
'Penyakit' Tol Laut: Berangkat Penuh Pulang Kosong, Kok Bisa?
Muhammad Choirul Anwar, CNBC Indonesia
09 October 2019 15:46

Jakarta, CNBC Indonesia - Penyelenggaraan program Tol Laut masih dihantui masalah klasik: berangkat penuh pulang kosong. Hal ini menjadi catatan tersendiri bagi pemerintah.
Deputi III Infrastruktur Kemenko Kemaritiman Ridwan Djamaluddin mengaku, masih terdapat disparitas ekonomi yang cukup tinggi antara wilayah barat dan timur Indonesia. Hal ini menurutnya, tercermin dari kontribusi ekonomi Pulau Jawa dan Sumatera terhadap Indonesia yang mencapai 80%.
"Bahasa sederhananya adalah kita harus membangun sentra-sentra produksi di timur sana," ungkapnya dalam sebuah wawancara dengan CNBC Indonesia, Rabu (9/10/2019).
Hal itu juga menjadi salah satu evaluasi Tol Laut. Ke depan, dia bilang, setiap daerah harus mengidentifikasi produk-produk unggulan yang bisa dihasilkan.
"Untuk dibawa dari daerahnya ke Jawa atau ke kota besar yang lain. Supaya istilahnya tidak membawa anginlah baliknya," tandasnya.
Selama ini, memang istilah pulang bawa angin menjadi 'rutunitas' penyelenggaraan Tol Laut. Dengan kondisi demikian, ongkos kirim yang dibutuhkan menjadi seolah berlipat ganda.
"Jangan sampai biaya itu jadi lebih mahal karena seolah-olah kita membayar dua kali jalan kan. Sekali jalan kita bawa barang, sekali jalan kosong, akhirnya seolah-olah menjadi dua kali jalan," katanya.
Secara konkret, salah satu fokus pemerintah yang tengah digalang adalah kerja sama 4 koridor ekonomi terpadu. Koridor tersebut berada di Sumatera Utara, Kalimantan Utara, Sulawesi Utara, dan Bali.
Daerah-daerah di sebelah timur Kalimantan menurutnya memiliki banyak potensi dengan adanya 4 koridor itu. Di Papua misalnya, pihaknya telah mengidentifikasi banyak potensi ikan yang seharusnya bisa didistribusikan ke barat.
"Daerah-daerah ini yang sedang kita garap. Kalau dikaitkan dengan investasi besar di kawasan timur, kegiatan ekonominya ketika tahun 2017 pertumbuhan ekonomi kita 5,7% sekitar-sekitar itu, di Sulawesi Tengah itu mereka 9,68% pertumbuhan. Itu didorong oleh nilai tambah industri pertambangan. Sangat tinggi pertumbuhannya. Itu salah satu upayanya," ucapnya.
"Nah replikasi dari hal-hal seperti ini. Kita juga datang ke Maluku dan Maluku utara, di sana juga sudah diidentifikasi. Namun sekali lagi harus ada langkah sistematis dan terukur agar industrialisasi di timur segera diwujudkan," katanya.
(hoi/hoi) Next Article Waduh! Jokowi Kecewa Lagi ke Menteri, Kali Ini Soal Tol Laut
Deputi III Infrastruktur Kemenko Kemaritiman Ridwan Djamaluddin mengaku, masih terdapat disparitas ekonomi yang cukup tinggi antara wilayah barat dan timur Indonesia. Hal ini menurutnya, tercermin dari kontribusi ekonomi Pulau Jawa dan Sumatera terhadap Indonesia yang mencapai 80%.
"Bahasa sederhananya adalah kita harus membangun sentra-sentra produksi di timur sana," ungkapnya dalam sebuah wawancara dengan CNBC Indonesia, Rabu (9/10/2019).
Hal itu juga menjadi salah satu evaluasi Tol Laut. Ke depan, dia bilang, setiap daerah harus mengidentifikasi produk-produk unggulan yang bisa dihasilkan.
"Untuk dibawa dari daerahnya ke Jawa atau ke kota besar yang lain. Supaya istilahnya tidak membawa anginlah baliknya," tandasnya.
Selama ini, memang istilah pulang bawa angin menjadi 'rutunitas' penyelenggaraan Tol Laut. Dengan kondisi demikian, ongkos kirim yang dibutuhkan menjadi seolah berlipat ganda.
"Jangan sampai biaya itu jadi lebih mahal karena seolah-olah kita membayar dua kali jalan kan. Sekali jalan kita bawa barang, sekali jalan kosong, akhirnya seolah-olah menjadi dua kali jalan," katanya.
Secara konkret, salah satu fokus pemerintah yang tengah digalang adalah kerja sama 4 koridor ekonomi terpadu. Koridor tersebut berada di Sumatera Utara, Kalimantan Utara, Sulawesi Utara, dan Bali.
Daerah-daerah di sebelah timur Kalimantan menurutnya memiliki banyak potensi dengan adanya 4 koridor itu. Di Papua misalnya, pihaknya telah mengidentifikasi banyak potensi ikan yang seharusnya bisa didistribusikan ke barat.
"Daerah-daerah ini yang sedang kita garap. Kalau dikaitkan dengan investasi besar di kawasan timur, kegiatan ekonominya ketika tahun 2017 pertumbuhan ekonomi kita 5,7% sekitar-sekitar itu, di Sulawesi Tengah itu mereka 9,68% pertumbuhan. Itu didorong oleh nilai tambah industri pertambangan. Sangat tinggi pertumbuhannya. Itu salah satu upayanya," ucapnya.
"Nah replikasi dari hal-hal seperti ini. Kita juga datang ke Maluku dan Maluku utara, di sana juga sudah diidentifikasi. Namun sekali lagi harus ada langkah sistematis dan terukur agar industrialisasi di timur segera diwujudkan," katanya.
(hoi/hoi) Next Article Waduh! Jokowi Kecewa Lagi ke Menteri, Kali Ini Soal Tol Laut
Most Popular