Saat Tagar 'Ekonomi Sulit BPJS Melilit' Viral, Aku Kudu Piye?

Herdaru Purnomo, CNBC Indonesia
09 October 2019 08:23
Saat Tagar 'Ekonomi Sulit BPJS Melilit' Viral, Aku Kudu Piye?
Naik.. Naik.. ke Puncak Gunung, Tinggi... Tinggi Sekali...

Cuitan tersebut datang dari seorang netizen dengan nama Urmila. Ia menyisipkan tagar #EkonomiSulitBPJSMelilit

Nampaknya netizen di dunia maya kecewa terhadap rencana pemerintah yang sudah bulat untuk menaikkan tarif iuran BPJS Kesehatan.

Untuk mendukung rencana tersebut, digelarlah sebuah diskusi pada Senin (7/10/2019) dalam Forum Merdeka Barat. Sebuah forum yang diinisiasi oleh Kominfo. Diskusi tersebut menghadirkan Wamenkeu Mardiasmo, Pengamat Kesehatan Budi Hidayat hingga Dirut BPJS Kesehatan Fahmi Idris.

Narasi yang disampaikan, pertama, urgensi kenaikan tarif iuran BPJS Kesehatan. Dan kedua, kenaikan iuran adalah jalan terakhir yang diarahkan kepada kebangkrutan BPJS.



Tantangan yang dihadapi BPJS Kesehatan, pertama adalah struktur iuran masih underpriced atau di bawah angka hitungan yang sesungguhnya diperlukan untuk mengcover biaya kesehatan. Kedua, banyak peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) yaitu orang yang membayar mandiri atau dari sektor informal yang baru mendaftar pada saat sakit (kondisi adverse selection) lalu setelah mendapat layanan kesehatan berhenti membayar iuran.

Lalu ketiga, rendahnya tingkat keaktifan peserta PBPU yaitu hanya sekitar 54%, sementara tingkat utilisasi (penggunaan asuransi) sangat tinggi. Dan keempat ialah beban pembiayaan katastropik yang sangat besar yaitu lebih dari 20% dari total biaya manfaat.

Saat Tagar 'Ekonomi Sulit BPJS Melilit' Viral, Aku Kudu Piye?Foto: Forum Merdeka Barat 9 dengan topik Tarif Iuran BPJS (CNBC Indonesia/Lidya Julita S)


Mengatasi masalah tersebut, pemerintah melalui Kementerian Keuangan berencana melakukan langkah-langkah strategis guna memperbaiki keberlanjutan program JKN. Selain melakukan suntikan Penyertaan Modal Negara (PMN), yakni pertama, dengan perbaikan sistem dan manajemen JKN. Kedua, memperkuat peranan Pemda. Dan ketiga, menyesuaikan iuran peserta JKN.

"Sebenarnya, saya sudah bolak balik bicara BPJS Kesehatan. Sudah 150 kali membicarakan BPJS. Dan selama itu, Penyesuaian iuran BPJS itu merupakan the last option, pilihan terakhir," demikian narasi dari Wamenkeu Mardiasmo.



Penyesuaian iuran BPJS untuk dikenakan lebih tinggi untuk kelas II dan kelas I sebesar Rp110.000 dan Rp160.000 mengingat pemerintah menyediakan universal health coverage pada dasarnya adalah standar kelas III yang juga naik menjadi Rp 42.000 iurannya.

Halaman Selanjutnya >> Netizen Tak Terima (NEXT)



APBN 2014 sekitar Rp 1.800 triliun, dan APBN 2020 Rp 2.500 triliun. Artinya naik Rp 700 triliun, kenapa tidak diprioritaskan untuk anggaran yang betul-betul menyentuh kebutuhan rakyat seperti tambahan untuk BPJS dan Listrik sehingga beban rakyat berkurang? Silakan publik menilai.


Demikian cuitan dari Mantan Sekretaris Menteri BUMN Said Didu.

Akun D_Mechy juga mencuit; 'Jangan Jadikan Peserta BPJS Sebagai Kambing Hitam'

Rakyat yang selalu disalahkan ketika defisit atau kerugian apapun yang terjadi di rezim ini. Lalu apa fungsi pemerintah?

Netizen setidaknya telah membuat tagar #EkonomiSulitBPJSMelilit menjadi trending topic pagi ini. Ketidakterimaan akan kenaikan iuran dengan menerapkan sanksi menjadi cuitan terbanyak.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Sanksi Menanti, Bikin Masyarakat Makin Pusing (NEXT) Direktur Utama BPJS Kesehatan Fahmi Idris menegaskan telah merencanakan pemberian sanksi kepada masyarakat yang terus menunggak iuran. Sanksi tersebut tengah di godok dan dipertimbangkan oleh Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK).

"Kita sedang susun inpres (Instruksi Presiden) melalui Menko PMK untuk sanksi pelayanan publik dan medsos. Hampir 4 tahun, kalau tidak bayar terus, tak bisa urus SIM, urus paspor dan kredit bank," ujarnya di Forum Merdeka Barat, Senin (7/10/2019).

Menurutnya, selama sanksi tersebut sudah ada tapi hanya sebatas tulisan tanpa ada tindakan nyata karena tidak ada payung hukumnya. Oleh karenanya, diharapkan dengan adanya aturan nanti, sanksi tidak perlu melalui hukum pidana.

"Itu hanya tekstual tanpa eksekusi dan mudah mudahan nanti dengan adanya instruksi kita tidak perlu gunakan pendekatan hukuman pidana," jelasnya.

Pihanya pun tidak berharap ada tambahan sanksi lain karena hal tersebut dianggap cukup. Ia pun menegaskan sanksi tersebut tidak bertujuan menyusahkan tapi untuk meningkatkan kesadaran untuk membayar kewajibannya.

"Pertanyaan policy saya kira tidak perlu tambah dosis. Proses teknis kami ikuti saja. Inpres, pasca audit BPK, kementerian yang pimpin Kemenko PMK, jadi skrg kita berproses. Kalau ditanya kapan ya kami lihat lebig cepat lebih baik," tegasnya.

Apalagi, Fahmi menjelaskan tidak ingin menghentikan pelayanan BPJS Kesehatan kepada masyarakat. Maka berbagai cara ditempuh agar terus bisa memberikan manfaat kepada semua yang membutuhkan termasuk rakyat tidak mampu.

"Begini, kami tidak ingin pelayanan berhenti. BPJS Kesehatan sendiri mendapat sanksi, dihukum kalau telat bayar ke Rumah Sakit. Itu 1% dari setiap klaim yang masik. Kami laporkan ke kemenkeu berapa denda yang harus dibayar, yang mana denda itu membebani negara dan APBN. Jadi kita harap ini cepat diselesaikan," tutupnya.




Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular