
Sempat Terganjal Krisis 98, Proyek PLTP RI Mulai Dikebut!
Anastasia Arvirianty, CNBC Indonesia
18 September 2019 19:01

Jakarta, CNBC Indonesia - Setelah sempat tersendat krisis ekonomi 98, kini pemerintah akan mengebut pengembangan wilayah kerja panas bumi di Indonesia. Di antaranya adalah pengerjaan proyek PLTP raksasa Dieng dan Patuha yang berkapasitas 120 MW.
PLTP Dieng dan Patuha sendiri memiliki cerita tersendiri, proyek ini akhirnya di'ground breaking' pada April lalu dan berencana ditingkatkan menjadi kapasitas 270 MW. Proyek pembangkit yang puluhan tahun terkatung ini digarap oleh GeoDipa, Special Mission Vehicle (SMV) di bawah Kementerian Keuangan dan satu-satunya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bergerak di pengembangan panas bumi.
Direktur Utama GeoDipa Riki Firmandha Ibrahim menjelaskan, pada awalnya GeoDipa didirikan untuk melakukan pengelolaan terhadap lapangan panas bumi di Dieng dan Patuha akibat krisis ekonomi dunia di wilayah kerja panas bumi Pertamina terhadap penyaluran listrik ke PT PLN (Persero).
Kerja sama PT Pertamina untuk pengembangan lapangan Dieng pada waktu itu dilakukan dengan Himpurna California Energy Ltd (HCE) dan untuk lapangan Patuha dengan Patuha Power Ltd (PPL). Krisis ekonomi di 1998 membuat pemerintah menangguhkan beberapa proyek di tanah air termasuk proyek Dieng dan Patuha. Setelah adanya Global Settlement Agreement, kepemilikan lapangan Dieng dan Patuha kembali ke tangan pemerintah dengan menugaskan Pertamina dan PLN melanjutkan pengembangan proyek tersebut.
Namun, hingga 2010, wilayah kerja panas bumi Dieng dan Patuha belum bisa dikembangkan dan pada akhirnya di 2011, Pertamina mengembalikan seluruh sahamnya kepada pemerintah melalui Kementerian Keuangan, dan saat ini kepemilikan saham Pemerintah atas aset Geo Dipa adalah sebesar 93,3% dan sebesar 6,7% oleh PLN.
Kini, lanjut Riki, peran dan fungsi GeoDipa semakin signifikan untuk pengembangan proyek panas bumi di Indonesia. Riki mengatakan salah satu upaya pemerintah dalam mempercepat pengembangan panas bumi di Indonesia adalah melalui program government drilling. "Melalui program ini, diharapkan mampu mengurangi risiko pengusahaan di sektor hulu panas bumi yang selama ini menjadi salah satu tantangan yang dihadapi pengembang/badan usaha dalam melakukan pembangunan PLTP," kata Riki, Rabu (18/9/2019).
Program ini digarap dengan sinergi GeoDipa, PII, dan PT SMI. "GeoDipa sebagai pelaksana pengeboran, PII sebagai penjamin risiko atas pengelolaan dana oleh PT SMI. Ini untuk mempercepat pemanfaatan energi terbarukan, khususnya dari panas bumi," jelasnya.
(gus) Next Article Terpukul Corona, Sederet Proyek Energi Baru RI Molor ke 2021
PLTP Dieng dan Patuha sendiri memiliki cerita tersendiri, proyek ini akhirnya di'ground breaking' pada April lalu dan berencana ditingkatkan menjadi kapasitas 270 MW. Proyek pembangkit yang puluhan tahun terkatung ini digarap oleh GeoDipa, Special Mission Vehicle (SMV) di bawah Kementerian Keuangan dan satu-satunya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bergerak di pengembangan panas bumi.
Kerja sama PT Pertamina untuk pengembangan lapangan Dieng pada waktu itu dilakukan dengan Himpurna California Energy Ltd (HCE) dan untuk lapangan Patuha dengan Patuha Power Ltd (PPL). Krisis ekonomi di 1998 membuat pemerintah menangguhkan beberapa proyek di tanah air termasuk proyek Dieng dan Patuha. Setelah adanya Global Settlement Agreement, kepemilikan lapangan Dieng dan Patuha kembali ke tangan pemerintah dengan menugaskan Pertamina dan PLN melanjutkan pengembangan proyek tersebut.
Namun, hingga 2010, wilayah kerja panas bumi Dieng dan Patuha belum bisa dikembangkan dan pada akhirnya di 2011, Pertamina mengembalikan seluruh sahamnya kepada pemerintah melalui Kementerian Keuangan, dan saat ini kepemilikan saham Pemerintah atas aset Geo Dipa adalah sebesar 93,3% dan sebesar 6,7% oleh PLN.
Kini, lanjut Riki, peran dan fungsi GeoDipa semakin signifikan untuk pengembangan proyek panas bumi di Indonesia. Riki mengatakan salah satu upaya pemerintah dalam mempercepat pengembangan panas bumi di Indonesia adalah melalui program government drilling. "Melalui program ini, diharapkan mampu mengurangi risiko pengusahaan di sektor hulu panas bumi yang selama ini menjadi salah satu tantangan yang dihadapi pengembang/badan usaha dalam melakukan pembangunan PLTP," kata Riki, Rabu (18/9/2019).
Program ini digarap dengan sinergi GeoDipa, PII, dan PT SMI. "GeoDipa sebagai pelaksana pengeboran, PII sebagai penjamin risiko atas pengelolaan dana oleh PT SMI. Ini untuk mempercepat pemanfaatan energi terbarukan, khususnya dari panas bumi," jelasnya.
(gus) Next Article Terpukul Corona, Sederet Proyek Energi Baru RI Molor ke 2021
Most Popular