Duh! DPR Minta Draf Omnibus Law, Pemerintah Masih Bahas Awal

Efrem Siregar, CNBC Indonesia
13 November 2019 19:45
Persoalan subtansi Omnibus Law masih dibahas tahap awal pemerintah.
Foto: Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono, S.E., M.E.
Jakarta, CNBC Indonesia - Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR-RI Supratman Andi Agtas mengungkapkan fraksi-fraksi di DPR sudah beres melakukan pembahasan pengajuan omnibus law. Selanjutnya, yang ditunggu adalah substansi omnibus law dari pihak eksekutif yaitu pemerintah.

"Jadi kita berharap kepada pemerintah, ada 74 [UU] ingin disatukan, nah yang mana ini?" kata Supratman dalam Rapat Kerja Baleg dengan 3 Menko dan K/L terkait Penyusunan Prolegnas RUU 2020-2024 dan Prolegnas RUU Prioritas Tahun 2020 di gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (13/11/2019).

Ia mengatakan pemerintah harus mempunyai daftar RUU dalam omnibus law agar dapat diputuskan masuk dalam prolegnas. Pengesahan prolegnas menurutnya akan dilakukan sebelum akhir masa sidang atau sebelum masa reses pada pertengahan Desember mendatang.

"Salah satu syarat masuk prolegnas harus ada naskah draf RUU, maka ini menjadi pekerjaan yang sangat mendesak yang harus dilakukan pemerintah," ucap Supratman.



Sekretaris Menko Perekonomian Susiwijono yang hadir mewakili Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan substansi omnibus law masih berada di tahap awal atau pembahasan antar kelompok kementerian/lembaga (K/L). Rapat koordinasi tingkat menteri baru akan digelar pekan depan.

"Terus terang untuk masalah substansi ini masih di tahap awal sekali [...] Yang dapat kami laporkan, pertama di tingkat pimpinan sudah ada arahan dari hasil rapat koordinasi terbatas tingkat menteri, jadi masih menunggu semua menteri terkait," kata Susiwijono.

Susiwijono menjelaskan, Kemenko Perekonomian akan lebih fokus mengatur penyederhanaan regulasi dan birokrasi. Tujuannya, untuk mendukung investasi dan birokrasi pemerintahan.

Beberapa kementerian lain juga meminta usulan masing-masing dibahas lagi dalam satu kelompok khusus. Ada pembahasan yang cukup memakan waktu panjang. Misalnya, pembahasan sektor ketenagakerjaan.

"Selain persyaratan investasi juga masalah ketenagakerjaan, ini cukup sensitif sehingga kami mesti hati-hati sekali, belum berani menggariskan arahnya ke mana," katanya.

"Kami duduk bersama dengan eselon I di Kemenaker, dengan Bu Dirjen di dalam cluster ketenagakerjaan. Ini poin-poin apa saja yang akan kita masukan bersama. Di konsep awal memang sudah ada catatan, apakah UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan diamandemen atau tidak, masih diskusi cukup panjang," ucap Susiwijono.

Isu revisi UU 13/2003 memang cukup intens terdengar beberapa waktu terakhir. Kalangan pengusaha meminta agar UU tersebut segera direvisi. Ada beberapa usulan, misalnya penambahan jam kerja buruh dari 40 jam menjadi 48 jam per pekan yang diajukan Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) untuk menggenjot daya saing Indonesia.

Di sisi lain, Presiden Jokowi pernah berpesan kepada jajaran menterinya agar hati-hati dalam merumuskan revisi UU Ketenagakerjaan yang saat ini digodok pemerintah. Jokowi mengaku tak ingin persoalan seperti ini bisa berbuntut panjang dan dijadikan sebagai alat politik.

"Ini mereka diajak bicara, para pekerja diajak bicara. Termasuk penolakan dari publik mengenai RUU dan RUU kontroversial," kata Jokowi, Kamis (31/10/2019).

[Gambas:Video CNBC]




(hoi/hoi) Next Article Omnibus Law Jokowi: Pekerja akan Diupah Berbasis Jam & Harian

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular