonesia. Lewat omnibus law perpajakan itu, pemerintah berharap juga bisa meningkatkan kepatuhan pajak, di mana akan diatur ulang sanksi dan imbalan bunganya.



Dua klaster lainnya, yakni mengenai pajak untuk ekonomi digital dan transaksi elektronik, yang akan dibuat sama besaran pajaknya dengan toko luring (toko biasa yang tidak online]. Serta seluruh pajak mulai dari tax holiday, tax allowance, super deduction tax, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), PPh Surat Berharga, dan Pajak Daerah, akan dijadikan dalam satu klaster.

Ketua DPR Puan Maharani memastikan Omnibus Law Perpajakan dan Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja baru bisa dibahas awal Januari 2020.

"Jadi memang harapan pemerintah, untuk bisa memberikan surpres [surat presiden] pada Desember ini, dan sudah menyampaikan [ke pemerintah] besok itu sudah penutupan masa sidang reses sidang DPR," kata Puan, kemarin.

Padahal, untuk diketahui, Jokowi menegaskan RUU Ombinus Law segera diserahkan kepada parlemen pada minggu ini untuk dibahas lebih lanjut.

Jokowi, bahkan mengaku telah menitipkan langsung pembahasan RUU Omnibus Law kepada Puan agar bisa diselesaikan secara utuh dengan cepat.

"Kita ajukan langsung pada DPR, bu Puan Ini 82 UU sudah, mohon segera diselesaikan. Saya bisik-bisik, kalau bisa bu, jangan sampai lebih dari tiga bulan," kata Jokowi di Istana Negara, Senin (16/12/2019).

Kendati demikian, lanjut Puan, Jokowi belum menyerahkan surat presiden kepada DPR RI. Sehingga DPR RI pun belum bisa melakukan mekanisme lanjutan untuk membahas omnibus law perpajakan dan omnibus law cipta lapangan kerja.

"Artinya kemungkinan surpres akan diberikan pada Januari [2020], sesudah masa pembukaan masa sidang," kata Puan.

"Artinya, kalau DPR tidak mengetahui secara rinci sebelum surpres. Berarti belum bisa dipastikan apa 3 bulan bisa selesai atau tidak. Karena menerima surpresnya saja belum," tuturnya.

Adapun, menurut Puan, secara mekanisme, DPR harus menerima terlebih dahulu surpres dari Jokowi, terkait poin-poin apa saja yang akan dibahas di dalam omnibus law yang diharapkan oleh pemerintah. Setelah menerima surpres, baru lah DPR bisa melakukan review terhadap RUU omnibus law dari pemerintah.

[Gambas:Video CNBC]


(miq/miq) Next Article Sri Mulyani Ungkap UU Super Prioritas, Apa Itu?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular