
AS-China Minggir! Negara Asia Ini Raksasa Baru Dunia di 2075

Jakarta, CNBC Indonesia - Laporan ekonomi baru dikeluarkan lembaga Goldman Sachs. Tak tanggung-tanggung ini memuat bagaimana sebuah negara di Asia, akan mengalahkan China, Jepang, bahkan Amerika Serikat (AS).
Negara itu adalah India. Negeri Bollywood bahan dikatakan bisa menyusul Paman Sam dan akan menjadi ekonomi terbesar kedua di dunia pada tahun 2075, menyalip China.
India sendiri saat ini berada di posisi ke-5 ekonomi terbesar dunia. Saat ini polisi ke-4 diduduki Jerman, lalu Jepang, China, dan AS.
Dipaparkan ada sejumlah faktor yang mendorong. Mulai dari perkembangan dalam inovasi dan teknologi, investasi modal yang lebih tinggi, dan produktivitas pekerja yang meningkat
"Selama dua dekade ke depan, rasio ketergantungan India akan menjadi salah satu yang terendah di antara ekonomi regional," kata ekonom India Goldman Sachs Research, Santanu Sengupta, dikutip CNBC International, Selasa (11/7/2023).
Rasio ketergantungan suatu negara diukur dengan jumlah tanggungan terhadap total penduduk usia kerja. Rasio ketergantungan yang rendah menunjukkan bahwa secara proporsional lebih banyak orang dewasa usia kerja yang mampu menghidupi kaum muda dan lanjut usia.
Ia menambahkan bahwa kunci untuk menarik potensi populasi India yang berkembang pesat adalah dengan meningkatkan partisipasi angkatan kerjanya. Ia meramalkan bahwa India akan memiliki salah satu rasio ketergantungan terendah di antara ekonomi besar selama 20 tahun ke depan.
"Jadi itu benar-benar jendela bagi India untuk melakukannya dengan benar dalam hal menyiapkan kapasitas produksi, terus meningkatkan layanan, melanjutkan pertumbuhan infrastruktur," katanya.
Sementara itu, pemerintah India telah memprioritaskan pembangunan infrastruktur, terutama dalam pembangunan jalan dan rel kereta api. Anggaran negara baru-baru ini bertujuan untuk melanjutkan program pinjaman bebas bunga 50 tahun kepada pemerintah negara bagian untuk memacu investasi di bidang infrastruktur.
Goldman Sachs percaya bahwa ini adalah waktu yang tepat bagi sektor swasta di negeri itu untuk meningkatkan kapasitas produksi dan jasa. Hal itu dipastikan menghasilkan lebih banyak pekerjaan dan menyerap tenaga kerja yang besar.
"Tingkat tabungan India kemungkinan akan meningkat dengan penurunan rasio ketergantungan, peningkatan pendapatan, dan pengembangan sektor keuangan yang lebih dalam, yang kemungkinan akan membuat kumpulan modal tersedia untuk mendorong investasi lebih lanjut," jelasnya.
Selain rasio ketergantungan, India juga mengalami pertumbuhan ekonomi yang pesat dari sektor teknologi. Menurut asosiasi perdagangan non-pemerintah India, Nasscom, pendapatan industri teknologi India diperkirakan akan meningkat sebesar US$ 245 miliar pada akhir tahun 2023.
"Pertumbuhan itu akan datang dari seluruh Teknologi Informasi (TI), manajemen proses bisnis, dan aliran produk perangkat lunak," menurut laporan Nasscom.
Meski begitu, ada tantangan yang dihadapi India dalam mengembangkan perekonomiannya. Ini terkait dengan tingkat partisipasi angkatan kerja, yang telah menurun selama 15 tahun terakhir.
"Hanya 20% dari semua wanita usia kerja di India bekerja," tulis bank investasi tersebut dalam laporan terpisah di bulan Juni.
Net ekspor juga menjadi penghambat pertumbuhan India, karena negara itu saat ini mengalami defisit neraca berjalan. Goldman menyoroti bahwa sejauh ini ekspor jasa telah melindungi neraca perdagangan India saat ini.
"Ekonomi India didorong oleh permintaan domestik, tidak seperti banyak ekonomi yang bergantung pada ekspor lainnya di kawasan ini, hingga 60% pertumbuhannya terutama disebabkan oleh konsumsi dan investasi domestik," tambah laporan Goldman.
Tiga Besar Dunia di 2030
Sebenarnya, ramalan serupa juga muncul dari S&P Global dan Morgan Stanley. India diramalkan bakal menjadi kekuatan ekonomi terbesar ketiga di dunia pada 2030, membuntuti China dan AS.
Ekonominya akan melampau sesama Asia, Jepang, termasuk negara Eropa, Jerman dan Inggris. Ramalan S&P mengacu pada pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) yang akan mencapai rata-rata 6,3% hingga 2030 sementara Morgan Stanley memperkirakan PDB India kemungkinan meningkat lebih dari dua kali lipat hingga 2031.
"India memiliki kondisi untuk ledakan ekonomi yang didorong oleh offshoring, investasi di bidang manufaktur, transisi energi, dan infrastruktur digital negara yang maju," tulis analis Morgan Stanley yang dipimpin oleh Ridham Desai dan Girish Acchipalia dalam laporan tersebut akhir 2022.
"Penggerak ini akan menjadikan ekonomi dan pasar saham [India] terbesar ketiga di dunia sebelum akhir dekade ini," tambahnya.
Bukan hanya rasksasa ekonomi Asia, India juga diyakini mulai jadi raksasa pemberi utang baru di Asia. Dalam laporan Financial Times (FT), India telah meningkatkan upayanya dalam memberikan kredit puluhan miliar dolar ke negara-negara tetangga, termasuk penerima dana Belt and Road (BRI) China.
Ini termasuk yang saat ini kesulitan keuangan seperti Sri Lanka dan Maladewa. Di Maladewa, India mendanai 'Proyek Konektivitas Malé Raya' yang bernilai US$ 500 juta (Rp 7,7 triliun), juga membangun sebuah jembatan sepanjang 7 km yang menghubungkan ibu kota dengan beberapa pulau lain di sekitarnya.
"Pemerintahan Narendra Modi mulai mengembangkan perasaan bahwa India perlu melakukan sesuatu," kata peneliti senior di Institut Kebijakan Masyarakat Asia di Delhi, C Raja Mohan.
"Kontestasi geopolitik dengan China jauh lebih hidup," tambahnya.
(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pekerja Negara Asia Ini Dikasih Kemudahan VISA AS, Siapa Tuh?