Jokowi Ingin Ramah Investasi, BUMN Jangan Terlalu Mendominasi

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
26 September 2019 06:14
Swasta Harus Dapat 'Kue' Ekonomi
Ilustrasi Proyek Infrastruktur (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto)

Well, dari skema ini saja sudah berisiko menimbulkan masalah. Pertama, BUMN kini menanggung beban utang akibat penugasan pemerintah.

Laporan lembaga pemeringkat Fitch Ratings menyatakan, dua BUMN karya yaitu PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) dan PT Waskita Karya Tbk (WSKT) akan mengalami kesulitan dalam menurunkan beban utang. Fitch mencatat leverage WIKA pada semester I-2019 adalah 5,6 kali, naik dibandingkan periode yang sama pada 2018 yaitu 4 kali. Sementara leverage WSKT dalam waktu yang sama naik jadi 8,8 kali dari 7,2 kali.

Untuk membayar utang tersebut, bukan tidak mungkin WIKA dan WSKT akan mengakses pembiayaan dari pasar seperti penerbitan obligasi. Kalau ini terjadi, maka perebutan dana di pasar akan semakin ketat sehingga biaya menjadi lebih mahal. Hasilnya adalah ekonomi biaya tinggi alias inefisiensi.

Baca: Fitch: Utang BUMN Karya Terdongkrak, Perlu Pembayaran Segera

Kedua, utang BUMN yang menggunung membuat perbankan ikut merasakan dampaknya. Wimboh Santoso, Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK), beberapa waktu lalu menyebut Batas Maksimal Pemberian Kredit (BMPK) sudah hampir mendekati puncak. Sebagai informasi, BMPK untuk BUMN adalah 30% dari modal seperti diatur di Peraturan OJK N0 32/POJK.03/2018.

Baca: Periode I Jokowi, Utang BUMN Karya Bertambah Rp 169 T Lebih

Ketiga, dan yang paling utama, BUMN yang mendapat beking dari pemerintah menjadi begitu dominan. Atas nama sinergi BUMN, nyaris tidak ada ruang bagi pemain swasta. Semua 'dimakan' BUMN, swasta nyaris tidak kebagian 'kue' aktivitas ekonomi.

Apa yang terjadi di Indonesia sangat pas dengan studi Dana Moneter Internasional (IMF) di negara-negara Eropa. Berdasarkan temuan IMF, peran BUMN yang terlalu dominan dan tidak disertai pengelolaan yang baik akan menyebabkan tiga hal, yaitu:

  1. Penularan risiko yang bisa menjadi beban anggaran negara.
  2. Risiko membahayakan stabilitas sistem keuangan.
  3. Minimnya dampak aktivitas BUMN terhadap ekonomi secara keseluruhan.

Menarik saat menyimak pernyataan pemerhati BUMN, Wahyu Sakti Trenggono. Menurutnya, BUMN semestinya bersinergi dengan sektor swasta sehingga bisa mewujudkan harapan Jokowi, yaitu ekosistem yang mendukung investasi.

"BUMN harus menjadi agen pembangunan, bagaimana bisa menghidupkan industri lain di sektor yang sama sehingga ekosistem dapat terbentuk. Dampaknya ekonomi akan semakin menggeliat, dunia usaha bergerak, dan penerimaan pajak bisa tumbuh," jelasnya.

Selain itu, Trenggono juga mengatakan, BUMN harus fokus kepada bisnis intinya tanpa mengambil alih bisnis lain yang akan mematikan dunia usaha. BUMN yang jumlahnya besar ini harusnya bisa menjadi pendorong dan pembimbing bagi dunia usaha, sehingga ekonomi bisa kembali hidup dan berputar di tengah guncangan ekonomi global yang terjadi.

Bila BUMN terlalu mendominasi, lanjut Trenggono, tidak mungkin pihak swasta mau melakukan investasi. Karena semua bisnis mayoritas diambil oleh BUMN.

Sebelumnya hal yang sama juga dikatakan oleh Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati. Mantan Direktur Bank Dunia ini mengatakan investasi sulit masuk bila BUMN terlalu mendominasi seperti saat ini.

"Kalau kita ingin meningkatkan produktivitas, teknologi, dan inovasi, aturan investasinya, utamanya FDI, ini menjadi isu yang sangat kritikal. Investasi tidak akan datang kalau mereka lihat BUMN terlalu mendominasi," ujar Sri Mulyani beberapa waktu lalu.

Baca: Wah, Sri Mulyani Sindir Dominasi BUMN!

TIM RISET CNBC INDONESIA

[Gambas:Video CNBC]

 

(aji/wed)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular