
4 Kabar Ekonomi Utama Dunia: AS-China-Jepang Loyo, India Gas!

Jakarta, CNBC Indonesia - Sejumlah dinamika terjadi di perekonomian global. Namun tak semua berita baik.
Berikut rangkuman CNBC Indonesia, Kamis (31/8/2023).
PDB AS Masih Loyo
Pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) pada kuartal II-2023 tercatat sebesar 2,1% secara tahunan dalam estimasi kedua yang dirilis Biro Analisis Ekonomi AS, Rabu (30/8/2023). Pertumbuhan tersebut naik dari 2% pada kuartal sebelumnya.
Namun, pertumbuhan 2,1% itu lebih rendah dari estimasi pertama sebesar 2,4%. Terdapat revisi ke bawah pada investasi inventaris swasta dan investasi tetap nonperumahan yang sebagian diimbangi oleh revisi ke atas pada belanja pemerintah negara bagian dan lokal.
Adapun para ekonom secara luas percaya bahwa pertumbuhan AS akan tersendat atau bahkan jatuh ke dalam resesi akibat kenaikan tajam suku bunga yang diatur oleh Federal Reserve untuk mengendalikan inflasi yang tinggi. Biaya pinjaman yang lebih tinggi biasanya menekan perekonomian.
Perlambatan menjelang akhir kuartal ketiga mungkin sedang berlangsung. Namun sebagian besar tanda-tanda vital perekonomian masih terlihat cukup baik.
Manufaktur China Masih Lesu
Aktivitas manufaktur China masih lesu dalam survei selama lima bulan berturut-turut pada bulan Agustus. Bahkan lebih lambat dari perkiraan sebelumnya.
Menurut Biro Statistik Nasional, Kamis, indeks manajer pembelian resmi (PMI) naik menjadi 49,7 di Agustus, dari 49,3 pada bulan Juli, dari perkiraan sebelumnya 49,4. Namun tetap berada di bawah level 50 poin di mana di atas 50 menunjukan ekspansi dan di bawah 50 merujuk ke kontraksi.
Data ini kemungkinan meningkatkan tekanan ke Beijing untuk meningkatkan dukungan kebijakan bagi perekonomian. Target 5% pertumbuhan ekonomi China bisa tidak tercapai mengingat sejumlah masalah lain kini sedang terjadi.
China sekarang menghadapi kemerosotan sektor properti, lemahnya belanja konsumen dan jatuhnya pertumbuhan kredit yang menyebabkan bank-bank besar menurunkan perkiraan pertumbuhan mereka untuk tahun ini. Sebelumnya, pemerintah mengumumkan pengurangan separuh bea materai pada perdagangan saham, pemotongan pajak pertama sejak tahun 2008, untuk meningkatkan sentimen investor.
Di sisi lain, PMI non-manufaktur resmi turun menjadi 51,0 dari 51,5 pada bulan Juli. Sedangkan PMI gabungan, termasuk aktivitas manufaktur dan non-manufaktur, naik menjadi 51,3 dari 51,1.
Output Pabrik Jepang Merosot
Output pabrik Jepang turun lebih dari yang diperkirakan pada bulan Juli. Ini menandakan awal yang sulit pada paruh kedua tahun ini bagi produsen Negeri Sakura karena meningkatnya kekhawatiran terhadap pertumbuhan China dan perekonomian global.
Data dari Kementerian Ekonomi, Perdagangan dan Industri (METI) Kamis menunjukkan industri turun 2,0% pada bulan Juli dari bulan sebelumnya. Angka tersebut lebih buruk dari perkiraan median pasar yang memperkirakan penurunan sebesar 1,4% dan mengikuti pertumbuhan sebesar 2,4% di bulan Juni.
"Pada bulan Juli, output di banyak industri, termasuk mesin untuk industri produksi, menurun karena penurunan pesanan dalam dan luar negeri," kata seorang pejabat METI, dikutip Reuters.
Output komponen dan perangkat elektronik turun 5,1%. Produksi mesin turun 4,8%, yang mendorong penurunan secara keseluruhan.
Perlu diketahui, angka output pabrik yang melemah menyusul data perdagangan bulan Juli yang lesu, yang menunjukkan kontraksi ekspor Jepang untuk pertama kalinya dalam lebih dari dua tahun. Kontraksi terjadi karena melemahnya permintaan global terhadap minyak ringan dan peralatan pembuatan chip.
Di antara mesin produksi, output peralatan manufaktur semikonduktor turun 16,4%. Pejabat METI mengatakan, meskipun tingkat outputnya sendiri tidak buruk, prospeknya bisa sangat buruk jika mempertimbangkan permintaan memori semikonduktor.
India Ngegas
Perekonomian India diperkirakan tumbuh pada laju tercepat dalam satu tahun pada kuartal April-Juni. Ini didorong oleh sektor jasa dan manufaktur.
Menurut perkiraan median dalam jajak pendapat Reuters yang dilakukan oleh Economists, produk domestik bruto (PDB) India tumbuh sebesar 7,7% pada kuartal media 2023. Ini naik dari pertumbuhan 6,1% pada kuartal sebelumnya dan merupakan ekspansi tercepat sejak April-Juni 2022.
Para ekonom mengatakan harga komoditas yang lebih rendah membantu produsen meningkatkan margin dan mengimbangi dampak kenaikan suku bunga kumulatif sebesar 250 basis poin sejak Mei 2022. Pertumbuhan yang kuat di sektor jasa India, yang menyumbang lebih dari separuh output perekonomiannya, telah membantu negara dengan ekonomi terbesar ketiga di Asia ini melawan perlambatan global yang menyebabkan banyak negara besar, termasuk China terpuruk.
Indeks Manajer Pembelian Jasa S&P Global India tetap berada di atas angka 50, rentang terpanjang sejak Agustus 2011. Untuk mendukung pertumbuhan, pemerintah India telah mengalokasikan belanja tahunannya untuk infrastruktur, di mana dalam tiga bulan pertama tahun fiskal yang dimulai pada tanggal 1 April, Bollywood menghabiskan hampir 28% dari anggaran belanja modalnya atau sebesar 10 triliun rupee India.
(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article AS-China Minggir! Negara Asia Ini Raksasa Baru Dunia di 2075
