
Ma'ruf Amin: PDAM Rugi karena Tarif Air Bersih Rendah
Efrem Siregar, CNBC Indonesia
02 December 2019 22:22

Jakarta, CNBC Indonesia - Wakil Presiden (Wapres) Ma'ruf Amin menyoroti rendahnya tarif air bersih yang diterapkan perusahaan air minum di daerah. Hal ini menjadi salah satu penyebab kerugian di perusahaan air minum daerah.
Dia mencontohkan, tarif air bersih di DKI Jakarta dan Depok hanya berada di kisaran Rp7 ribu per meter kubik. Cara seperti ini membuat perusahaan air minum kesulitan karena tarif itu masih di bawah full cost recovery (FCR).
"Tarif air bersih yang diberlakukan Pemerintah Daerah DKI Jakarta dan Depok hanya Rp7.000 per meter kubik, di Bogor Rp4.500 per meter kubik," katanya.
"Dengan kondisi ini kita menjalankan 40% PDAM mengalami kerugian pada tarif yang dibuat di bawah full cost recovery," kata Ma'ruf Amin saat berbicara di Konferensi Sanitasi dan Air Minum (KSAN) di Jakarta, Senin (2/12/2019).
Masalah ini kemudian merembet ke pelayanan PDAM. Ma'ruf mengatakan PDAM menjadi terhambat melakukan perluasan layanan air minum yang aman kepada masyarakat.
Di sisi lain, penentuan tarif lebih banyak dilakukan secara populis. Ia mengatakan skema investasi antara pemerintah dan swasta dapat menjadi solusi untuk menyelesaikan perluasan air minum kepada masyarakat.
"Ini permulaan baik, penyediaan air minum aman melalui SPAM untuk masyarakat melalui skema kerja sama investasi pemerintah dan pihak lain secara keekonomian dapat dilakukan. Hal ini bisa menjadi solusi perluasan pelayanan air minum yang aman bagi masyarakat," ucapnya.
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sebelumnya juga mencatat banyak PDAM di berbagai daerah berstatus kurang sehat keuangan.
Dari data Badan Pengelola Sarana Penyediaan Air Minum dan Sanitasi (BP SPAMS) yang disampaikan pertengahan Oktober 2019, sebanyak 160 dari 391 PDAM dilaporkan kurang sehat atau 40% dari total PDAM di seluruh Indonesia.
Dirjen Cipta Karya Kementerian PUPR Danis Sumadilaga menargetkan 10-20% PDAM menjadi keuangannya lebih baik per tahun.
Ada dua strategi untuk merealisasikan target tersebut. Pertama yakni membantu stimulan berupa fisik dan pelatihan nonfisik, seperti kepegawaian, pelatihan keuangan. Kedua, pihaknya mendorong melakukan kerja sama dengan swasta.
Persoalan Kemiskinan dan Air Bersih
Ma'ruf Amin mengatakan sanitasi dan air minum yang aman merupakan persoalan krusial bagi Indonesia. Indikator negara maju terlihat salah satunya ketersediaan sanitasi dan air minum yang aman.
Dalam pidato pembukaan Konferensi Sanitasi dan Air Minum Nasional 2019 di Hotel Indonesia Kempinski, Jakarta, ia mengungkapkan dua persoalan tersebut menjadi penyebab kemiskinan di Indonesia, mengutip publikasi Bank Dunia, Senin (2/12/2019).
"Bank Dunia dalam publikasi Indonesia's Rising Divide tahun 2015, terdapat beberapa faktor utama pendorong kemiskinan dan ketimpangan salah satunya adalah ketimpangan sejak awal kehidupan, akses terhadap air bersih dan sanitasi," kata Ma'ruf Amin.
Persoalan ini menjadi hal penting untuk diselesaikan. Apalagi kondisi tersebut menyangkut pembangunan SDM unggul yang menjadi visi Indonesia Maju Pemerintahan Jokowi-KH Maruf Amin.
"Ketiadaan sanitasi dan air bersih merupakan awal muncul datangnya masalah kesehatan seperti stunting yang saat ini menjadi prioritas pemerintah," tambahnya.
Menurutnya, preferensi stunting (anak kerdil) sudah turun dari 37,2% pada 2013 menjadi 27,7% pada 2019. Namun demikian, capaian ini masih sangat jauh dari yang diharapkan sebesar 19% pada 2024.
Sementara Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mengatakan persoalan sanitasi dan akses air bersih beberapa disebabkan karena rendahnya tata kelola dan lembaga penyediaan layanan, banyaknya PDAM yang tidak sehat.
Di sisi lain, kebutuhan pendanaannya akses sanitasi dan air minum aman cukup besar mencapai Rp404 Triliun untuk memenuhi target pada 2024. Sesuai RPJMN 2020-2024, pemerintah akan fokus menuntaskan 90% akses sanitasi layak termasuk akses aman sebesar 20% dan bebas praktik buang air besar sembarangan (BABS).
