Jurus Sakti Buruh yang Bikin Jokowi Mau Revisi Aturan UMP

Efrem Siregar, CNBC Indonesia
03 October 2019 12:54
Buruh mengklaim berhasil merayu pemerintah untuk merevisi PP 78 soal pengupahan.
Foto: Massa Demo Buruh pada Rabu, 2 Oktober 2019 Membubarkan Diri Selsai Aksi (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Jakarta, CNBC Indonesia - Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengungkapkan kalangan buruh punya beberapa 'jurus' untuk memuluskan kepentingan mereka. Ia bilang KSPI menggunakan strategi KLAP (Konsep, Lobi, Aksi, dan Politik) dalam memperjuangkan tuntutannya.

Pada Senin (30/9), jurus lobi dikeluarkan oleh para buruh saat bertemu Presiden Jokowi di Istana Bogor. Pertemuan itu sehari jelang aksi mereka di DPR pada 2 Oktober 2019.

Saat bertemu Presiden Jokowi, Said Iqbal menyampaikan gagasan kepada presiden sebagai bagian dari lobi-lobi. Namun, ia bilang tidak cukup dengan lobi, serikat pekerja juga tetap melakukan unjuk rasa untuk menyampaikan aspirasi.

Meski perwakilan buruh sudah bertemu Jokowi, tapi buruh tetap melancarkan aksi demo di DPR. Aksi demo buruh memang berjalan tertib dan berlangsung relatif singkat pada Rabu (2/10) dan rencana aksi demo di Istana dibatalkan karena alasan menjaga situasi kondusif. Ini tentu disukai oleh pemerintah, karena sebelum demo mahasiswa dan pelajar telah cukup membuat pemerintah tercoreng di tengah upaya perbaikan iklim investasi.

Said Iqbal mengungkap rencana pembahasan revisi PP 78/2015 tentang pengupahan. Hal ini bagian dari janji Presiden Jokowi saat melakukan pertemuan  di Istana yang diklaim oleh Said Iqbal.



Iqbal mengatakan nantinya, tiga tim akan duduk bersama membahas revisi PP 78 yang selama beberapa tahun terakhir diprotes oleh buruh. "Akan dibentuk tim unsur buruh, pemerintah, dan pengusaha," kata Iqbal kepada CNBC Indonesia, Rabu (2/10/2019).

Rencana revisi PP 78/2015 memang krusial tak hanya bagi buruh dan dunia usaha. Bila PP 78 benar-benar direvisi, maka akan mengubah peta penetapan dan besaran Upah Minimum Provinsi (UMP) 2020.

Jika mengacu pada UU 13/2003, maka keputusan besaran UMP ditentukan berdasarkan survei kebutuhan hidup layak (KHL) di pasar yang kemudian didiskusikan di dewan pengupahan daerah Kota/Kabupaten yang melibatkan pemerintah, pengusaha, dan buruh dalam perundingan.



Sedangkan bila merujuk pada PP 78/2015 mengatur penetapan UMP setiap tahunnya diatur oleh pemerintah dengan menggunakan formula perhitungan yang berdasarkan kebutuhan hidup layak (KHL) dan dengan memperhatikan produktivitas serta pertumbuhan ekonomi. 

Konkretnya, pemerintah menjumlahkan besaran pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Pada UMP 2019, misalnya inflasi nasional ditetapkan sebesar 2,88 persen dan pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,15 persen, maka kenaikan UMP jadi 8,03 persen. Aturan ini kemudian diminta direvisi karena tidak lagi melibatkan kalangan buruh dalam perundingan. Dengan perhitungan PP 78, kenaikan UMP oleh buruh dianggap terlalu rendah.
(hoi/hoi) Next Article Buruh Ngotot Mau Demo di Tengah Pandemi, Tak Takut Corona?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular