Pak Syahrul, Usul 4 Langkah untuk Mendongkrak Pertanian RI

Tirta Citradi & Arif Gunawan, CNBC Indonesia
26 October 2019 10:02
Dongkrak Daya Saing Komoditas Berbasis Ekspor!
Foto: Yasin Limpo Targetkan Satu Data Pertanian Dalam 100 Hari (CNBC Indonesia TV)
Tantangan lain yang dihadapi oleh pertanian Indonesia tidak hanya soal teknis seperti soal pendataan. Namun pertanian Indonesia juga menghadapi tantangan yang bersifat struktural. Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) dalam kurun waktu hampir 30 tahun terakhir, sokongan sektor pertanian terhadap produk domestik bruto (PDB) terus menurun.

Tercatat sejak tahun 1990-2018 kontribusi pertanian terhadap PDB turun drastis dari 22,09% menjadi sekitar 13%. Serapan tenaga kerja untuk sektor ini juga turun tajam dari 55,3% menjadi 31% pada periode yang sama.

Sektor pertanian pun tumbuh di bawah pertumbuhan ekonomi nasional. Ketika ekonomi Indonesia mencatatkan pertumbuhan 5% dalam kurun waktu lima tahun terakhir, pertumbuhan sektor pertanian hanya mampu mencapai angka 3%.



Memang secara struktural, ekonomi Indonesia saat ini ditopang oleh sektor manufaktur dan jasa. Namun bukan berarti pertanian akan ditinggalkan begitu saja. Kementan justru harus melihat momentum ini untuk mendongkrak perekonomian RI.

Setidaknya ada tiga fokus utama yang dapat dijadikan agenda prioritas Kementan lima tahun ke depan. Pertama terkait dengan fokus mendongkrak daya saing komoditas unggulan ekspor tanah air. Kedua, hilirisasi industri untuk produk hasil pertanian dan yang terakhir adalah memperkuat ketahanan pangan dalam negeri.

Mari mulai dari yang pertama, yaitu meningkatkan daya saing komoditas ekspor andalan tanah air. Indonesia punya beberapa komoditas unggulan ekspor mulai dari karet, sawit, kakao hingga kopi.

Indonesia merupakan negara produsen sawit terbesar di dunia. Mengutip data Kementerian Perdagangan, nilai ekspor sawit Indonesia pada 2018 mencapai US$ 16,53 miliar dengan pertumbuhan rata-rata tahunan mencapai 2,58%.



Sementara itu ekspor karet dan produk karet, kakao dan juga kopi pada 2018 masing-masing sebesar US$ 6,38 miliar, US$ 1,06 miliar dan US$ 810 juta.

Khusus untuk produk sawit seperti CPO, Indonesia terkena kampanye negatif dari LSM asing yang menilai CPO RI merusak lingkungan. Oleh karena itu, Kementan perlu menggaet Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk bersama-sama menetapkan kebijakan pertanian dan industri sawit yang berkelanjutan.

Sebenarnya Indonesia sudah punya program sertifikasi sawit (ISPO), pemerintah juga mencanangkan 75% sawit rakyat telah tersertifikasi ISPO pada 2025. Kementerian Pertanian perlu terus memonitor kemajuan dari program ini serta melakukan pendampingan terutama bagi petani sawit yang memiliki perkebunan rakyat.

Selain program sertifikasi yang bertujuan untuk mendongkrak daya saing, program-program lain yang juga perlu digalakkan seperti peningkatan produktivitas melalui intensifikasi bukan ekstensifikasi.

Industri sawit nusantara juga perlu didorong untuk melakukan aktivitas penelitian, pengembangan dan inovasi terutama diarahkan untuk praktik pertanian dan industri sawit yang sustainable, perolehan bibit sawit unggul, peningkatan kualitas minyak sawit serta peningkatan produktivitas.

Untuk mencapai program tersebut kementerian dapat meningkatkan anggaran risetnya maupun menggaet institusi-institusi riset serta perguruan tinggi dalam negeri. Pendekatan ini juga dapat dilakukan untuk berbagai komoditas unggulan ekspor lainnya.

BERLANJUT KE HALAMAN 3 >> 

(twg/twg)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular