
Ramalan DBS Soal Indonesia di 2020, Apakah Mengerikan?
Tirta Citradi, CNBC Indonesia
12 December 2019 08:09

Jakarta, CNBC Indonesia - Development Bank of Singapore (DBS) menyambut positif rencana pemerintah yang siap melanjutkan reformasi ekonominya di tahun depan. Namun ada beberapa tantangan yang dihadapi Indonesia di tahun 2020.
Setelah resmi dilantik menjadi Presiden Republik Indonesia untuk periode 2019-2024 pada Oktober lalu, Jokowi kembali menekankan tiga fokus utama kebijakannya. Prioritas kebijakan itu masih tentang infrastruktur, pengembangan sumber daya manusia dan reformasi birokrasi untuk mendukung iklim investasi yang lebih kondusif.
DBS meramal ekonomi Indonesia akan tetap tumbuh di kisaran 5% tahun depan di tengah guncangan ekonomi global.
Laju konsumsi diprediksi tetap terjaga walau lebih rendah dibanding tahun 2019. Faktor yang menyokong konsumsi tetap terjaga adalah momentum Pilkada di 270 wilayah yang meliputi 9 provinsi, 224 kabupaten dan 37 kota pada September 2020.
Inflasi harus dilihat lebih jauh. Laju inflasi pada 2020 diperkirakan naik karena pemerintah menaikkan beberapa tarif seperti tarif listrik non-subsidi, pemangkasan subsidi gas dan LPG, peningkatan iuran BPJS kesehatan non-subsidi hingga kenaikan cukai rokok 23%.
Pertumbuhan investasi kemungkinan besar akan naik mengingat karena kegelisahan akibat Pemilu mulai berkurang dan prioritas pemerintah baru menjadi lebih jelas. Adanya upaya reformasi kebijakan contohnya adalah Omnibus Law dan revisi daftar investasi negatif akan berfungsi sebagai pendorong positif untuk investasi, walau kecil kemungkinan akan berdampak signifikan pada angka-angka untuk 2020.
Omnibus Law akan mencakup beberapa perubahan dalam undang-undang perpajakan, termasuk pajak penghasilan perusahaan, dividen dan pendapatan bunga lebih rendah.
DBS juga menyoroti beberapa tantangan yang dihadapi Indonesia tahun depan. Pertama, DBS melihat ruang gerak fiskal masih terbatas seiring dengan penerimaan pajak yang tertekan karena aktivitas ekonomi dan harga komoditas yang lebih rendah. DBS memperkirakan defisit fiskal akan berada di atas 2% pada 2020 dibanding 1,76% pada anggaran.
Lemahnya pertumbuhan kredit juga tak luput dari sorotan DBS. Walau Bank Indonesia sudah memangkas suku bunga acuan hingga 100 bps, perlambatan pertumbuhan kredit dapat memicu pemangkasan kembali suku bunga acuan sebesar 50 bps pada kuartal pertama 2019.
Mengingat inflasi dan pelebaran defisit transaksi berjalan kemungkinan terjadi di akhir tahun depan, pelonggaran kebijakan makroprudensial akan menjadi kunci menjaga momentum pertumbuhan ekonomi pada semester 2 tahun depan mengingat penurunan suku bunga tidak menjadi pilihan kebijakan karena inflasi mulai meningkat dan defisit transaksi berjalan semakin melebar.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/sef) Next Article DBS Umumkan Kaidah Bekerja Baru untuk Sambut Masa Depan
Setelah resmi dilantik menjadi Presiden Republik Indonesia untuk periode 2019-2024 pada Oktober lalu, Jokowi kembali menekankan tiga fokus utama kebijakannya. Prioritas kebijakan itu masih tentang infrastruktur, pengembangan sumber daya manusia dan reformasi birokrasi untuk mendukung iklim investasi yang lebih kondusif.
DBS meramal ekonomi Indonesia akan tetap tumbuh di kisaran 5% tahun depan di tengah guncangan ekonomi global.
Inflasi harus dilihat lebih jauh. Laju inflasi pada 2020 diperkirakan naik karena pemerintah menaikkan beberapa tarif seperti tarif listrik non-subsidi, pemangkasan subsidi gas dan LPG, peningkatan iuran BPJS kesehatan non-subsidi hingga kenaikan cukai rokok 23%.
Pertumbuhan investasi kemungkinan besar akan naik mengingat karena kegelisahan akibat Pemilu mulai berkurang dan prioritas pemerintah baru menjadi lebih jelas. Adanya upaya reformasi kebijakan contohnya adalah Omnibus Law dan revisi daftar investasi negatif akan berfungsi sebagai pendorong positif untuk investasi, walau kecil kemungkinan akan berdampak signifikan pada angka-angka untuk 2020.
Omnibus Law akan mencakup beberapa perubahan dalam undang-undang perpajakan, termasuk pajak penghasilan perusahaan, dividen dan pendapatan bunga lebih rendah.
DBS juga menyoroti beberapa tantangan yang dihadapi Indonesia tahun depan. Pertama, DBS melihat ruang gerak fiskal masih terbatas seiring dengan penerimaan pajak yang tertekan karena aktivitas ekonomi dan harga komoditas yang lebih rendah. DBS memperkirakan defisit fiskal akan berada di atas 2% pada 2020 dibanding 1,76% pada anggaran.
Lemahnya pertumbuhan kredit juga tak luput dari sorotan DBS. Walau Bank Indonesia sudah memangkas suku bunga acuan hingga 100 bps, perlambatan pertumbuhan kredit dapat memicu pemangkasan kembali suku bunga acuan sebesar 50 bps pada kuartal pertama 2019.
Mengingat inflasi dan pelebaran defisit transaksi berjalan kemungkinan terjadi di akhir tahun depan, pelonggaran kebijakan makroprudensial akan menjadi kunci menjaga momentum pertumbuhan ekonomi pada semester 2 tahun depan mengingat penurunan suku bunga tidak menjadi pilihan kebijakan karena inflasi mulai meningkat dan defisit transaksi berjalan semakin melebar.
![]() |
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/sef) Next Article DBS Umumkan Kaidah Bekerja Baru untuk Sambut Masa Depan
Most Popular