
Mampu Beli Rokok dan Pulsa, Tapi Iuran BPJS Naik Protes?
Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
09 October 2019 16:53

Jakarta, CNBC Indonesia - Rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan menjadi kontroversi di kalangan masyarakat saat ini.
Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menganggap kenaikan iuran BPJS Kesehatan adalah hal yang wajar.
JK menyoroti warga yang menghabiskan uang untuk hal-hal konsumtif dibanding kesehatan.
"Beli pulsa aja jauh lebih besar dari itu. Masak, lebih mementingkan pulsa daripada kesehatan," kata JK dilansir detikcom.
JK mengatakan iuran BPJS Kesehatan dinaikkan agar anggaran pemerintah tidak defisit. Pemerintah sudah melakukan kerja sama dengan daerah terkait pembiayaan BPJS yang dinilai tidak akan membebani warga kurang mampu.
"Naiknya tarif itu tidak akan membebani orang miskin karena PBI (penerima bantuan iuran) itu serta yang dibiayai oleh pemerintah itu lebih dari 100 juta. Sebenarnya ini hanya cara pergantian defisit, karena kalau defisit pemerintah juga bayar. Tapi kalau ini naik tarif, pemerintah juga yang bayar yang lebih 120 juta itu," tutur JK.
JK mengatakan, seusai kenaikan iuran nanti, tidak akan terjadi lagi defisit. Pembiayaannya, menurut JK, juga akan dibantu pemerintah daerah.
"Artinya penduduk satu daerah, ini silakan kelola dengan dana sekian. Lebih desentralistis. Pokoknya kalau sudah naik, kalau sudah naik tidak ada lagi defisitnya, kalau sudah naik nanti," tuturnya.
Direktur Utama BPJS Kesehatan Fahmi Idris menjelaskan soal rencana pemerintah menaikkan iuran BPJS Kesehatan.
Kenaikan iuran ini dikarenakan defisit yang terjadi akibat banyaknya fraud dan tingkat kolektibilitas yang rendah.
Fahmi mengatakan, iuran yang naik dua kali lipat sebenarnya tidak seperti itu narasinya. "Iuran naik dua kali lipat itu ngga seperti itu narasinya. Narasi kelas satu itu kurang lebih Rp 5.000 per hari lho. Kelas dua itu sekitar Rp 3.000 per hari dan kelas tiga ngga sampai Rp 2.000 per hari, kalau kita punya uang Rp 2.000 itu bisa kita taruh per hari," papar Fahmi di Jakarta, Senin (7/10/2019).
Nah menurut Fahmi, jika mengumpulkan Rp 5.000 per hari atau Rp 3.000 dan menyisihkan Rp 2.000 per hari itu berat maka pemerintah tidak tinggal diam. Menurutnya ada 96,8 juta peserta miskin dan hampir miskin yang dibiayai pemerintah.
"Kita parkir motor kan Rp 2.000 sekali. Rokok paling murah Rp 8.000 per bungkus. Kalau tidak mampu lagi pemerintah akan hadir," kata Fahmi.
(dru) Next Article Kapan Kelas Standar BPJS Berlaku, Tarifnya Rp 75.000?
Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menganggap kenaikan iuran BPJS Kesehatan adalah hal yang wajar.
JK menyoroti warga yang menghabiskan uang untuk hal-hal konsumtif dibanding kesehatan.
![]() |
"Naiknya tarif itu tidak akan membebani orang miskin karena PBI (penerima bantuan iuran) itu serta yang dibiayai oleh pemerintah itu lebih dari 100 juta. Sebenarnya ini hanya cara pergantian defisit, karena kalau defisit pemerintah juga bayar. Tapi kalau ini naik tarif, pemerintah juga yang bayar yang lebih 120 juta itu," tutur JK.
JK mengatakan, seusai kenaikan iuran nanti, tidak akan terjadi lagi defisit. Pembiayaannya, menurut JK, juga akan dibantu pemerintah daerah.
"Artinya penduduk satu daerah, ini silakan kelola dengan dana sekian. Lebih desentralistis. Pokoknya kalau sudah naik, kalau sudah naik tidak ada lagi defisitnya, kalau sudah naik nanti," tuturnya.
Direktur Utama BPJS Kesehatan Fahmi Idris menjelaskan soal rencana pemerintah menaikkan iuran BPJS Kesehatan.
Kenaikan iuran ini dikarenakan defisit yang terjadi akibat banyaknya fraud dan tingkat kolektibilitas yang rendah.
Fahmi mengatakan, iuran yang naik dua kali lipat sebenarnya tidak seperti itu narasinya. "Iuran naik dua kali lipat itu ngga seperti itu narasinya. Narasi kelas satu itu kurang lebih Rp 5.000 per hari lho. Kelas dua itu sekitar Rp 3.000 per hari dan kelas tiga ngga sampai Rp 2.000 per hari, kalau kita punya uang Rp 2.000 itu bisa kita taruh per hari," papar Fahmi di Jakarta, Senin (7/10/2019).
Nah menurut Fahmi, jika mengumpulkan Rp 5.000 per hari atau Rp 3.000 dan menyisihkan Rp 2.000 per hari itu berat maka pemerintah tidak tinggal diam. Menurutnya ada 96,8 juta peserta miskin dan hampir miskin yang dibiayai pemerintah.
"Kita parkir motor kan Rp 2.000 sekali. Rokok paling murah Rp 8.000 per bungkus. Kalau tidak mampu lagi pemerintah akan hadir," kata Fahmi.
(dru) Next Article Kapan Kelas Standar BPJS Berlaku, Tarifnya Rp 75.000?
Most Popular