Daya Saing Dilibas Vietnam, RI Minim Insinyur Hingga Dokter

Muhammad Choirul Anwar, CNBC Indonesia
17 October 2019 12:31
Daya Saing Dilibas Vietnam, RI Minim Insinyur Hingga Dokter
Foto: Rapat Terbatas Reformasi Perpajakan untuk Peningkatan Daya Saing Ekonomi (BPMI Setpres/Rusman)
Jakarta, CNBC IndonesiaBukan rahasia lagi, daya saing investasi Indonesia kalah dari Vietnam. Sangat disayangkan memang, Indonesia tidak bisa mendapat untung dari perang dagang yang terjadi antara Amerika Serikat (AS) dengan China.

September 2019 lalu, delegasi Bank Dunia mendatangi Presiden Joko Widodo (Jokowi). Bank Dunia melaporkan, ada sekitar 33 perusahaan yang memutuskan hengkang dari China. Namun tujuan mereka pergi bukanlah ke Indonesia, melainkan ke negara-negara tetangga seperti Malaysia, hingga Vietnam mencapai 23 perusahaan.

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Thomas Trikasih Lembong, mengatakan banyak kekurangan Indonesia sehingga kalah saing.

"Kita punya labour market yang terlalu kaku, vokasinya kurang. Terlalu banyak pekerja kita terjebak di sektor informal. Reformasi yang bisa diterapkan seperti bantuan sosial, jaminan sosial, subsidi untuk latihan vokasi supaya pekerja kita bisa naik kelas. Supaya produktivitas bisa lebih tinggi. Itu salah satu program besar kita di periode kedua (Jokowi)," ujar Lembong di BSD, Kamis (17/10/2019).


Menurutnya, Indonesia masih kekurangan perguruan tinggi yang berkualitas. Kemudian Indonesia juga kekurangan insinyur, dokter, teknisi dan pelaku riset.

"Yang sudah ada harus tambah terampil lagi. Untuk itu kita mau mengundang misalnya universitas internasional untuk masuk ke sini, supaya orang kita tidak usah jauh-jauh ke sana. Sudah dilakukan Vietnam 15 tahun yang lalu. Sudah dilakukan Malaysia 15 tahun lalu. Sudah waktunya kita juga melakukannya," katanya.



Saat ini, sejumlah negara seperti Vietnam, Thailand, Malaysia, India, hingga Bangladesh berebutan untuk menarik investasi di sektor manufaktur yang memang padat modal dan padat karya.

Meski daya saing masih berat, namun pemerintah Indonesia melakukan aksi jemput bola menarik investor luar masuk.

"Minggu lalu, BKPM dan Kementerian Perindustrian bikin satu delegasi ke Tiongkok untuk bertemu dengan industri mebel dan produk kayu di Guangzhou dan Fosan. Untuk manufaktur kita harus jemput bola, harus dikawal sampai ke ujung," kata Lembong.

Katanya, merek-merek tekstil asal AS juga saat ini mau menggeser ordernya dari China ke Indonesia, karena perang dagang yang terjadi.

Indonesia memang harus bekerja keras untuk menarik investasi di sektor manufaktur.

"Menteri Perindustrian bilang investasi di pertrokimia itu sekali tanam Rp 50 triliun. Tentu mengawal invetasi mega proyek seperti itu merupakan tantangan tersendiri, tapi sekali jadi itu akan menjadi basis semua cabang pohon industri. Tapi investor yang akan mengambil risiko puluhan triliun itu benar-benar memerlukan kepastian hukum, kawalan dari awal sampai akhir," paparnya.
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular