
Suramnya Sepakbola Italia, Tempat 'Mainan Baru' Orang Kaya RI
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
18 October 2019 14:48

Pada pertengahan hingga akhir dekade 1980-an, Italia dengan Serie A mulai menarik mata dunia. Penyebabnya apalagi kalau bukan kepindahan Diego Armando Maradona dari Barcelona (Spanyol) ke Napoli pada 1984. Bukan kaleng-kaleng, Maradona ditarik ke stadion San Paolo dengan status pemain termahal dunia kala itu (GBP 6,9 juta).
Kemudian jelang akhir 1980-an, giliran AC Milan yang menebar pesona. Rossoneri yang nyaris bangkrut diselamatkan oleh raja media Silvio Berlusconi yang kemudian menjadi Perdana Menteri Italia.
Di bawah kendali Don Silvio, AC Milan yang compang-camping berubah menjadi tim impian alias Dream Team. Pelatih super disiplin Arrigo Sacchi membentuk tim dengan pertahanan rapat dengan Franco Baresi sebagai dirigen. Lini tengah dan depan pun sangat aduhai dengan kehadiran Trio Belanda dalam diri Frank Rijkaard, Ruud Gullit, dan Marco van Basten.
Masuk ke dekade 1990-an, kegemilangan sepakbola Italia bukan memudar tetapi semakin mengkilap. Sampdoria berhasil menjadi finalis Piala Champions (kini Liga Champions) 1992, hanya kalah 0-1 dari Barcelona gara-gara gol sepakan jarak jauh Ronald Koeman.
Milan pun melanjutkan kejayaannya, meski tanpa Sacchi dan Trio Belanda. Tangan dingin pelatih Fabio Capello membawa Paolo Maldini dan kolega menjadi juara Eropa 1994.
Pada pertengahan 1990-an berganti Juventus yang jadi primadona. Pelatih jenius tetapi perokok berat bernama Marcelo Lippi menjadi kunci kebangkitan Si Nyonya Tua. Juventus berhasil menjadi juara Eropa pada 1995 dengan para maesto seperti Gianluca Vialli, Fabrizio Ravanelli, Antonio Conte, Angelo Peruzzi, dan lain-lain.
Kemudian jelang akhir dekade 1990-an, giliran Inter Milan yang mencuri sensasi. Dari sisi prestasi, Inter sebenarnya kalah mentereng ketimbang Milan atau Juventus. Namun peristiwa pada 1997 yang membuat La Beneamata menjadi sorotan dunia.
Massimo Moratti, pengusaha minyak yang cintanya kepada Inter tidak terbantahkan, rela menjebol rekeningnya sampai US$ 27 juta untuk memboyong Ronaldo Luiz Nazario de Lima dari Barcelona (Spanyol). Ronaldo bukan Cristiano kala itu baru mendapat penghargaan sebagai pemain terbaik dunia, sehingga untuk membuatnya datang ke San Siro harus melibatkan rekor transfer termahal dunia.
Kilau sepakbola Negeri Menara Pisa berlanjut hingga ke awal dekade 2000-an. Kala itu, duo ibukota AS Roma dan Lazio yang kerap mencuri perhatian.
Lazio yang diisi pemain kelas dunia macam Juan Sebastian Veron, Marcelo Salas, Matias Almeyda, Pavel Nedved, sampai Sergio Conceicao berhasil menjadi scudetto pada musim 1999-2000. Sementara Roma menjadi campioni d'Italia pada musim 2000-2001.
(BERLANJUT KE HALAMAN 3)
(aji/dru)
Kemudian jelang akhir 1980-an, giliran AC Milan yang menebar pesona. Rossoneri yang nyaris bangkrut diselamatkan oleh raja media Silvio Berlusconi yang kemudian menjadi Perdana Menteri Italia.
Di bawah kendali Don Silvio, AC Milan yang compang-camping berubah menjadi tim impian alias Dream Team. Pelatih super disiplin Arrigo Sacchi membentuk tim dengan pertahanan rapat dengan Franco Baresi sebagai dirigen. Lini tengah dan depan pun sangat aduhai dengan kehadiran Trio Belanda dalam diri Frank Rijkaard, Ruud Gullit, dan Marco van Basten.
Baca:AC Milan Tergadai |
Masuk ke dekade 1990-an, kegemilangan sepakbola Italia bukan memudar tetapi semakin mengkilap. Sampdoria berhasil menjadi finalis Piala Champions (kini Liga Champions) 1992, hanya kalah 0-1 dari Barcelona gara-gara gol sepakan jarak jauh Ronald Koeman.
Milan pun melanjutkan kejayaannya, meski tanpa Sacchi dan Trio Belanda. Tangan dingin pelatih Fabio Capello membawa Paolo Maldini dan kolega menjadi juara Eropa 1994.
Pada pertengahan 1990-an berganti Juventus yang jadi primadona. Pelatih jenius tetapi perokok berat bernama Marcelo Lippi menjadi kunci kebangkitan Si Nyonya Tua. Juventus berhasil menjadi juara Eropa pada 1995 dengan para maesto seperti Gianluca Vialli, Fabrizio Ravanelli, Antonio Conte, Angelo Peruzzi, dan lain-lain.
Kemudian jelang akhir dekade 1990-an, giliran Inter Milan yang mencuri sensasi. Dari sisi prestasi, Inter sebenarnya kalah mentereng ketimbang Milan atau Juventus. Namun peristiwa pada 1997 yang membuat La Beneamata menjadi sorotan dunia.
Massimo Moratti, pengusaha minyak yang cintanya kepada Inter tidak terbantahkan, rela menjebol rekeningnya sampai US$ 27 juta untuk memboyong Ronaldo Luiz Nazario de Lima dari Barcelona (Spanyol). Ronaldo bukan Cristiano kala itu baru mendapat penghargaan sebagai pemain terbaik dunia, sehingga untuk membuatnya datang ke San Siro harus melibatkan rekor transfer termahal dunia.
Kilau sepakbola Negeri Menara Pisa berlanjut hingga ke awal dekade 2000-an. Kala itu, duo ibukota AS Roma dan Lazio yang kerap mencuri perhatian.
Lazio yang diisi pemain kelas dunia macam Juan Sebastian Veron, Marcelo Salas, Matias Almeyda, Pavel Nedved, sampai Sergio Conceicao berhasil menjadi scudetto pada musim 1999-2000. Sementara Roma menjadi campioni d'Italia pada musim 2000-2001.
(BERLANJUT KE HALAMAN 3)
(aji/dru)
Next Page
Calciopoli Bikin Ambyar
Pages
Most Popular