
Impor BBM Masih Bengkak, Jokowi Sindir Progres Kilang!
Muhammad Choirul Anwar & Anisatul Umah, CNBC Indonesia
11 November 2019 16:11

Jakarta, CNBC Indonesia- Presiden Joko Widodo kembali menyinggung soal defisit transaksi berjalan (current account deficit) yang tak kunjung beres. Ia mengingatkan para menteri untuk konsentrasi pada beberapa kebijakan yang riil terutama untuk tekan impor bahan bakar minyak (BBM).
"Saya mengingatkan kepada para menteri untuk konsentrasi pada langkah-langkah terobosan untuk kurangi impor kita. Baik itu impor BBM yang jadi penyumbang defisit terbesar, oleh sebab itu pembangunan kilang harus jadi prioritas," ujar Jokowi dalam rapat terbatas, Senin (11//11/2019).
Ia juga meminta lifting atau produksi minyak dalam negeri terus ditingkatkan, termasuk di dalamnya juga menggenjot penggunaan energi baru dan terbarukan. "Seperti B20, untuk segera masuk ke B30 lalu B100 sehingga dapat kurangi impor BBM."
Selain itu, investasi yang dilakukan di sektor industri substitusi impor juga harus terus diperhatikan. Jokowi ingin agar barang substitusi ini bisa buru-buru gantikan produk impor.
"Termasuk industri pengolahan, ini bukan hanya menciptakan lapangan kerja tapi juga memastikan bahwa yang dibutuhkan di dalam negeri juga diekspor dan bisa diproduksi di dalam negeri," katanya.
Dijumpai di kesempatan terpisah, Menteri Koordinator (Menko) Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan angkat bicara. Luhut mengatakan pihaknya melakukan evaluasi pada semua proyek kilang Pertamina.
"Di pertamina itu ada proyek senilai capexnya aja US$60 miliar. Sehingga kita bisa percepat waktunya. 2 tahunan semua proyek itu," ungkapnya di Kantor Menko Maritim dan Investasi, Senin, (11/11/2019).
Setelah dilakukan proses evaluasi satu persatu lalu diidentifikasi, pekan depan dari pihak Pertamina akan kembali lapor ke Menko Maritim dan Investasi. "Minggu depan Pertamina lapor sama saya lagi gimana timetablenya," paparnya.
Lalu terkait megaproyek pengembangan kilang Cilacap yang masih digantung, Luhut mengatakan saat ini masih evaluasi. Saat ini selisihnya masih US$ 1,5 miliar. "Iya belum keluar. Kalau betul tetap segitu tentu kita lihat pilihan lain," terangnya.
Hal senada disampaikan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif, dirinya minta agar semua bisa dipercepat. Percepatan proyek kilang bisa didorong salah satunya dengan membantu perizinan.
"Semua hal yang jadi hambatan harus kita atasi. Terkait peraturan perizinan dan masalah dalam negeri harus kita selesaikan," ungkapnya, Senin, (11/11/2019).
Sebelumnya, PT Pertamina (Persero) mengaku optimis bisa mengebut enam proyek kilang yang sudah digagas sejak dulu. Direktur Megaproyek Pengolahan dan Petrokimia PT Pertamina (Persero), Ignatius Tallulembang mengatakan kapasitas kilang, baru mencapai 1 juta barel per hari, operasinya 800 - 900 ribu barel, dan menghasilkan produk BBM 650 ribu barel per hari.
Sementara kebutuhan BBM mencapai 1,3 - 1,4 juta barel per hari. "Ketergantungan energi kita masih impor, kapasitas kita akan tambah dua kali lipat. Dengan growth 4-5% kita bisa capai 1,7 juta barel," paparnya di Kantor Pertamina Pusat, Rabu, (6/11/2019).
Enam proyek kilang yang tengah dikebut terdiri dari 4 proyek pengembangan atau RDMP dan 2 proyek baru atau Grass Root Refinery (GRR). Menurut Ignatius, semua proyek sampai saat ini masih on track. "Tidak ada yang ketinggalan kereta," sebutnya.
(gus/gus) Next Article RI Tak Punya Kilang Baru, Faisal: Jangan Salahkan Pertamina
"Saya mengingatkan kepada para menteri untuk konsentrasi pada langkah-langkah terobosan untuk kurangi impor kita. Baik itu impor BBM yang jadi penyumbang defisit terbesar, oleh sebab itu pembangunan kilang harus jadi prioritas," ujar Jokowi dalam rapat terbatas, Senin (11//11/2019).
Ia juga meminta lifting atau produksi minyak dalam negeri terus ditingkatkan, termasuk di dalamnya juga menggenjot penggunaan energi baru dan terbarukan. "Seperti B20, untuk segera masuk ke B30 lalu B100 sehingga dapat kurangi impor BBM."
"Termasuk industri pengolahan, ini bukan hanya menciptakan lapangan kerja tapi juga memastikan bahwa yang dibutuhkan di dalam negeri juga diekspor dan bisa diproduksi di dalam negeri," katanya.
Dijumpai di kesempatan terpisah, Menteri Koordinator (Menko) Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan angkat bicara. Luhut mengatakan pihaknya melakukan evaluasi pada semua proyek kilang Pertamina.
"Di pertamina itu ada proyek senilai capexnya aja US$60 miliar. Sehingga kita bisa percepat waktunya. 2 tahunan semua proyek itu," ungkapnya di Kantor Menko Maritim dan Investasi, Senin, (11/11/2019).
Setelah dilakukan proses evaluasi satu persatu lalu diidentifikasi, pekan depan dari pihak Pertamina akan kembali lapor ke Menko Maritim dan Investasi. "Minggu depan Pertamina lapor sama saya lagi gimana timetablenya," paparnya.
Lalu terkait megaproyek pengembangan kilang Cilacap yang masih digantung, Luhut mengatakan saat ini masih evaluasi. Saat ini selisihnya masih US$ 1,5 miliar. "Iya belum keluar. Kalau betul tetap segitu tentu kita lihat pilihan lain," terangnya.
Hal senada disampaikan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif, dirinya minta agar semua bisa dipercepat. Percepatan proyek kilang bisa didorong salah satunya dengan membantu perizinan.
"Semua hal yang jadi hambatan harus kita atasi. Terkait peraturan perizinan dan masalah dalam negeri harus kita selesaikan," ungkapnya, Senin, (11/11/2019).
Sebelumnya, PT Pertamina (Persero) mengaku optimis bisa mengebut enam proyek kilang yang sudah digagas sejak dulu. Direktur Megaproyek Pengolahan dan Petrokimia PT Pertamina (Persero), Ignatius Tallulembang mengatakan kapasitas kilang, baru mencapai 1 juta barel per hari, operasinya 800 - 900 ribu barel, dan menghasilkan produk BBM 650 ribu barel per hari.
Sementara kebutuhan BBM mencapai 1,3 - 1,4 juta barel per hari. "Ketergantungan energi kita masih impor, kapasitas kita akan tambah dua kali lipat. Dengan growth 4-5% kita bisa capai 1,7 juta barel," paparnya di Kantor Pertamina Pusat, Rabu, (6/11/2019).
Enam proyek kilang yang tengah dikebut terdiri dari 4 proyek pengembangan atau RDMP dan 2 proyek baru atau Grass Root Refinery (GRR). Menurut Ignatius, semua proyek sampai saat ini masih on track. "Tidak ada yang ketinggalan kereta," sebutnya.
(gus/gus) Next Article RI Tak Punya Kilang Baru, Faisal: Jangan Salahkan Pertamina
Most Popular