Pak Jokowi, Ini Harapan Investor untuk Calon Menteri ESDM

Anisatul Umah, CNBC Indonesia
21 October 2019 19:02
Praktisi migas mengharapkan menteri yang terpilih nantinya tidak terlalu mencampuri bisnis migas terlalu teknis
Foto: Seminar Korporat Migas RI di Jakarta pada Senin, 21 Oktober 2019 (CNBC Indonesia/Anisatul Umah)
Jakarta, CNBC Indonesia- Presiden Joko Widodo mulai memanggil beberapa sosok yang dipertimbangkan untuk masuk kabinet jilid II pemerintahannya. Para pelaku usaha dan praktisi pun mulai memantau dan memberi catatan atas beberapa nama yang masuk tersebut.

Salah satunya adalah para praktisi industri migas, kali ini diwakili oleh Tumbur Parlindungan. Dari industri migas diharapkan ke depan memiliki Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan pemerintahan yang tidak terlalu campur tangan terlalu teknis urusan bisnis migas.



"Misal urusan teknikal seperti pasang meter pipa, pokoknya urusan bisnis urusan kita mereka buat regulasinya saja supaya kita bisa bermain dengan baik. Kami mau menteri ini membiarkan kami sebagai investor melakukan bisnis, jangan terlalu ikut campur," jelasnya saat dijumpai di Dharmawangsa, Senin (21/10/2019).

Kemudian, industri migas juga menekankan pentingnya kepastian hukum dalam berusaha seperti perubahan kontrak di tengah waktu atau kebijakan lainnya.

"Misalnya dulu kita boleh free lift minyak ke-manapun tapi akhirnya hanya boleh ke Indonesia ini harus ubah kontrak dan kami ikuti, apa besok seperti itu lagi?"

Selanjutnya adalah pembagian kewenangan yang jelas antara pemerintah pusat dan daerah. "Tiga ini jalan, semua investasi jalan," tegasnya.



Perkara defisit migas, Ia menjelaskan bahwa posisinya sampai kapanpun akan tetap defisit karena jumlah konsumsi yang makin tinggi tak sebanding dengan produksi. Perlu dicatat, bahwa migas adalah kegiatan produktif yang mendorong sektor lainnya.

Sebelumnya, anggota Bimasena Energy Club dan mantan Dirut Pertamina Ari Soemarno juga mengkritik soal istilah pemberian energi murah. "Itu terminologi politik, semua dihargai sesuai nilai keekonomian. Eksplorasi migas atau energi fosil itu atau energi baru dasarnya kan keekonomian, kalau investasi harus tahu baliknya berapa nah kalau murah siapa yang bayar?"

Permasalahan subsidi yang tak tepat sasaran juga menjadi sorotan, apalagi subsidi masih diberikan ke komoditas artinya beban juga harus ditanggung oleh produsen. "Gimana mau lanjutkan kebijakan kalau 50% migasnya impor, gimana memberikan insentif dan daya tarik investasi kalau ada limitasi di kalangan investor."
(gus/gus) Next Article Pikat Investor, Kontrak Gross Split Migas Bakal Tidak Wajib

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular