Jadi Mafia Tanah? Ancamannya Penjara Lho
Yuni Astutik, CNBC Indonesia
11 October 2019 14:53

Jakarta, CNBC Indonesia - Istilah mafia tanah sudah jadi rahasia umum, melekat dengan aksi tipu-tipu dan mempermainkan harga suatu bidang tanah hingga persoalan sengketa sampai pemalsuan dokumen tanah. Pemerintah sedang gencar melawan aksi mafia tanah karena sudah mengganggu iklim investasi.
"Karena unsur telah terpenuhi melanggar pasal 263 ayat 2, ancamannya pidana 6 tahun penjara," kata Menteri ATR/Kepala BPN Sofyan Djalil saat memaparkan kasus terbongkarnya aksi mafia tanah di Jakarta dan Banten, di kantornya, Jumat (11/10)
Pada KUHP pasal 263 ayat 1 memang diatur sanksi bagi yang memalsukan surat atau membuat surat palsu yang membuat kerugian maka diancam penjara.
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional bersama Polri membongkar dua kasus mafia pertanahan di Jakarta dan Banten. Mafia tanah menjadi masalah serius terutama dalam hal menghambat investasi dan merugikan masyarakat.
Direktur Reskrimum Polda Metro Jaya Suyudi Ario Seto saat konferensi pers di Kantor kementerian ATR/BPR, Jumat (11/10/2019) menceritakan bagaimana sindikat mafia tanah ini bekerja. Di Jakarta, ada 4 sindikat besar terkait properti dan apartemen. Tiga di antaranya terkait mafia properti yaitu kelompok AR, AC, DH, dan untuk mafia apartemen adalah kelompok yang baru.
"Kerugian keempat jaringan ini ditaksir mencapai Rp 300 miliar," katanya.
Modus operandi diawali dengan berpura-pura melakukan jual-beli properti. Kelompok ini berperan, dengan berpura-pura menjadi agen properti, termasuk di dalamnya ada penjual dan pembeli, yang ternyata abal-abal.
"Pembeli aset properti dengan nilai yang sudah disepakati, transaksi, hingga ada DP agar meyakinkan. Aksi jual beli ditentukan di tempat yang memberikan keyakinan di kantor notaris, yang ternyata fiktif," jelasnya.
Lokasi kantor Notaris didesain sedemikian rupa, ada papan nama, staf kenotarisan yang juga figur-figur dibuat dan diciptakan sedemikian rupa. Setelah adanya pertemuan dengan pihak pembeli dan penjual, pihak pembeli meminta sertifikat dari si penjual dengan dalih untuk dicek ke pihak BPN.
"Di sinilah terjadi perpindahan penjual ke pembeli. Kemudian pembeli abal-abal melakukan upaya pemalsuan dokumen, sertifikat, kemudian pemalsuan identitas lain; KTP, KK bahkan dibuat kartu surat cerai yang tentunya digunakan melakukan untuk transaksi lainnya di pihak berizin," jelasnya.
Kasus mafia tanah lainnya adalah di Provinsi Banten. Direktur rekrimum Polda Banten, Novri Turangga mencatat dari target 5 perkara sepanjang Oktober 2018 sampai 2019, justru ada 10 perkara yang bisa diungkap.
"Pemalsuan dokumen Warkah, SHM dengan warkah palsu sebanyak 5 dengan luas 4,5 hektare," jelasnya.
Dokumen tersebut digunakan untuk membuat surat klaim ke BPN Cilegon, dan mengirim surat ke beberapa perusahaan bahwa pelaku memiliki hak atas tanah di Krakatau Steel. Kasus yang terakhir juga tak kalah mencuri perhatian, yang melibatkan Lotte Chemical.
"Terakhir ada surat yang dikirim ke Lotte Chemical tembusan ke presiden, kementerian, gubernur, Kapolri, Kapolda dan BPN, agar Lotte tak melakukan aktivitas. Akibat ada surat tersebut, mengganggu kegiatan pembangunan, termasuk mengganggu investasi senilai Rp 50 triliun," jelasnya.
(hoi/hoi) Next Article Sial! Mafia Tanah Bikin Rugi RI, Hambat Investasi Rp 50 T
"Karena unsur telah terpenuhi melanggar pasal 263 ayat 2, ancamannya pidana 6 tahun penjara," kata Menteri ATR/Kepala BPN Sofyan Djalil saat memaparkan kasus terbongkarnya aksi mafia tanah di Jakarta dan Banten, di kantornya, Jumat (11/10)
Pada KUHP pasal 263 ayat 1 memang diatur sanksi bagi yang memalsukan surat atau membuat surat palsu yang membuat kerugian maka diancam penjara.
Direktur Reskrimum Polda Metro Jaya Suyudi Ario Seto saat konferensi pers di Kantor kementerian ATR/BPR, Jumat (11/10/2019) menceritakan bagaimana sindikat mafia tanah ini bekerja. Di Jakarta, ada 4 sindikat besar terkait properti dan apartemen. Tiga di antaranya terkait mafia properti yaitu kelompok AR, AC, DH, dan untuk mafia apartemen adalah kelompok yang baru.
"Kerugian keempat jaringan ini ditaksir mencapai Rp 300 miliar," katanya.
Modus operandi diawali dengan berpura-pura melakukan jual-beli properti. Kelompok ini berperan, dengan berpura-pura menjadi agen properti, termasuk di dalamnya ada penjual dan pembeli, yang ternyata abal-abal.
"Pembeli aset properti dengan nilai yang sudah disepakati, transaksi, hingga ada DP agar meyakinkan. Aksi jual beli ditentukan di tempat yang memberikan keyakinan di kantor notaris, yang ternyata fiktif," jelasnya.
Lokasi kantor Notaris didesain sedemikian rupa, ada papan nama, staf kenotarisan yang juga figur-figur dibuat dan diciptakan sedemikian rupa. Setelah adanya pertemuan dengan pihak pembeli dan penjual, pihak pembeli meminta sertifikat dari si penjual dengan dalih untuk dicek ke pihak BPN.
"Di sinilah terjadi perpindahan penjual ke pembeli. Kemudian pembeli abal-abal melakukan upaya pemalsuan dokumen, sertifikat, kemudian pemalsuan identitas lain; KTP, KK bahkan dibuat kartu surat cerai yang tentunya digunakan melakukan untuk transaksi lainnya di pihak berizin," jelasnya.
Kasus mafia tanah lainnya adalah di Provinsi Banten. Direktur rekrimum Polda Banten, Novri Turangga mencatat dari target 5 perkara sepanjang Oktober 2018 sampai 2019, justru ada 10 perkara yang bisa diungkap.
"Pemalsuan dokumen Warkah, SHM dengan warkah palsu sebanyak 5 dengan luas 4,5 hektare," jelasnya.
Dokumen tersebut digunakan untuk membuat surat klaim ke BPN Cilegon, dan mengirim surat ke beberapa perusahaan bahwa pelaku memiliki hak atas tanah di Krakatau Steel. Kasus yang terakhir juga tak kalah mencuri perhatian, yang melibatkan Lotte Chemical.
"Terakhir ada surat yang dikirim ke Lotte Chemical tembusan ke presiden, kementerian, gubernur, Kapolri, Kapolda dan BPN, agar Lotte tak melakukan aktivitas. Akibat ada surat tersebut, mengganggu kegiatan pembangunan, termasuk mengganggu investasi senilai Rp 50 triliun," jelasnya.
(hoi/hoi) Next Article Sial! Mafia Tanah Bikin Rugi RI, Hambat Investasi Rp 50 T
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular