
Ekonomi Mentok di 5%, Ini PR Berat Jokowi & Sri Mulyani Cs
Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
26 November 2019 12:44

Jakarta, CNBC Indonesia - Situasi ekonomi global saat ini sangat tidak ideal. Bayang-bayang resesi menggelayuti laju perekonomian dunia.
Institute For Development of Economics and Finance (INDEF) memaparkan saat ini telah terjadi pemangkasan target pertumbuhan 2020 terjadi di berbagai negara maju dan negara berkembang.
"Perang dagang AS-China, ekonomi Eropa pasca Brexit, hingga gejolak geopolitik masih saja menjadi 'batu sandungan' yang membuat laju pemulihan perekonomian global berjalan lamban," tulis INDEF dalam Proyeksi Ekonomi Indonesia 2020 seperti dikutip, Selasa (26/11/2019).
INDEF mengungkapkan ekonomi Indonesia juga tidak kebal dari virus resesi global. Laju pertumbuhan ekonomi pada dua triwulan terakhir yang melambat, mengindikasikan bahwa risiko resesi dapat menjalar ke dalam negeri.
Serangkaian 'amunisi' kebijakan terobosan yang tidak hanya mampu menahan perlambatan, namun juga dapat mengakselerasi perekonomian sangat dinantikan.
"Kolaborasi petahana dan wajah baru di tim ekonomi Kabinet Indonesia Maju diharapkan tidak sebatas memberi secercah harapan, namun benar-benar dapat merealisasikan target-target pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan."
Berikut analisis INDEF atas perkembangan ekonomi terkini dan proyeksi 2020 mendatang :
Banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan agar tercipta pertumbuhan ekonomi sesuai harapan. Sayangnya, ekonomi Indonesia belum mampu keluar dari lingkaran pertumbuhan 5 persen.
Ekonomi nasional terus bergantung pada kekuatan sektor konsumsi rumah tangga, karena sektor investasi dan perdagangan internasional belum berperan dominan. Harapan memaksimalkan peranan investasi langsung berhadapan dengan iklim investasi yang belum kondusif.
Indonesia tidak menarik bagi investor asing, karena kerumitan regulasi. Sementara itu, upaya memupuk peranan perdagangan internasional sulit dilakukan karena struktur ekspor yang tidak berdaya saing. Di sisi lain kebergantungan impor sangat tinggi, terutama untuk bahan baku dan penolong untuk industri.
Laju pertumbuhan beberapa sektor utama seperti industri dan perdagangan belum cukup menggembirakan, sementara realisasi investasi juga semakin kedap penyerapan tenaga kerja.
Sektor-sektor unggulan pun meradang akibat kebijakan yang tidak berpihak pada produsen dalam negeri dan rendahnya daya saing ekspor di tengah ketidakpastian. Salah satu sektor unggulan yang menjadi sorotan karena kegagalan bersaing akibat ketidakberpihakan kebijakan pemerintah dan tekanan faktor eksternal adalah Industri Tekstil dan Produk dari Tekstil (TPT).
"Ancaman resesi ekonomi ke dalam negeri terutama akan berasal dari efek kontigensi dari sektor perdagangan daripada sektor finansial. Ini ditandai dengan semakin besarnya dampak yang diakibatkan perang dagang antara China dan AS. Tidak hanya bagi dua negara yang berseteru, perang dagang juga mendorong perang dagang di negara-negara lainnya hingga perubahan pola perdagangan menjadi protektif," tulis INDEF.
(dru) Next Article 'Helikopter Uang' Jokowi Sudah Terbang, Semoga RI Tak Resesi!
Institute For Development of Economics and Finance (INDEF) memaparkan saat ini telah terjadi pemangkasan target pertumbuhan 2020 terjadi di berbagai negara maju dan negara berkembang.
"Perang dagang AS-China, ekonomi Eropa pasca Brexit, hingga gejolak geopolitik masih saja menjadi 'batu sandungan' yang membuat laju pemulihan perekonomian global berjalan lamban," tulis INDEF dalam Proyeksi Ekonomi Indonesia 2020 seperti dikutip, Selasa (26/11/2019).
Serangkaian 'amunisi' kebijakan terobosan yang tidak hanya mampu menahan perlambatan, namun juga dapat mengakselerasi perekonomian sangat dinantikan.
"Kolaborasi petahana dan wajah baru di tim ekonomi Kabinet Indonesia Maju diharapkan tidak sebatas memberi secercah harapan, namun benar-benar dapat merealisasikan target-target pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan."
Berikut analisis INDEF atas perkembangan ekonomi terkini dan proyeksi 2020 mendatang :
Banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan agar tercipta pertumbuhan ekonomi sesuai harapan. Sayangnya, ekonomi Indonesia belum mampu keluar dari lingkaran pertumbuhan 5 persen.
Ekonomi nasional terus bergantung pada kekuatan sektor konsumsi rumah tangga, karena sektor investasi dan perdagangan internasional belum berperan dominan. Harapan memaksimalkan peranan investasi langsung berhadapan dengan iklim investasi yang belum kondusif.
Indonesia tidak menarik bagi investor asing, karena kerumitan regulasi. Sementara itu, upaya memupuk peranan perdagangan internasional sulit dilakukan karena struktur ekspor yang tidak berdaya saing. Di sisi lain kebergantungan impor sangat tinggi, terutama untuk bahan baku dan penolong untuk industri.
Laju pertumbuhan beberapa sektor utama seperti industri dan perdagangan belum cukup menggembirakan, sementara realisasi investasi juga semakin kedap penyerapan tenaga kerja.
Sektor-sektor unggulan pun meradang akibat kebijakan yang tidak berpihak pada produsen dalam negeri dan rendahnya daya saing ekspor di tengah ketidakpastian. Salah satu sektor unggulan yang menjadi sorotan karena kegagalan bersaing akibat ketidakberpihakan kebijakan pemerintah dan tekanan faktor eksternal adalah Industri Tekstil dan Produk dari Tekstil (TPT).
"Ancaman resesi ekonomi ke dalam negeri terutama akan berasal dari efek kontigensi dari sektor perdagangan daripada sektor finansial. Ini ditandai dengan semakin besarnya dampak yang diakibatkan perang dagang antara China dan AS. Tidak hanya bagi dua negara yang berseteru, perang dagang juga mendorong perang dagang di negara-negara lainnya hingga perubahan pola perdagangan menjadi protektif," tulis INDEF.
(dru) Next Article 'Helikopter Uang' Jokowi Sudah Terbang, Semoga RI Tak Resesi!
Most Popular