"Pembangunan infrastruktur sering kali tidak sesuai karakteristik. Lalu masih kurangnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya sanitasi dan perilaku hidup bersih dan sehat," kata Suharso.
Menurutnya, Indonesia di antara negara G20 menempati posisi terendah untuk akses air minum dan posisi kedua terendah untuk akses sanitasi.
(hoi/hoi) Next Article Suram! 40% PDAM di RI Berstatus Kurang Sehat
Dia mencontohkan, tarif air bersih di DKI Jakarta dan Depok hanya berada di kisaran Rp7 ribu per meter kubik. Cara seperti ini membuat perusahaan air minum kesulitan karena tarif itu masih di bawah full cost recovery (FCR).
"Tarif air bersih yang diberlakukan Pemerintah Daerah DKI Jakarta dan Depok hanya Rp7.000 per meter kubik, di Bogor Rp4.500 per meter kubik," katanya.
Masalah ini kemudian merembet ke pelayanan PDAM. Ma'ruf mengatakan PDAM menjadi terhambat melakukan perluasan layanan air minum yang aman kepada masyarakat.
Di sisi lain, penentuan tarif lebih banyak dilakukan secara populis. Ia mengatakan skema investasi antara pemerintah dan swasta dapat menjadi solusi untuk menyelesaikan perluasan air minum kepada masyarakat.
"Ini permulaan baik, penyediaan air minum aman melalui SPAM untuk masyarakat melalui skema kerja sama investasi pemerintah dan pihak lain secara keekonomian dapat dilakukan. Hal ini bisa menjadi solusi perluasan pelayanan air minum yang aman bagi masyarakat," ucapnya.
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sebelumnya juga mencatat banyak PDAM di berbagai daerah berstatus kurang sehat keuangan.
Dari data Badan Pengelola Sarana Penyediaan Air Minum dan Sanitasi (BP SPAMS) yang disampaikan pertengahan Oktober 2019, sebanyak 160 dari 391 PDAM dilaporkan kurang sehat atau 40% dari total PDAM di seluruh Indonesia.
Dirjen Cipta Karya Kementerian PUPR Danis Sumadilaga menargetkan 10-20% PDAM menjadi keuangannya lebih baik per tahun.
Ada dua strategi untuk merealisasikan target tersebut. Pertama yakni membantu stimulan berupa fisik dan pelatihan nonfisik, seperti kepegawaian, pelatihan keuangan. Kedua, pihaknya mendorong melakukan kerja sama dengan swasta.
Persoalan Kemiskinan dan Air Bersih
Ma'ruf Amin mengatakan sanitasi dan air minum yang aman merupakan persoalan krusial bagi Indonesia. Indikator negara maju terlihat salah satunya ketersediaan sanitasi dan air minum yang aman.
Dalam pidato pembukaan Konferensi Sanitasi dan Air Minum Nasional 2019 di Hotel Indonesia Kempinski, Jakarta, ia mengungkapkan dua persoalan tersebut menjadi penyebab kemiskinan di Indonesia, mengutip publikasi Bank Dunia, Senin (2/12/2019).
"Bank Dunia dalam publikasi Indonesia's Rising Divide tahun 2015, terdapat beberapa faktor utama pendorong kemiskinan dan ketimpangan salah satunya adalah ketimpangan sejak awal kehidupan, akses terhadap air bersih dan sanitasi," kata Ma'ruf Amin.
Persoalan ini menjadi hal penting untuk diselesaikan. Apalagi kondisi tersebut menyangkut pembangunan SDM unggul yang menjadi visi Indonesia Maju Pemerintahan Jokowi-KH Maruf Amin.
"Ketiadaan sanitasi dan air bersih merupakan awal muncul datangnya masalah kesehatan seperti stunting yang saat ini menjadi prioritas pemerintah," tambahnya.
Menurutnya, preferensi stunting (anak kerdil) sudah turun dari 37,2% pada 2013 menjadi 27,7% pada 2019. Namun demikian, capaian ini masih sangat jauh dari yang diharapkan sebesar 19% pada 2024.
Sementara Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mengatakan persoalan sanitasi dan akses air bersih beberapa disebabkan karena rendahnya tata kelola dan lembaga penyediaan layanan, banyaknya PDAM yang tidak sehat.
Di sisi lain, kebutuhan pendanaannya akses sanitasi dan air minum aman cukup besar mencapai Rp404 Triliun untuk memenuhi target pada 2024. Sesuai RPJMN 2020-2024, pemerintah akan fokus menuntaskan 90% akses sanitasi layak termasuk akses aman sebesar 20% dan bebas praktik buang air besar sembarangan (BABS).
"Pembangunan infrastruktur sering kali tidak sesuai karakteristik. Lalu masih kurangnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya sanitasi dan perilaku hidup bersih dan sehat," kata Suharso.
Menurutnya, Indonesia di antara negara G20 menempati posisi terendah untuk akses air minum dan posisi kedua terendah untuk akses sanitasi.
(hoi/hoi) Next Article Suram! 40% PDAM di RI Berstatus Kurang Sehat
Most Popular