Apakah Aroma Resesi Sudah Tercium di Asia?

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
08 October 2019 14:43
Bagaimana Dengan Ekonomi China?
Foto: Parade Militer Memperingati Hari Kemerdekaan 70 Tahun Republik Rakyat China (RRC) di Beijing pada Selasa, 1 Oktober 2019 (AP Photo/Mark Schiefelbein)
Di China, angka Purchasing Managers' Index (PMI) komposit Caixin naik menjadi 51,9 pada September, tertinggi dalam lima bulan terakhir. Produksi manufaktur meningkat tertinggi sejak Februari 2018 (September 51,4 vs 50,4 pada Agustus). Sementara pertumbuhan jasa secara tak terduga berada di level terendah dalam tujuh bulan terakhir (51,3 vs 52,1).



Hingga Juli, sektor jasa memberikan kontribusi 60,3% dari pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan atau 23,2 poin persentase lebih tinggi dari kontribusi industri sekunder. Itu artinya kalau sektor jasa China melambat ekonomi juga terancam melambat. 

Melansir laporan dari Trading Economics, total pesanan baru meningkat pada laju paling curam sejak Februari 2018. Pada saat yang sama, inventaris/stok tidak mengalami kenaikan yang berarti dalam hampir 1-1,5 tahun ini. Hal itu menandakan adanya tekanan pada kapasitas operasi.

Di sisi lain, penjualan luar negeri juga sedikit menyusut. Dari sisi harga, beban biaya meningkat drastis sejak November 2018, sementara upaya untuk tetap kompetitif terus membebani dengan biaya output yang hanya naik tipis. 

Data-data tersebut menggambarkan bahwa sebenarnya performa ekonomi Asia tidak jelek-jelek amat. Masih ada harapan, masih ada ruang untuk tumbuh.

Namun bukan berarti Asia bisa berleha-leha. Pasalnya, jika arus perdagangan dan investasi global terhambat karena perang dagang AS-China, maka Asia akan merasakan dampaknya.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(twg/aji)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular