Tanpa Kilang, RI Sulit Jemawa di Hadapan Singapura!

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
11 December 2019 14:06
Tanpa Kilang, RI Sulit Jemawa di Hadapan Singapura!
Ilustrasi Rupiah (REUTERS/Willy Kurniawan)
Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo (Jokowi) lagi-lagi mengungkapkan kekecewaan soal defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit/CAD). Eks gubernur DKI Jakarta itu menyebutkan penyebab masalah defisit transaksi berjalan adalah tingginya impor, salah satunya minyak dan produk turunannya.

"Kenapa sudah 30 tahun lebih kita tidak membangun satu kilang pun? Kilang ada turunannya, seperti petrokimia, masak kita masih impor. Ini tidak dikerjakan, ada apa? Ini gede banget," tegas Jokowi belum lama ini.


Data Dewan Energi Nasional (DEN) mencatat ketergantungan Indonesia terhadap impor minyak semakin tinggi. Pada 2006, rasio ketergantungan impor 'hanya' 33% tetapi pada 2015 naik menjadi 44%.



Ketika impor minyak dan turunannya begitu besar, maka kebutuhan valas di dalam negeri pun tetap tinggi. Akibatnya, rupiah bakal sulit menguat karena 'dibakar' untuk membiayai impor.

Sepanjang Januari-September 2019, data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut nilai impor produk olahan minyak adalah US$ 9,63 miliar. Dari jumlah tersebut, US$ 5,92 miliar (62,47%) datang dari Singapura.

Walau teritorinya tidak lebih luas dari DKI Jakarta, Singapura lebih maju dalam hal kepemilikan kilang minyak. Saat ini ada tiga kilang besar yang beroperasi di Negeri Singa yaitu ExxonMobil Jurong Island Refinery (kapasitas 605.000 barel/hari), SRC Jurong Island Refinery (290.000 barel/hari), dan Shell Pulau Bukom Refinery (500.000 barel/hari). Dengan kebutuhan domestik yang minim (populasi Singapura 'hanya' 5,7 juta), tidak heran Singapura punya kapasitas untuk menjadi pemasok energi bagi negara-negara tetangganya.

Menariknya, ternyata Singapura adalah importir terbesar minyak mentah asal Indonesia. Pada Januari-September 2019, nilai ekspor minyak mentah Indonesia ke Singapura adalah US$ 546,71 juta. Nilai ini mencapai 43,49% dari total ekspor minyak mentah Indonesia.

Jadi Indonesia menjual minyak mentah ke Singapura, kemudian diolah di sana. Singapura menjual produk olahan itu dengan harga lebih mahal, lebih dari 10 kali lipat. Hebat juga ya...

Ketergantungan Indonesia yang tinggi terhadap impor produk olahan minyak dari Singapura berdampak terhadap nilai tukar rupiah. Arus devisa lebih memihak Singapura, sehingga rupiah cenderung melemah terhadap mata uang negara tersebut.

Tahun ini, rupiah memang menguat terhadap dolar Singapura. Bahkan penguatannya signifikan, mencapai 2,11% secara point-to-point.


Namun penguatan ini sepertinya hanya fenomena temporer, karena tren yang ada adalah rupiah melemah di hadapan dolar Singapura. Pada 2018, depresiasi rupiah mencapai 3,96%.

Kemudian pada 2017, depresiasi rupiah lebih parah lagi yaitu minus 9,1%. Rupiah sempat menguat 4,36% pada 2016, tetapi itu terjadi setelah melemah 4,12% pada tahun sebelumnya. Dalam lima tahun terakhir, depresiasi rupiah mencapai 9,82%.



Oleh karena itu, membangun kilang minyak akan menjadi salah satu kunci utama bagi penguatan nilai tukar rupiah. Minimal di hadapan dolar Singapura nantinya rupiah tidak perlu minder lagi.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular