
Pengusaha Mencium Ada Intervensi Politik di Kebijakan Daging
Muhammad Choirul Anwar, CNBC Indonesia
19 September 2019 17:22

Jakarta, CNBC Indonesia - Ketua Asosiasi Perdagangan Daging Indonesia (APDI) Asnawi menilai pemerintah cukup serius mengurus industri daging RI. Hanya saja, terdapat sejumlah catatan seperti kepentingan politik yang bisa menjadi hambatan.
"Saya melihat keseriusan pemerintah sudah sangat bagus untuk menggenjot daripada produktivitas hasil pasca panen. Namun demikian ini kan ada unsur-unsur yang dilihat tidak lepas unsur kepentingan terkait dunia perpolitikan," urainya dalam sebuah wawancara dengan CNBC Indonesia, Kamis (19/9)
Dia menyebut, jika tak ada hambatan dari faktor politis, dalam 1 dasawarsa ke depan tingkat keberhasilan produktivitas daging akan bisa mencapai 90%. Angka tersebut melebihi kebutuhan nasional di atas ambang saat ini yang hanya 61%. Namun, Asnawi tak menyebut lebih detail soal jenis intervensi politik seperti apa.
"Kalau memang pemerintah itu jelas ingin mencapai suatu swasembada daging ke depan, diharapkan bener-bener fokus tidak ada intervensi kepentingan golongan partai dan sebagainya. Jadi benar-benar semata-mata program pemerintah utuh," serunya.
Di sisi lain, keterlibatan swasta juga perlu digenjot. Selama ini, dijelaskannya, terdapat kebijakan 1 (sapi indukan) banding 5 (sapi bakalan) untuk impor sapi bakalan dari Australia.
"Artinya kalau dia melakukan impor 5.000 ekor kuota (bakalan), maka dia wajib 1.000 ekor sertakan sapi betina siap bunting, perbandingannya," tandasnya.
Ini menjadi salah satu poin keberatan pelaku usaha. Kendati demikian, menurutnya kebijakan ini cukup berjalan efektif.
"Namun hal ini tetap dilakukan oleh pemerintah dan tingkat keberhasilan itu sudah mencapai angka yang sangat bagus, antara 5 sampai 10%," katanya.
(hoi/hoi) Next Article Pedagang: Daging Brasil Murah Rp10 Ribu/Kg dari Australia
"Saya melihat keseriusan pemerintah sudah sangat bagus untuk menggenjot daripada produktivitas hasil pasca panen. Namun demikian ini kan ada unsur-unsur yang dilihat tidak lepas unsur kepentingan terkait dunia perpolitikan," urainya dalam sebuah wawancara dengan CNBC Indonesia, Kamis (19/9)
Dia menyebut, jika tak ada hambatan dari faktor politis, dalam 1 dasawarsa ke depan tingkat keberhasilan produktivitas daging akan bisa mencapai 90%. Angka tersebut melebihi kebutuhan nasional di atas ambang saat ini yang hanya 61%. Namun, Asnawi tak menyebut lebih detail soal jenis intervensi politik seperti apa.
"Kalau memang pemerintah itu jelas ingin mencapai suatu swasembada daging ke depan, diharapkan bener-bener fokus tidak ada intervensi kepentingan golongan partai dan sebagainya. Jadi benar-benar semata-mata program pemerintah utuh," serunya.
Di sisi lain, keterlibatan swasta juga perlu digenjot. Selama ini, dijelaskannya, terdapat kebijakan 1 (sapi indukan) banding 5 (sapi bakalan) untuk impor sapi bakalan dari Australia.
"Artinya kalau dia melakukan impor 5.000 ekor kuota (bakalan), maka dia wajib 1.000 ekor sertakan sapi betina siap bunting, perbandingannya," tandasnya.
Ini menjadi salah satu poin keberatan pelaku usaha. Kendati demikian, menurutnya kebijakan ini cukup berjalan efektif.
"Namun hal ini tetap dilakukan oleh pemerintah dan tingkat keberhasilan itu sudah mencapai angka yang sangat bagus, antara 5 sampai 10%," katanya.
(hoi/hoi) Next Article Pedagang: Daging Brasil Murah Rp10 Ribu/Kg dari Australia
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular