Jakarta, CNBC Indonesia - Setelah 2020 yang penuh derita akibat pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19), ekonomi Indonesia mampu bangkit pada 2021. Tahun depan, rasanya ekonomi Tanah Air bisa 'tinggal landas'.
Bank Dunia dalam laporan terbarunya memperkirakan ekonomi Indonesia tumbuh 3,7% tahun ini. Jauh membaik ketimbang tahun lalu yang minus lebih dari 2%, capaian terburuk sejak 1998.
Perlahan tetapi pasti, ekonomi Indonesia kembali ke masa sebelum pandemi. Berbagai indikator membuktikan hal tersebut.
Pertama adalah ekspor. Nilai ekspor Indonesia pada Januari-November 2021 rata-rata mencapai US$ 18,63 miliar per bulan. Selama periode yang sama tahun lalu, rerata ekspor adalah US$ 13,33 miliar per bulan dan pada Januari-November 2019 (sebelum pandemi) ada di US$ 13,93 miliar per bulan.
Artinya, kinerja ekspor tidak hanya kembali ke masa sebelum pandemi tetapi melampauinya. Menuju tidak terbatas dan melampauinya...
Kemudian aktivitas sektor manufaktur juga sudah pulih. Ini tercermin dari Purchasing Managers' Index (PMI) yang dalam tiga bulan terakhir berada di atas 50. Skor PMI di atas 50 menandakan dunia usaha sedang dalam fase ekspansi.
"Momentum pertumbuhan sektor manufaktur memberi sinyal kebangkitan dari gelombang serangan virus corona varian delta. Dunia usaha melanjutkan ekspansi produksi dan rekrutmen tenaga kerja serta meningkatkan pembelian bahan baku, yang menjadi tanda positif," sebut Jingyi Pan, Economics Associate Director di IHS Markit, seperti dikutip dari keterangan tertulis.
Tidak hanya dari sisi dunia usaha, rumah tangga atau konsumen juga semakin percaya diri melihat prospek ekonomi. Buktinya, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) terus berada di atas 100.
IKK menggunakan angka 100 sebagai titik mula. Kalau sudah di atas 100, maka artinya konsumen percaya diri memandang kondisi ekonomi saat ini hingga beberapa bulan mendatang.
Bank Indonesia (BI) melaporkan IKK periode November 2021 sebesar 118,5. Naik dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 113,4 sekaligus yang tertinggi sejak Januari 2020. Sudah kembali seperti sebelum pandemi virus corona meneror Nusantara.
Halaman Selanjutnya --> Pengendalian Pandemi adalah Koentji
Momentum ini kemungkinan bisa berlanjut pada 2022. Bank Dunia memperkirakan ekonomi Indonesia tahun depan bisa tumbuh 5,2%. Jika terwujud, maka akan menjadi prestasi terbaik sejak 2018, lagi-lagi sebelum pandemi virus corona.
"Gelombang serangan varian delta sudah memberi pelajaran kepada Indonesia bagaimana menghindari serangan Covid-19 yang parah pada kemudian hari. Meningkatkan cakupan vaksinasi, tes, dan pelacakan adalah cara terbaik untuk bersiap menghadapi varian omicron dan varian-varian lainnya," sebut Satu Kahkonen, Direktur Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor Leste, sebagaimana dikutip dari siaran resmi.
Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 5,2%, Bank Dunia memberikan beberapa prasyarat. Satu, vaksinasi anti-virus corona harus sudah mencapai 70% di sebagian besar provinsi.
Soal vaksinasi, Indonesia boleh berbangga. Per 14 Desember 2021, Our World in Data mencatat sudah 37,8% populasi yang mendapatkan vaksin. Indonesia menempati urutan kesembilan dunia, pencapaian yang patut mendapat apresiasi.
 Sumber: Our World in Data |
Laju vaksinasi di Indonesia pun lumayan cepat. Per 14 Desember 2021, rata-rata tujuh harian vaksinasi ada di 1,39 juta dosis/hari. Jika laju ini mampu dipertahankan, bahkan ditingkatkan, maka target 70% seperti yang disyaratkan Bank Dunia sangat bisa tercapai pada 2022.
Syarat kedua, pemerintah dan bank sentral harus tetap mempertahkan kebijakan yang akomodatif. Ini pun sepertinya bisa terpenuhi.
Dari sisi fiskal, pemerintah masih mempertahankan pos anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Untuk 2020, anggaran PEN dialokasikan sebesar Rp 414 triliun.
Di bidang kesehatan, anggaran PEN akan mencakup penguatan 3T (testing tracing, treatment), obat-obatan, insentif tenaga kesehatan, vaksinasi dan pengadaan vaksin, insentif perpajakan vaksin, dan penanganan kesehatan lainnya. Sementara untuk perlindungan sosial, Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Sembako, Kartu Prakerja, Dukungan Kehilangan Pekerjaan, dan Bantuan Langsung Tunai (BLT) Desa akan tetap berjalan.
Sementara di sisi moneter, BI masih akan mempertahannkan kebijakan moneter akomoatif, setidaknya sampai tekanan inflasi benar-benar terlihat nyata. Suku bunga acuan kemungkinan tetap akan rendah, dan baru naik pada akhir 2022.
"Kebijakan suku bunga rendah 3,5% akan tetap kami pertahankan sampai ada tanda awal-awal kenaikan inflasi," ungka Perry Warjiyo, Gubernur BI, dalam Pertemuan Tahunan BI 2021, bulan lalu.
Halaman Selanjutnya --> DBS: Indonesia Bangkit!
Soal ekonomi Indonesia yang siap 'tinggal landas', tidak hanya Bank Dunia yang bilang begitu. DBS, bank terbesar di Asia Tenggara, juga memperkirakan masa depan ekonomi Indonesia cerah.
"Setelah lebih dari setahun terkekang oleh pandemi, ekonomi Indonesia menunjukkan tanda kebangkitan. Situasi pandemi yang semakin terkendali dan vaksinasi yang memadai akan menjadi jangkar pemulihan ekonomi pada 2022," sebut riset DBS.
Tahun ini, DBS memperkirakan ekonomi Indonesia tumbuh 3,6%. Pada 2022, pertumbuhan ekonomi bisa lebih tinggi di 4,8%.
"Memasuki 2022, gangguan yang lebih sedikit (dengan asumsi pandemi tetap terkendali) membuka peluang bagi Indonesia untuk kembali ke kehidupan normal. Sektor swasta bisa lebih berperan dalam pertumbuhan ekonomi.
"Sektor-sektor usaha dengan kontak tinggi (pariwisata, perhotelan, restoran, dan sebagainya) akan mulai pulih. Harga komoditas yang masih relatif tinggi pun kemungkinan masih berlanjut pada 2022, yang membantu neraca perdagangan tetap positif," terang riset DBS.
Tantangan terbesar dalam hal pandemi, lanjut riset DBS, adalah varian omicron. Kali pertama terdeteksi di Afrika Selatan, varian ini telah menyebar ke lebih dari 70 negara.
"Ketidakpastian terbesar adalah varian omicron. Namun, kami memperkirakan pada akhirnya pandemi akan menjadi endemi," tulis riset DBS.
TIM RISET CNBC INDONESIA