
Pengembangan Energi Baru RI Lambat, Pengusaha Buka Masalahnya
Anisatul Umah, CNBC Indonesia
24 October 2019 11:16

Jakarta, CNBC Indonesia- Investasi di sektor energi baru terbarukan (EBT) dinilai belum cukup menarik bagi investor. Masih ada beberapa catatan yang perlu diperbaiki, sebelum bisa mengebut target bauran energi baru 25% di 2023.
Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) Surya Darma mengatakan ada beberapa hal yang perlu diperbaiki dalam sektor EBT.
Menurutnya ada beberapa aturan dalam EBT, seperti Permen ESDM Nomor 10/2018 terkait Pokok-Pokok dalam Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik. Kemudian, Permen ESDM 50/2017 terkait Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik. "Saya kira kalau bisa duduk bersama-sama kaji ulang," paparnya di Kementerian ESDM, Rabu, (23/10/2019).
Terkait EBT, kata Surya, Indonesia bisa mencontoh China. Di mana China dalam waktu 5 tahun bisa investasi di sektor EBT tumbuh dengan cepat, sebesar 115 GW melalui pembangkit listrik tenaga surya (PLTS). Berdasarkan pengalaman dari China, dirinya optimis mencapai target EBT bukan hal yang tidak mungkin.
"Bukan tidak mungkin ini tergantung niat dan melibatkan berbagai pihak, ini leadership menjadi suatu yang sangat perlu," imbuhnya.
Kepada Menteri ESDM yang baru terpilih, Asrifin Tasrif, dirinya memberikan saran agar Menteri baru membuka kesempatan berdiskusi apa-apa saja yang sebelumnya masih kurang. "Kalau ada yang dianggap bagus kita dukung, kalau ada yang kurang jangan segan-segan kita buka (diskusi) kembali."
Dirinya menyayangkan selama ini dialog masih minim, sehingga aspirasi tidak tertampung denga baik. Pembangunan EBT di Indonesia masih jauh tertinggal, sehingga untuk mengejar target bauran energi 23 persen tahun 2025 harus dikerjakan semaksimal mungkin dan perbaikan kualitas regulasi.
"Soal mungkin atau tidak sangat tergantung dengan pemerintah, kalau ada niat dan dukungan berbagai pihak, saya kira," terangnya.
Presiden Direktur PT Medco Energi Internasional Tbk. (MEDC) Hilmi Panigoro juga menambahkan transisi energi menuju energi baru terbarukan (EBT). Menurutnya karakteristik dari EBT investasi awalnya tinggi, namun bahan mentah untuk diprosesnya gratis, seperti sinar matahari dan angin.
"Jadi sistem tarifnya harus lebih cerdas, jangan yang konvensional, yang lebih kreatif, misalnya tinggi di depan kedepannya turun turun, nah sekarang ini cara-cara seperti itu masih belum digunakan," katanya.
Sementara, Direktur Jenderal (Dirjen) EBTKE F.X Sutijastoto mengatakan tugas dari menteri baru adalah menyelesaikan defisit neraca perdagangan dengan mengembangkan energi baru terbarukan (EBT).
"EBT ini jadi solusi karena panas bumi dalam negeri, tenaga air dalam negeri, kita juga ada biofuel, inilah yang mengurangi impor tadi," terangnya di Kementerian ESDM, Rabu, (23/10/2019).
(gus) Next Article Menteri ESDM Mulai Inventarisir Proyek EBT yang Mangkrak
Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) Surya Darma mengatakan ada beberapa hal yang perlu diperbaiki dalam sektor EBT.
Terkait EBT, kata Surya, Indonesia bisa mencontoh China. Di mana China dalam waktu 5 tahun bisa investasi di sektor EBT tumbuh dengan cepat, sebesar 115 GW melalui pembangkit listrik tenaga surya (PLTS). Berdasarkan pengalaman dari China, dirinya optimis mencapai target EBT bukan hal yang tidak mungkin.
"Bukan tidak mungkin ini tergantung niat dan melibatkan berbagai pihak, ini leadership menjadi suatu yang sangat perlu," imbuhnya.
Kepada Menteri ESDM yang baru terpilih, Asrifin Tasrif, dirinya memberikan saran agar Menteri baru membuka kesempatan berdiskusi apa-apa saja yang sebelumnya masih kurang. "Kalau ada yang dianggap bagus kita dukung, kalau ada yang kurang jangan segan-segan kita buka (diskusi) kembali."
Dirinya menyayangkan selama ini dialog masih minim, sehingga aspirasi tidak tertampung denga baik. Pembangunan EBT di Indonesia masih jauh tertinggal, sehingga untuk mengejar target bauran energi 23 persen tahun 2025 harus dikerjakan semaksimal mungkin dan perbaikan kualitas regulasi.
"Soal mungkin atau tidak sangat tergantung dengan pemerintah, kalau ada niat dan dukungan berbagai pihak, saya kira," terangnya.
Presiden Direktur PT Medco Energi Internasional Tbk. (MEDC) Hilmi Panigoro juga menambahkan transisi energi menuju energi baru terbarukan (EBT). Menurutnya karakteristik dari EBT investasi awalnya tinggi, namun bahan mentah untuk diprosesnya gratis, seperti sinar matahari dan angin.
"Jadi sistem tarifnya harus lebih cerdas, jangan yang konvensional, yang lebih kreatif, misalnya tinggi di depan kedepannya turun turun, nah sekarang ini cara-cara seperti itu masih belum digunakan," katanya.
Sementara, Direktur Jenderal (Dirjen) EBTKE F.X Sutijastoto mengatakan tugas dari menteri baru adalah menyelesaikan defisit neraca perdagangan dengan mengembangkan energi baru terbarukan (EBT).
"EBT ini jadi solusi karena panas bumi dalam negeri, tenaga air dalam negeri, kita juga ada biofuel, inilah yang mengurangi impor tadi," terangnya di Kementerian ESDM, Rabu, (23/10/2019).
(gus) Next Article Menteri ESDM Mulai Inventarisir Proyek EBT yang Mangkrak
Most Popular