Pengusaha Tak Lagi Nyenyak Gara-Gara Aturan UMP Mau Direvisi

Efrem Siregar, CNBC Indonesia
04 October 2019 16:38
PP 78 tahun 2015 soal pengupahan sudah membuat pengusaha tenang, tapi bagaimana kalau direvisi?
Foto: Demo Buruh KSPI di Gedung DPR (CNBC Indonesia/Trisusilo)
Jakarta, CNBC Indonesia - Kenaikan upah minimum provinsi (UMP) 2020 menjadi fokus perhatian kalangan buruh. Mereka menuntut agar PP 78/2015 tentang Pengupahan direvisi. Bila jadi direvisi, maka akan mengubah petah penghitungan soal upah.

Tuntutan itu sudah disampaikan Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal dan Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani Nena Wea ketika bertemu Presiden Jokowi di Istana Bogor, awal pekan ini.

Beberapa hari setelah pertemuan, buruh melancarkan aksi di depan gedung DPR/MPR RI. Tuntutan revisi PP 78/2015 kembali menggema pada 2 Oktober lalu. 



Kunjungan ke Istana dan demo, diklaim buruh sebagai strategi KLAP (Konsep, Lobi, Aksi, dan Politik) dalam memperjuangkan tuntutan buruh. Demo buruh berjalan tertib dan memang berlangsung singkat.

Tuntutan revisi PP 78/2015 mendapat tanggapan dari kalangan pengusaha. Selama ini, pengusaha menganggap formula penetapan upah minimum sudah sesuai untuk mengakomodir kepentingan pengusaha dan buruh. 

Hanya saja, buruh keberatan sebab mereka menganggap aturan tersebut tidak menyertakan keterlibatan buruh dalam penetapan upah.

"Usulan perubahan sah saja. Yang penting harus adil dan menjamin investasi. Apalagi kita lagi butuh banyak investasi di tengah ancaman resesi global," kata Ketua Bidang Ketenagakerjaan GAPKI Sumarjono Saragih kepada CNBC Indonesia, Jumat (4/10/2019).



Ia mengatakan, meski rumusan dalam PP 78/2015 tidak sempurna, namun sudah jauh lebih baik untuk keberlangsungan dunia usaha. Dalam Pasal 43 ayat 1 disebutkan bahwa "Penetapan Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 dilakukan setiap tahun berdasarkan kebutuhan hidup layak dan dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi."

Artinya penetapan upah minimum dihitung berdasarkan prediksi pertumbuhan ekonomi dan inflasi tahunan saat ini. Hal ini menjadi angin segar kepada kalangan pengusaha karena memberi sebuah kepastian.

"Yang pasti, sejak ada PP 78, pengusaha sedikit lebih nyenyak. Sebelum ada PP ini, kenaikan upah kental dengan aroma politik kepala daerah. Sulit diprediksi" kata Sumarjono yang juga Ketua APINDO Sumatera Selatan.

Sebaliknya, jika revisi benar dilakukan, maka peta penetapan dan besaran upah minimum provinsi (UMP) 2020 akan berubah. Perhitungan upah berdasarkan PP 78/2015 yang memasukkan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi yang berlaku sejak 2015, boleh jadi akan berubah. Bagi pengusaha ini tentu menjadi malapetaka, dalam arti tidak memberi kepastian.



"Revisi PP 78/2015 pasti akan mengubah peta UMP yang nantinya tidak memberikan kepastian seperti sebelumnya," kata Wakil Ketua Umum Kadin bidang Ketenagakerjaan dan Hubungan Industrial, Antonius Supit, Kamis (3/10/2019).
(hoi/hoi) Next Article Bos Buruh Tak Rela Aturan Upah Minimum 2022 Dirombak Total!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular